NovelToon NovelToon
Milikku Selamanya

Milikku Selamanya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Crazy Rich/Konglomerat / Aliansi Pernikahan / CEO Amnesia
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: erma _roviko

Bukan pernikahan kontrak! Satu atap selama 3 tahun hidup bagai orang asing.

Ya, Aluna sepi dan hampa, mencoba melepaskan pernikahan itu. Tapi, ketika sidang cerai, tiba-tiba Erick kecelakaan dan mengalami amnesia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon erma _roviko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Misi Aluna

Pukul 04.30 pagi. Lampu-lampu jalan di kawasan elit Mansion itu baru saja meredup, digantikan oleh semburat abu-abu fajar yang samar.

Aluna memarkir sedan hitamnya dengan gerakan halus, jantungnya berdetak liar di balik tulang rusuknya, memompa adrenalin yang dingin ke seluruh nadinya. Ini bukan lagi urusan cinta yang romantis, tapi ia lakukan demi menyelamatkan cinta itu sendiri.

Janji yang ia ukir dengan Bima, mengamankan kunci fisik Bank Swasta Abadi dan sidik jari Erick harus tuntas sebelum matahari mencapai puncaknya. Waktu yang mustahil, tetapi satu-satunya jendela kesempatan.

Aluna menyelinap masuk melalui pintu belakang, sehalus bayangan yang ditarik senyap. Di dalam, Mansion mewah itu diselimuti oleh kesunyian yang tebal, hanya dipecahkan oleh dengungan AC sentral dan cahaya rembulan yang jatuh dari jendela skylight.

Ia berdiam sejenak di ambang pintu kamar tidur utama. Erick tidur telentang, bahunya yang lebar rileks di atas bantal sutra, nafasnya berat dan teratur, bunyi yang selama tiga tahun terakhir menjadi simfoni yang menghantuinya.

Aluna mendekat, menundukkan kepala, dan mengecup lembut kening Erick yang terasa hangat.

“Ini demi kita, Sayang,” bisiknya, suaranya tercekat. Sebuah kebohongan yang tulus. Ia harus mencuri dari pria yang dicintainya, demi masa depan yang takkan mereka miliki jika kebenaran ini tidak terungkap.

Aluna bergerak cepat ke ruang kerja Erick. Ruangan itu adalah kapsul waktu dari pribadi Erick yang lama, dingin, rapi, dan sarat dengan aura CEO yang tegas.

Ia berdiri di depan lukisan abstrak bergaya de Stijl blok warna yang tajam, kaku, mencerminkan tembok emosional Erick yang ia kenal.

Dengan kekuatan yang ia sendiri tak tahu berasal dari mana, Aluna menarik lukisan itu ke samping. Di balik dinding, brankas baja Safe Bank menyambutnya.

Tangannya gemetar hebat, bukan karena takut tertangkap, tetapi karena ia sebentar lagi akan membuka kotak kehidupan pernikahan mereka. Ia menekan tombol power, dan layar kristal meminta kode enam digit.

“041111,” bisik Aluna, tanggal lahirnya.

Klik!

Kunci mekanis brankas berputar. Pintu brankas terbuka dengan dengungan pelan, menyerahkan rahasianya.

Di dalamnya, Aluna melihat tumpukan dokumen tebal yang diikat dengan pita merah dan sebuah amplop coklat mencolok berlabel, THE END.

Amplop itu terasa tebal dan dingin di tangannya.

Aluna sudah mendapatkan kunci utama, tetapi rasa tidak puas merayap. Bima mungkin akan puas, tetapi Aluna tidak. Ia harus memahami mengapa ancaman pangeran biru dan kebekuan emosional selama tiga tahun tidak mungkin hanya didasarkan pada kekhawatiran yang dangkal.

“Apa yang membuatmu takut, Erick? Apa yang membuatmu mengorbankan segalanya?” gumamnya, matanya menyapu isi brankas.

Ia mengalihkan pencariannya dari dokumen bisnis ke hal-hal yang lebih pribadi, buku catatan, rekaman, atau apa pun yang menunjukkan pikiran dingin Erick. Akhirnya, di sudut terdalam, ia melihat sebuah buku harian kecil bersampul hitam, tersembunyi di balik tumpukan obligasi.

Aluna meraihnya, membalik halaman-halaman itu dengan kecepatan yang terdesak. Ia mencari titik balik, momen yang mengubah Erick yang obsesif mencintainya menjadi Erick yang menyia-nyiakan cinta itu.

Saat jari-jarinya menyentuh sebuah halaman, memori yang menyakitkan itu menyeruak, seperti sengatan listrik.

Aluna mengingat tanggal spesifik di mana ia pernah ditegur Erick dengan sangat keras di depan karyawan, tepat setelah ia menerima telepon dari ibunya.

Itu terjadi tak lama setelah pernikahan mereka. Aluna baru memulai proyek amal desain, dan ia menerima telepon yang mendesak dari ibunya, yang sakit dan membutuhkan bantuan finansial darurat.

Aluna, yang sedang menangis di balkon kantor, menyadari betapa rentannya idealismenya tanpa uang.

Erick, menghampirinya. Awalnya, ia tampak prihatin, membelai rambutnya. Tetapi begitu Aluna, dengan air mata dan suara tercekat, meminta bantuan untuk ibunya, raut wajah Erick berubah drastis, menjadi dingin, meremehkan.

“Jangan bawa masalah keluargamu kesini, Aluna. Kita sudah menikah. Kau harus profesional. Kau tahu, aku membayarmu untuk tampil, bukan untuk emosi!”

Kata-kata itu menghantam Aluna seperti pukulan telak. Itu adalah awal dari kebekuan yang mematikan di antara mereka.

Aluna mencari tanggal insiden itu di buku harian Erick, 10 Oktober 2022.

Di bawah tanggal itu, terdapat entri yang ditulis dengan huruf kapital yang tebal dan tajam, seperti pisau.

‘[10/10/2022. KEGAGALAN. Dia menangis karena uang. Aku tidak cukup kuat. Aku tidak cukup cepat.

Uang tidak bisa membeli kepuasan ibunya. Aku gagal melindunginya dari kenyataan. Dia akan meninggalkanku. Dia akan menemukan ’Pangeran Biru’ itu.

Aku harus membiarkannya pergi sebelum aku menghancurkan idealisme itu sepenuhnya.]’

Aluna tersentak, air matanya menetes, membasahi tinta yang tajam itu. Seluruh tragedi, seluruh tiga tahun penderitaan, terletak pada paragraf pendek ini. Erick tidak menjadi dingin karena tidak mencintai Aluna. Sebaliknya, dia mencintainya begitu dalam sehingga dia menginterpretasikan permintaan bantuan finansial Aluna sebagai bukti kegagalannya sebagai seorang suami.

Dia yakin dia tidak layak. Dia yakin Aluna akan meninggalkannya untuk mencari pangeran biru, sosok ideal yang bisa melindungi Aluna dari kejamnya dunia nyata dan mempertahankan idealismenya.

Erick memilih untuk mendorongnya menjauh, untuk melindunginya dari dirinya sendiri.

“Kau mencintaiku... Sampai kau rela menghancurkanku,” pikir Aluna, rasa pahit bercampur dengan pemahaman yang menghancurkan.

Saat Aluna hendak menutup brankas, matanya menangkap sesuatu yang berkilauan di sudut terdalam, sebuah kunci kecil yang sangat berbeda dari kunci Bank Abadi yang besar.

Kunci itu ramping, terbuat dari perak, dan terlihat seperti kunci laci arsip atau safety box kantor.

Kunci apa ini?

Ini jelas bukan kunci rumah atau mobil. Kunci ini pasti terkait dengan sisa-sisa arsip masa lalu Erick, mungkin disimpan di kantor pribadinya di Galaxy Group.

Dokumen perceraian utama ada di Bank Abadi, tetapi bukti pribadi tentang ‘Pangeran Biru’ atau rincian spesifik rencana perceraian mungkin tersimpan di laci pribadinya.

“Ini pasti laci di kantornya,” bisik Aluna, memegang kunci perak itu. Itu adalah petunjuk baru, tidak terduga, yang muncul seolah takdir menuntunnya.

Aluna menutup brankas, menyembunyikan semua kebenaran yang baru ia temukan di balik lukisan abstrak yang kaku.

Target berikutnya adalah sidik jari Erick, sekarang juga.

Ia bergerak kembali ke kamar tidur, keheningan di sana terasa mengancam. Aluna berjongkok di samping ranjang, mengeluarkan scanner Bima yang seukuran kotak korek api. Waktu kritis untuk mencuri sidik jari adalah saat Erick berada dalam fase tidur nyenyak.

Aluna menyentuh tangan Erick yang tergantung di tepi ranjang. Pria itu sedikit menggeliat, mengerutkan kening sejenak, tetapi tidak bangun.

Dengan nafas tertahan, Aluna mengangkat tangan kanan Erick yang rileks.

Jari telunjuk Erick terasa hangat dan tebal di tangannya. Ia harus melakukannya dengan sempurna, tanpa membuat Erick terbangun.

Ia meletakkan ujung jari telunjuk Erick ke permukaan scanner yang dingin.

Alat itu berkedip Merah. Percobaan pertama gagal.

Aluna menarik tangannya, jantungnya berpacu lebih cepat. Ia menunggu beberapa detik, lalu mencoba lagi, kali ini lebih hati-hati, memastikan jari itu rata sempurna di permukaan kaca.

Hijau!

Success!

Aluna menarik tangannya dengan cepat, keringat membasahi pelipisnya. Ia telah mengamankan kunci dan sidik jari.

Pagi menjelang, dan langit di luar jendela mulai berwarna keemasan. Aluna harus bersiap, tidak hanya untuk hari yang panjang, tetapi juga untuk rencana penyusupan.

"Aku akan memberinya sarapan pagi ini," pikir Aluna, senyum kecil, senyum yang menyembunyikan rencana berbahaya merekat di wajahnya.

"Dan aku akan membawanya ke kantor."

Aluna memutuskan menggunakan alasan mengantar Erick ke kantor untuk masuk ke gedung utama Galaxy Group. Kantor itu kini kosong karena amnesia Erick, dan Aluna yakin Bima sudah mengatur keamanan perimeter untuk membantunya masuk.

“Jika Bima bisa masuk, aku juga bisa,” tekad Aluna. “Kunci perak ini akan memberiku jawaban terakhir yang aku butuhkan, sebelum aku menghancurkan semua masa lalu kita dan menyatukan kembali Erick yang baru dan diriku yang baru.”

Aluna bangkit, menyimpan kunci Bank Abadi, kunci laci perak, dan scanner sidik jari. Ia harus menunjukkan Erick yang baru bahwa ia mencintainya, memberinya harapan dan kehangatan, sebelum ia pergi ke kantor untuk menghancurkan sisa-sisa ketakutan Erick yang lama di laci kantornya.

1
kalea rizuky
lanjut donk
erma _roviko: Siap👍
total 1 replies
kalea rizuky
Aluna pura2 bahagia g enak mending jujur trs cerai biar aja erik gila sebel q liat laki. gt
Soraya
hadiah pertama dari q lanjut thor
erma _roviko: siap😍😍
total 1 replies
Soraya
mampir thor
erma _roviko: Makasih kak😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!