NovelToon NovelToon
ENCOUNTER

ENCOUNTER

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Wanita Karir
Popularitas:277
Nilai: 5
Nama Author: Nurul Laila

pertemuan yang membuat jatuh hati perempuan yang belum pernah mendapatkan restu dari sang ayah dengan pacar-pacar terdahulunya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Laila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

Akhir bulan Juli, Maharani mengamati keceriaan anak-anak yang menikmati dongeng dengan alat peraga yang mereka buat. Tak sedikit mereka ikut bersuara ditengah-tengah dongeng, penuh semangat dan antusias mendengarkan cerita yang dibawakan. Di sisi lain, ada anak-anak yang lebih besar belajar bahasa inggris. Hatinya terasa bahagia sampai mau meledak.

            Tak hanya sampai di sana, ada lagi yang membuatnya tambah kaget. Baskara datang bersama kedua sahabatnya, Ghani dan Jemmy. Membawakan beberapa buku bacaan dan juga mainan untuk anak-anak yang ada di panti asuhan.

“Kak Baskara?”

“Hai.”

“Eh kamu kenal toh, Mbak Rani?” tanya Bu Suri, pemilik sekaligus pengurus panti asuhan ini.

“Temen aku, Bu.”

“Mas-masnya tadi bawain buku sama mainan sama buku-buku. Makasih sekali lagi ya, Mas. Anak-anak pasti pada seneng.”

“Sama-sama, Bu.”

“Semoga bermanfaat ya, Bu,” kata Ghani menambahkan.

            “Habis ini mau makan siang bareng, Mas-masnya ikut makan juga ya.”

“Waduh, jadi enak ini, Bu,” kata Jemmy menyegir lebar.

“Mbak Rani yang nyiapin semuanya,” kata Bu Suri tersenyum lembut, “oh iya, ini kalo yang di sini anak-anak kecil, di belakang ada yang sudah lebih besar lagi belajar bahasa inggris. Mas-masnya mau liat?”

“Boleh, Bu. Yuk, Ghan,” ajak Jemmy mengajak sahabatnya. Meninggalkan Baskara bersama Maharani. Melihat pertunjukkan dongeng.

            “Gua kaget kakak ke sini,” ujar Maharani.

“Kenapa enggak,” kekehnya. “Kalo punya kegiatan mulia itu harus ajak-ajak. Biar pahalanya nyamber juga, tau,” katanya ringan sambil tersenyum. “jadi gua ajak Jemmy sama Ghani ke sini.”

Maharani tertawa mendengar jawaban Baskara. Kedatangan Baskara yang membuatnya terkejut dan menyentuh hati Maharani. Maharani merasakan rasa hangat yang menjalar di hatinya.

            Tim Hera ditambah Baskara, Jemmy dan Ghani menikmati semua rangkaian yang dibuat oleh Tim Hera. Setelah makan siang, mereka membantu mencuci piring dan bermain di taman belakang. Mereka pun ikut menimang bayi-bayi yang ada di sini. Mengganti popok dan membuatkan susu serta menidurkan.

            Hingga sore datang dan mereka harus pamitan. Hari itu, Baskara pun baru tahu, ternyata mereka bukan hanya bermain dan belajar, tapi Maharani juga memeriksa kondisi panti. Memotret dan mencatat kerusakan dan kebutuhan panti.

            Maharani mendiskusikan kerusakan yang ada di panti asuhan kepada Baskara sembari makan malam.

“Gak usah di bayar, Ara. Gua bakal bantu kebutuhannya sekalian nanti tukangnya. Bikin cabinetnya nanti di showroom-nya Raghamy aja. Gratis.”

“Kok malah gratis sih. Ini project Hera loh, Kak. Gak lah. Jasa lo nanti gua bayar.”

“Gua tadi bilang apa? Kalau buat kebaikan itu harus ajak-ajak. Biar gua juga bisa kecipratan pahala,” katanya lembut dengan senyum yang tak hilang dari wajahnya, “Termasuk yang dinding muralnya. Lo bisa ceritain ke gua maunya kayak gimana, nanti gua bikin designnya.”

“Kak…,” suara Maharani lembut. Tersentuh dengan pria yang duduk di hadapannya. “Makasih banyak.”

“Gua yang harusnya makasih. Makasih udah diingetin buat berbagi kesenangan sama adek-adek tadi.”

...♥...

Hari minggu pagi, Maharani sudah berlari keliling komplek rumahnya. Menikmati sedikit udara Jakarta pagi yang segar. Berbeda kalau matahari sudah merangkak naik sampai pada puncak cakrawala. Udara kota terasa penuh debu dengan berbagai macam bebauan yang mencemari udara kota besar itu.

            “Wiiih, wangi banget nih,” ujar Maharani yang baru kembali setelah satu jam berlari. Memasuki dapur dimana sang Ibu sedang membuat sarapan dibantu dengan asisten rumah tangga mereka.

“Ih, mandi dulu sana,” Ibu menepuk tangan anak gadisnya yang berusaha mengambil potongan kaarage.

“Laper, Bu,” cengirnya.

“Mandi ah. Bau kamu. Sekalian bangunin si Marsel ya. Adekmu itu kebiasaan kalo libur bangunnya siang terus.”

“Siap, Bos,” Maharani dengan cekatan mengambil satu potong kaarage yang membuat sang Ibu memanggil namanya. Maharani hanya tertawa sambil mengunyah daging ayam. Meninggalkan Ibunya menggerutu di dapur sana.

            Maharani langsung memasuki kamarnya dan mandi. Mengenakan celana pendek selutut dan body fit tee warna lime, gadis itu melakukan rutinitas pagi dengan skincarenya. Mengeringkan rambutnya dengan hairdryer sebelum menjepit asal rambutnya yang panjang. Setelah selesai, Maharani langsung berjalan dan mengetuk pintu kamar adiknya yang ada di sebrang kamarnya.

            “Seeeel. Marseeeeeel,” panggilnya sembari terus mengetuk pintu kamar adiknya itu.

“Eeeennnggg!” suara Marsel dari dalam.

“Bangun! Sarapan!”

“Iya!” sahut Marsel dari dalam kamar dengan suara parau khas orang baru bangun tidur.

“Bangun, Sel,” katanya membuka pintu kamar adiknya dan mendapati si bungsu yang masih berbalut selimut. “Marsel,” Maharani mengguncang pelan tubuh adiknya.

“Aaah, iya, Kak,” protes remaja itu.

“Bangun sih. Udah ditunggu di bawah tuh sama Ibu sama Ayah.”

            “Iya iya,” Marsel langsung duduk dengan matanya yang masih tertutup.

“Sikat gigi sama cuci muka sana.”

Dengan langkah gontai, si bungsu yang duduk di bangku kelas 3 SMA itu, masuk kedalam kamar mandi yang ada di kamarnya. Maharani meninggalkan kamar itu dan skipping jump menuruni tangga.

            “Pagi, Ayah,” Maharani mengecup pipi Ayahnya yang sedang menikmati teh paginya di atas bangku ruang makan.

“Pagi, Ara. Adekmu udah bangun?”

“Udah,” Ara duduk di kiri sang Ayah. Mengambil pisang yang ada di sana. Menghabisinya dan langsung berdiri mengambil apel yang ada di dalam kulkas dan pisau untuk mengupas kulit apel.

“Ara, rabu besok tolong jemput kakakmu ya di bandara,” kata sang Ayah melihat anaknya mengupas kulit apel.

“Kak Miranda pulang?” mata Maharani berbinar mendengar sang kakak yang sudah 2 tahun di tempatkan di kantor cabang di Kalimantan, akhirnya pulang.

            “Iya. Terus kamis pagi kamu ikut rapat sama BoD dan pemegang saham ya.”

“Oke, Yah. Emang ada pembahasan apa, Yah?”

“Bahas soal pengangkatan Dona jadi Direktur.”

“Haaaaah, pasti masih banyak yang nentang.”

“Begitulah. Bahkan sepupu-sepupu jauhmu juga pada gak setuju.”

“Heran aku. Kenapa sih mereka?”

“Kata mereka sih Dona masih terlalu muda dan dia perempuan.”

“Ckckck,” Maharani menggeleng-gelengkan kepalanya. “Udah taun segini masih aja.”

            “Udah-udah. Jangan bahas kerjaan, nanti malah jadi pada emosi ya,” Ibu datang meletakkan sayur capcay yang menggoda di tengah meja makan. Maharani langsung merapikan sampah kulit apel dan pisau yang tadi dia pakai. “Marseeel, ayo makan,” kata sang Ibu melihat anak bungsunya baru datang.

“Wih kaarage,” Marsel dengan semangat langsung menyendok nasi di atas piringnya dan mengambil banyak kaarage.

“Kan kamu yang minta,” jawab sang Ibu. “Kamu nanti mau nemenin Ibu gak, Sel? Ibu mau ketemu sama temen-temen Ibu.”

“Sekalian ke toko buku ya, Bu.”

“Iya.”

            “Ra, temenmu yang arsitek itu siapa namanya?”

“Kak Baskara.”

“Nah iya. Belom lama Ayah ketemu sama Om Lubis, beliau salut banget sama kinerja temenmu itu loh. Etika kerjanya, cara komunikasinya, bahkan untuk designnya aja Om Lubis sampe seneng banget.”

“Cottagenya udah mulai pembangunan ya, Yah?”

“Iya. Katanya, seminggu ini bahkan Baskara langsung yang ngawasin ke sana.”

Pantesan updatean storie-nya pantai terus, kata Maharani dalam hatinya.

“Om Lubis juga bilang, Nak Baskara ini terlihat antusias setiap kali ngebahas tentang arsitektur. Dia bisa ceritain sejarah dan cerita yang melatarbelakangi design tiap bangunan. Ayah jadi pengen ketemu sama temenmu itu, Ra.”

            “Ketemu ngapain, Yah?” tanya Maharani.

“Ngobrol. Sekalian tukar ide. Siapa tau dia menyanggupi untuk design showroom ADT Motors.”

“Kalo di kasih kerjaan pasti bakal di sanggupi, Yah,” ujar Ibu membuat sang Ayah tertawa. Benar juga ya. Mana ada orang menolak kalau di kasih kerjaan.

“Nanti aku kabarin ke Kak Baskara ya, Yah.”

“Gak usah. Nanti Ayah langsung aja yang hubungi. Kamu ada kartu namanya?”

“Ada kok. Nanti aku kasih ke Ayah kartu namanya.”

...♥...

1
Shion Fujino
Menarik perhatian.
Winifred
Aduh, gak sabar pengen baca kelanjutannya!
luhax
Bagus banget deh, bikin nagih!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!