 
                            Aprilia, gadis desa yang dijodohkan dengan Vernando, pria tampan dan kaya raya, harus menelan pil pahit kehidupan. 
Alih-alih kebahagiaan, ia justru menerima hinaan dan cacian. Vernando, yang merasa memiliki istri "jelek" dan "culun", tak segan merendahkan Aprilia di depan teman-temannya. 
Kesabaran Aprilia pun mencapai batasnya, dan kata "cerai" terlontar dari bibirnya. 
Mampukah Aprilia memulai hidup baru setelah terbebas dari neraka pernikahannya? Atau justru terjerat dalam masalah yang lebih pelik?
Dan Apakah Vernando akan menceraikan Aprilia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Surga Dunia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps13
Pagi itu, halaman rumah Yuka yang luas sudah dipenuhi suasana penantian. Zio berdiri gelisah di rerumputan hijau, matanya tak lepas menatap gerbang, menunggu kedatangan sosok yang ia janjikan.
Tak jauh dari putranya, Yuka duduk di bangku halaman, fokusnya tertanam pada layar laptop. Meskipun jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, sesekali matanya akan terangkat, mengawasi Zio.
Tak lama kemudian, sebuah motor butut terdengar mendekat. Aprilia datang, memarkirkan kendaraannya di tempat biasa.
"KAK APRIL!" teriak Zio, suaranya melengking penuh kegembiraan, lari sekencang-kencangnya menyambut Aprilia.
Mendengar teriakan itu, Yuka mendongak. Ia melihat Aprilia tersenyum tulus, senyum yang entah mengapa, terasa menenangkan bagi mata Yuka.
Aprilia berjalan menghampiri ayah dan anak itu.
"Selamat pagi, Zio!" sapanya riang, lalu menoleh sopan ke arah Yuka.
"Selamat pagi, Pak Yuka."
"Pagi." jawab nya singkat
Yuka lalu menutup laptopnya, menatap Aprilia dengan wajah datarnya yang khas.
"Hari ini kamu tak perlu membersihkan rumah. Temani Zio bermain saja. Semalaman dia merengek ingin ditemani bermain."
"Baik, Pak. Tentu saja."
Zio segera menarik tangan Aprilia dan mengambil bola sepak di dekatnya. "Ayo, Kak April! Temani aku bermain!"
Aprilia tertawa kecil dan mulai berlari pelan mengejar Zio di sekitar halaman. Sementara itu, Yuka kembali duduk di bangku yang sama.
Ia membuka lagi laptopnya, seolah ada magnet kuat yang menariknya pada tumpukan pekerjaan.
Sebenarnya, jika Zio tidak menuntutnya untuk berada di rumah hari ini, pasti kini ia sudah terperangkap di ruang kantornya.
Namun, ia memilih tetap di sana, mengawasi putranya yang kini tampak hidup dan bahagia ditemani Aprilia.
Setelah beberapa jam berlalu dalam kejar-kejaran bola dan tawa riang, Zio mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan.
Keringat membasahi dahinya, dan napasnya memburu. Matahari pun kini sudah tegak, sinarnya terasa membakar.
"Kak April, ayo masuk," ajak Zio, suaranya sedikit lemas.
Yuka, yang sedari tadi mengawasi sambil langsung menyambut. "Iya, ayo main di dalam. Di luar mataharinya sudah panas."
Aprilia mengangguk. Mereka bertiga berjalan masuk ke dalam rumah yang sejuk.
"Kak April," seru Zio lagi, penuh semangat. "Ayo main di ruang bermainku!" Zio lalu menoleh ke ayahnya. "Papa juga ikut, ya?"
Yuka langsung menggeleng. "Kamu main sama Kak April saja. Papa mau ke ruang kerja."
Wajah Zio langsung berubah muram. Bibirnya melengkung ke bawah. "Tapi Papa kan sudah janji hari ini mau nemenin aku main, Pa!" teriak Zio, sedikit merengek. "Cuma satu hari saja, Pa!"
Melihat wajah putranya yang memelas, Yuka akhirnya menghela napas panjang. Ia menutup laptopnya, menaruhnya di meja terdekat, dan mengangguk pasrah.
Raut wajah Zio langsung bersinar penuh kemenangan.
Zio, Aprilia, dan Yuka berjalan beriringan menuju ruangan bermain.
Begitu pintu terbuka, mata Aprilia langsung berbinar. Ruangan itu dipenuhi koleksi mainan yang luar biasa lengkap, mulai dari robot canggih hingga set lego berukuran besar. Zio sangat beruntung, pikir Aprilia.
"Kita main puzzle yuk, Pa!" usul Zio.
Yuka mengangguk, lalu mengambil sebuah kotak puzzle dinosaurus raksasa. Mereka bertiga Aprilia, Zio, dan Yuka duduk melingkar di atas karpet, mulai bekerja sama mencari kepingan yang cocok.
Canda tawa Zio dan Aprilia kini memenuhi ruangan itu. Sesekali, Yuka pun ikut tertawa geli mendengar celotehan Zio atau candaan polos dari Aprilia.
Tepat saat Yuka tertawa lebar karena berhasil menemukan kepingan yang mereka cari, Aprilia sempat tertegun.
Ia melihat Yuka, pria yang selalu berwajah datar dan kaku itu, kini tertawa lepas. Garis wajahnya melunak, dan matanya memancarkan kehangatan.
Ternyata... dia semakin tampan jika tertawa, batin Aprilia, pipinya terasa sedikit menghangat tanpa ia sadari.
Suara ketukan halus terdengar dari pintu ruang bermain.
"Tuan, maaf mengganggu. Saya bawakan camilan dan minuman segar."
"Masuk," jawab Yuka singkat.
Mbak Yuli mendorong pintu, membawa nampan berisi potongan buah segar dan jus dingin.
Matanya menyapu pemandangan di depannya—Aprilia, Zio, dan Yuka, ketiganya duduk melingkar di karpet, kepala mereka saling berdekatan, tawa kecil masih tersisa di udara.
Senyum tulus mengembang di wajah Mbak Yuli. Sudah sangat lama rumah megah ini terasa dingin dan sepi, tanpa ada tawa riang Zio yang menular, apalagi tawa Yuka yang jarang sekali terdengar.
Ia merasakan kehangatan yang hilang itu kembali hadir.
"Silakan dinikmati, Tuan." ucap Yuli Ia meletakkan nampan itu di meja.
"Terima kasih," jawab Yuka, tanpa banyak ekspresi.
"Makasih, Mbak!" ucap Aprilia dan zio hampir serentak.
Mendengar diri mereka mengucapkan kata yang sama persis di waktu yang bersamaan, Aprilia dan Zio saling pandang dan kembali tertawa geli.
Yuka pun ikut tersenyum tipis melihat tingkah lucu mereka.
"Sama-sama. Selamat bersenang-senang lagi." jawab Yuli yang ikut tertawa, Ia mundur perlahan, meninggalkan mereka dalam suasana akrab itu.
 
                     
                     
                    