NovelToon NovelToon
Skandal Tuan Playboy

Skandal Tuan Playboy

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / CEO / Playboy / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author:

Sebastian Adiwangsa. Nama yang selalu bergaung dengan skandal, pesta malam, dan perempuan yang silih berganti menghiasi ranjangnya. Baginya, cinta hanyalah ilusi murahan. Luka masa lalu membuatnya menyimpan dendam, dendam yang membakar hasratnya untuk melukai setiap perempuan yang berani mendekat.

Namun, takdir memiliki caranya sendiri. Kehadiran Senara Ayunda, gadis sederhana dengan kepolosan yang tak ternodai dunia, perlahan mengguncang tembok dingin dalam dirinya. Senara tidak seperti perempuan lain yang pernah ia kenal. Senyumnya membawa cahaya, tatapannya menghadirkan kehangatan dua hal yang sudah lama terkubur dari hidup Sebastian.

Namun, cara Sebastian menunjukkan cintanya pada Senara bermula dari kesalahan.

Janin Rahasia

Siang ini Sena berada di kampus, sibuk mengurus skripsinya. Beberapa bulan lalu ia sempat berhenti dari rutinitas kuliahnya karena masalah keluarga yang cukup berat. Tapi kini, meski dengan perasaan yang berbeda, ia kembali menjalani rutinitasnya. Bedanya, sekarang ia tinggal di penthouse milik Bastian, sahabat sekaligus rekan kerja kakaknya.

Sena sudah semester delapan, hanya tinggal menunggu persetujuan dari dosen pembimbing sebelum bisa sidang dan akhirnya wisuda. Ia ingin cepat-cepat lulus, mencari pekerjaan, dan keluar dari rumah Bastian. Ia tidak mau selamanya menjadi budak nafsu pria itu.

“Senaa!” Suara riang itu berasal dari Clea, sahabat dekatnya.

“Kemana saja kamu? Satu bulan penuh nggak ada kabar.” Clea langsung menghampirinya dengan wajah penasaran.

Sena tersenyum penuh rindu, lalu memeluknya erat. “Maaf, Clea. Ada masalah sedikit. Aku kangen banget sama kamu.”

Clea menghela napas lega, lalu matanya berbinar. “Kalau begitu, hari ini ikut aku, ya? Ada Flower Market baru buka. Dari kemarin aku pengen banget ngajak kamu ke sana.”

Sena ikut tertular semangatnya. “Ayo! Tapi aku antar dulu berkas ini ke meja dosen pembimbingku.”

“Deal!” sahut Clea sambil tersenyum puas.

… … …

Flower Market “Gardenia Corner”.

Begitu melangkah masuk, Sena dan Clea disambut oleh deretan bunga yang mekar indah di sepanjang pintu masuk. Warna-warni kelopak bercampur dengan wangi manis yang memenuhi udara, membuat suasana terasa hangat dan hidup.

Namun, aroma itu justru membuat perut Sena tiba-tiba bergejolak. Ia merasa mual, padahal biasanya ia sangat menyukai aroma bunga.

“Kenapa, Sen?” Clea menatapnya khawatir.

“Ah, nggak apa-apa,” Sena mencoba menutupi kegelisahannya, lalu menggandeng Clea agar masuk lebih dalam.

Mereka naik ke lantai dua untuk mengikuti kelas merangkai bunga. Sena berusaha sekuat tenaga menahan rasa mual itu. Namun, begitu menginjak anak tangga, wangi parfum bunga semakin menusuk, membuatnya hampir muntah di tempat.

“Sena, kamu pucat sekali!” Clea panik.

Sena tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, Clea. Mungkin asam lambungku naik.”

“Astaga, kalau begitu ayo kita cari makan dulu.”

“Aku sudah makan kok. Mungkin cuma salah makan,” bohong Sena. Dalam hatinya ia tahu ini bukan sekadar asam lambung.

Mereka tetap melanjutkan kegiatan merangkai bunganya. Namun di tengah kegiatan, Sena benar-benar tak mampu lagi. Ia segera berlari ke toilet dan memuntahkan isi perutnya.

Anehnya, yang keluar hanya air, tapi mualnya tidak kunjung reda.

Clea segera menyusul, menepuk lembut tengkuk sahabatnya. “Sena, sebaiknya kita pulang saja. Kamu harus istirahat.”

Sena merasa bersalah. “Maaf, Clea…”

“It’s okay. Masih ada banyak hari lain,” Clea tersenyum menenangkannya.

...****************...

Penthouse.

Setibanya di Penthouse, tubuh Sena sudah benar-benar lemas. Ia meminta Mbok Jena membuatkan teh hangat. Bahkan untuk sekadar naik tangga pun ia tidak sanggup.

“Non, ini tehnya. Sama air putih dan obat, ya.” Mbok Jena meletakkan nampan di meja.

“Terima kasih, Mbok,” ujar Sena lirih. Ia meneguk teh hangat itu, lalu menelan obat sebelum akhirnya merebahkan diri di sofa. Tak butuh waktu lama, matanya terpejam disana.

Pukul tujuh malam, Bastian dan Ravian pulang bersama. Mereka terkejut melihat Sena tertidur di sofa.

Mbok Jena datang menghampiri Bastian dan Ravian yang berhenti didepan sofa itu.

“Kenapa Sena tidur di sini?” tanya Ravian.

Mbok Jena menjawab cepat, “Tadi Nona Sena mengeluh pusing dan mual, jadi Mbok kasih obat. Setelah minum obat, Nona Sena ketiduran di sofa. Udah Mbok bangunin untuk pindah ke kamar tapi, Nona Sena bilang nggak sanggup naik tangga, jadi tiduran di sini.”

Bastian mengerutkan dahi. Pusing dan mual? Padahal semalam Sena baik-baik saja setelah mereka menghabiskan malam…bersama.

Tanpa banyak bicara, Ravian langsung mengangkat tubuh adiknya itu, lalu membawanya ke kamar.

...****************...

Hari-hari berikutnya, tubuh Sena semakin sensitif. Ia mual mencium parfum Ravian, tak lagi menyukai makanan favoritnya, dan kehilangan semangat.

Sena takut. Sangat takut. Dia menyadari bahwa tamu bulanannya sudah telat dua minggu.

Satu-satunya orang yang bisa ia percaya hanyalah Clea.

Sena tidak punya ponsel, jadi tadi setelah menyelesaikan kegiatan di kampus dia mengajak Clea untuk pergi bersama.

“Clea bisa kita berhenti di apotek depan sebentar?”

“Mau beli obat? Kamu masih sakit, Sen?” tanya Clea.

Sena hanya mengangguk singkat sambil tersenyum samar.

Clea menepikan mobilnya. Sena keluar dan masuk ke apotek itu. Ia membeli sebuah testpack, lalu kembali ke mobil dengan wajah tenang tapi hati kacau.

Sore itu mereka mampir ke rumah Clea. Di sana, Sena akhirnya jujur tentang semua yang ia alami dan juga kecurigaannya terhadap penyakitnya baru-baru ini. Clea mendengarkan dengan mata berkaca-kaca.

Sena lalu membawa testpack itu ke kamar mandi. Tangannya bergetar saat menunggu hasil.

Setelah 5 menit ia menunggu, Sena kembali melihat benda pipih itu.

Begitu garis itu muncul, tubuhnya seketika lunglai. Air matanya jatuh deras.

Sena keluar, Clea langsung bertanya, “Sena, bagaimana?”

Sena menatapnya dengan mata sembab, memperlihatkan hasilnya. “Positif, Clea…”

Clea segera memeluknya erat. “Tenang. Kita akan cari cara terbaik.”

Sena terisak. “Jangan bilang siapa pun… aku mohon.”

Dalam hatinya, ia terguncang. Di rahimnya kini tumbuh darah dagingnya… dan Bastian.

...****************...

Hari setelah Sena mengetahui di dalam dirinya ada kehidupan baru yang harus dia jaga. Dia selalu mencoba makan walau dia sendiri setengah mati menelannya. Dia bahkan rajin memakan buah untuk nutrisi makhluk di dalam perutnya itu.

Namun, dia juga semakin menghindari Bastian.

Malam ini, Sena duduk sendiri di ruang tamu, menonton kartun. Bastian belum pulang, Ravian sedang dinas luar kota. Tawa Sena kecil pecah saat menonton adegan lucu.

Namun tawanya langsung padam begitu melihat pintu terbuka dan Bastian masuk. Sena cepat-cepat beranjak dan mematikan televisi. Sena memilih pergi ke kamarnya.

Baru lima langkah, suara dingin itu menahan langkahnya.

“Kenapa kau menyembunyikan dia dariku?”

Sena kaku seketika. Ia berusaha tetap tenang, lalu menoleh. “Menyembunyikan apa?”

Bastian tiba-tiba mengangkat tinggi benda pipih di tangannya.

Mata Sena membelalak seketika. Kenapa testpack itu bisa ada di Bastian? Pikir Sena dalam hati.

“Itu punya siapa?” Sena malah mengeluarkan pertanyaan bodoh. Hal itu membuat Bastian semakin maju menghimpit Sena.

“Gugurkan dia” Bastian berucap tajam.

Sena tercekat. “Tidak! Aku menyayanginya…” Tangannya refleks menyentuh perutnya yang masih datar.

“Kau masih kuliah, Sena.”

“Sebentar lagi aku lulus. Aku bisa bekerja dan menghidupi dia.”

“Kau masih muda. Mana ada perusahaan yang mau menerima wanita dengan anak?” desis Bastian.

“Aku tidak harus bekerja di Perusahaan. Aku bisa bekerja dimanapun yang menerimaku” kalimat Sena cukup berani kali ini.

Bastian tertawa sinis. “Dan kau pikir aku akan membiarkan darah dagingku hidup sengsara?”

Ia semakin mendekat ke arah Sena. “Aku beri kau tawaran. Gugurkan dia, dan aku akan membiayai S2-mu. Aku pastikan kau mendapat pekerjaan yang layak.”

Sena terdiam lama. Tawaran itu sangat menarik untuknya, tapi hatinya berontak.

“Kau pikirkan saja. Besok aku tunggu jawabannya,” ucap Bastian, tersenyum puas sebelum pergi.

Bastian yakin Sena akan menerima tawarannya.

Sementara itu, Sena berdiri sendiri, memeluk perutnya. Dalam diam, ia berperang dengan takdir yang kini menjeratnya.

...----------------...

^^^Cheers, ^^^

^^^Gadis Rona^^^

1
Rizky Muhammad
Aku merasa terkesima sampai lupa waktu ketika membaca karyamu, thor. Jangan berhenti ya! 🌟
Gadis Rona: Hai terima kasih sudah baca karya pertamaku bikin aku makin semangat nulis🥰
total 1 replies
elayn owo
Penuh empati. 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!