Takdir Gadis Pelunas Hutang

Tiga hari kemudian. Setelah kejadian didapur Satria pun sangat marah dan tidak pulang kerumah, semua orang juga tahu kalau Satria memanglah suka tidak pulang ia tidur dikantornya.

Pagi hari. Tidak seperti biasanya Jingga ikut sarapan bersama dirumah utama bersama dengan yang lainnya.

"Aku kangen sama Eyang dan Daddy, sepi sekali rumah om Arya, om Raka, bisa tidak hari ini temani aku main?" pinta Dennis sambil mengunyah rotinya dengan sendu.

"Hari sabtu aku dan Mas Arya harus ke perkebunan Dennis," balas Raka.

" Memangnya Daddymu kemana?" sambung Jingga.

Arya dan Raka saling memandang, karena pertanya'an JIngga sangat aneh, suaminya sendiri tidak tahu pergi kemana.

"Aku tidak tahu terakhir mau pergi dia marah-marah dan menendang pot bunga di depan dan setelah itu tidak kembali sampai 3 hari ini, memangnya mbak Jingga tidak tahu Daddy kemana?" tanya Dennis dengan heran.

Jingga pun menggelengkan kepalanya.

"Sudah aku jalan dulu sama Raka, kamu mainlah dengan mbak Jingga ya, apa mau ikut dengan om?"

"Tidak, aku mau main dengan mbak Jingga." balas Dennis. Arya pun mengangguk lalu pergi bersama Raka.

"Mbak gimana sih masa Daddy tidak pulang tidak tahu, pantas saja. Daddy marah." kata Dennis.

"Apa gara-gara waktu kejadian didapur dia sampai marah dan tidak mau pulang?" batin Jingga.

"Memangnya Daddymu suka marah?"

"Iya kalau dia kesal ya marah dan yang kenanya kita semua aku rasa penjaga dan pelayan pun kena deh." sahut Dennis.

"Lalu harus apa supaya Daddy mu tidak marah?" tanya Jingga dengan polosnya.

"Ck... Mbak ini aneh sekali, pantas saja Daddy marah, mbak gak peka sekali mau Daddy bagaimana. Nanti kalau pulang cium saja pasti luluh."

"Cium?" gumam Jingga.

"Yes Daddy itu suka dicium, dia itu terlihat galak dan garang tapi hatinya kaya hellokitty mbak." celoteh Dennis.

Jingga hanya mengangguk-angguk saja. Dennis hanya menggelengkan kepalanya saja.

"lebih baik ke kamarku yuk kita nonton Movie, kapan lagi kita ada waktu." ucap Dennis sambil memegang tangan Jingga untuk pergi ke kamarnya.

Hati Dennis begitu senang karena Jingga mau dengannya ia seperti mendapatkan hadiah yang besar.

"Mbak sini duduk." ucap Dennis sambil menepuk kasurnya. Jingga hanya mengangguk lalu duduk.

"Mbak mau nonton apa?" tanya Dennis dengan antusias.

"Terserah kamu, kamu yang ngajak nonton." sahut Jingga dengan nada yang biasa saja.

"Hm... Kalau aku suka Avenger mbak, tapi sudah bosan itu sudah diulang-ulang nontonnya, kali saja mbak mau nonton drama korea atau yang lainnya nanti aku carikan." tutur Dennis yang sudah mulai kesal.

"Aku tidak pernah nonton begituan" sahut Jingga.

"Astaga... Mbak membosankan sekali, sudah biar aku yang pilih." ucapnya lalu Dennis pun memilih movie. Ia tiduran diatas pahanya Jingga namun Jingga hanya berexpresi biasa saja. Ia duduk dengan fokus tidak bicara apa pun sampai movienya selesai.

Sedangkan Dennis malah tertidur. Jingga memindahkan Dennis ke atas tempat tidurnya lalu mematikan tvnya dan keluar.

Jingga melihat para pelayan tengah sibuk membersihkan rumah dengan tugasnya masing-masing.

"Aku harus apa, apa aku harus bicara dengan Mas Satria, aku sangat malas sekali, dia begitu arogan dan ucapannya sangat pedas, tapi walau bagaimanapun dia adalah suamiku, dan Eyang sudah menaruh harapan banyak dariku, ya tuhan baiklah kali ini aku akan mengalah." batinnya.

Tidak lama kemudian Jingga mendengar suara sepatu memasuki rumah yang tak lain adalah Satria. Jingga pun menghampiri Satria. "Mas" sapa Jingga.

Satria melewati Jingga begitu saja tanpa melihatnya sedikit pun ia begitu kesal dengan Jingga yang menurutnya sangat angkuh.

"Kau, kemari" ucap Satria yang memanggil pelayan.

Pelayan tersebut pun sangat senang karena jarang-jarang Satria bicara dengan pelayan. "Buatkan saya kopi!"

"Baik Den, tunggu sebentar." ucapnya.

Jingga hanya berdiri didekat Satria sa'at hendak berjalan pelayan yang membawakan kopi pun menabrak Jingga. "Aw..." ucap Jingga yang terkena tumpahan kopi.

"Mbak kamu gimana sih, apa tidak lihat aku sedang membawa kopi." Seru Pelayan tersebut dengan kesal.

Satria pun bangun dan mencengkram Pipi Pelayan tersebut. "Siapa kamu hah, berani sekali mengeraskan suaramu dengan istriku!" ucap Satria yang begitu emosi sambil mencekik pelayan tersebut.

"Mas, sudah mas, aku tidak apa-apa." ucap Jingga sambil menahan tangan Satria.

"Maryati, suruh dia kemas barangnya! Aku tidak mau melihatnya ada disini lagi kalau masih ada nanti aku akan menembaknya!" perintah Satria.

"Baik Den," ucap Maryati dengan tangan bergetar.

"Dan kamu ke kamarku sekarang!" Kata Satria kepada Jingga. Jingga pun mengangguk lalu mengekori Satria dari belakang.

Jantungnya berdebar-debar tidak karuan. Ia serasa mau dihukum yang berat, tapi ia tidak melakukan kesalahan apapun. banyak pertanya'an didalam hatinya.

Satria masuk ke dalam kamarnya begitu pun dengan Jingga. Jingga berjalan pelan memasuki kamar Satria yang begitu megah dan wangi. Kamarnya bernuansa abu dengan barang-barangnya yang tertata rapih.

"A-ada apa mas, menyuruhku kesini?" tanya Jingga dengan tergagap.

"Kamu adalah Istriku Jingga, jadi kamu harus melayaniku dan memenuhi semua kebutuhanku termasuk tidur denganku, kapan pun aku mau!"

Glek... Jingga menelan ludahnya dengan kasar. "Bukan kah mas yang bilang kepadaku kalau kita tidur terpisah dan mas tidak ingin menyentuhku? Kenapa sekarang minta di layani?"

Satria menatap Jingga dengan penuh emosi. "Kamu hanya gadis pelunas hutang! jadi jangan angkuh menurut saja apa yang aku katakan!" ucap Satria dengan nada penekanan.

Jingga pun hanya terdiam hatinya begitu sakit karena ia begitu rendah dimata Satria. Ia hanya bisa pasrah dan menerima kenyata'an kalau memang dirinya memanglah gadis pelunas hutang.