NovelToon NovelToon
Ayo, Menikah!

Ayo, Menikah!

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Romantis / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Office Romance / Cintapertama
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: QueenBwi

Arkan itu cowok baik—terlalu baik malah. Polos, sopan, dan sering jadi sasaran empuk godaan Elira, si gadis centil dengan energi tak terbatas.

Bagi Elira, membuat Arkan salah tingkah adalah hiburan utama.
Bagi Arkan, Elira adalah sumber stres… sekaligus alasan dia tersenyum tiap hari.

Antara rayuan iseng dan kehebohan yang mereka ciptakan sendiri, siapa sangka hubungan “teman konyol” ini bisa berubah jadi sesuatu yang jauh lebih manis (dan bikin deg-degan)?

Cinta kadang datang bukan karena cocok—tapi karena satu pihak nggak bisa berhenti gangguin yang lain.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QueenBwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tiga Puluh Empat

Arkan serasa kena jetlag, kepalanya pening dan badannya terasa tidak enak sekali. Bagaimana tidak, ia bolak-balik Jakarta-Bandung dalam sehari dan belum makan sama sekali. Hanya meneguk teh buatan Emi dan satu biskuit, itupun tidak habis.

Tapi demi membuat sang ayah tak curiga Arkan harus begitu. Saat tiba di Jakarta ia tak langsung pulang ke apartemennya, pria itu langsung menuju ke perusahaan.

Kaki jenjangnya melangkah tidak semangat, sesekali membalas sapaan para karyawan. Tidak jarang keningnya akan mengerut karena mendapati beberapa karyawan yang tengah bergosip saat melihatnya— biasanya sih memang begitu tapi ini terasa beda.

Mengabaikan hal itu, Arkan hanya fokus ke tujuannya. Memasuki lift yang untungnya kosong dan memencet tombol dimana ruang presdir berada.

Tidak butuh waktu lama ia sudah tiba dilantai paling atas. Mengernyit bingung sekali lagi ketika melihat ada banyak orang yang mondar-mandir sambil membawa kardus besar berisi map-map serta buku-buku.

Ada apa?

Jadi ia mendekati si sekretaris ayahnya. "Mba Hana .. Ada apa ini?"

Wanita cantik yang bekerja sebagai sekretaris itu membungkuk sejenak lalu tersenyum canggung.

"Dari tadi pagi orang-orang pengadilan datang dan membawa berkas-berkas dari ruangan presdir. Bahkan bagian keuangan pun juga sama."

Tanpa banyak kata Arkan masuk keruangan sang ayah yang bisa dibilang cukup berantakan.

Masih terdapat beberapa orang yang tengah sibuk memasukkan berkas-berkas itu kedalam box kardus.

Lalu matanya menatap sang Ayah yang berdiri tanpa ekspresi didekat mejanya. Seolah pasrah dan tak bisa melakukan apapun.

"Ayah.."

Tuan Harsa menoleh, menatap sibungsu sejenak sebelum melangkah keluar.

"Ikut ayah," Katanya.

***

Di atap gedung..

Arkan hanya diam memperhatikan sang ayah yang memang nampak gusar. Bahkan kini ia terkejut ketika pria paruh baya itu mulai menghisap sebatang rokok.

Sejak kapan ayahnya menjadi perokok?

"Ayah.."

"Arkan, Pernikahanmu dengan Sena ayah percepat jadi lusa."

Hal itu membuat Arkan semakin bingung tapi juga kaget.

"Ayah.. Apa maksudmu?"

Tuan Harsa berbalik dan menatap sibungsu sembari menghisap rokoknya.

"Ikuti saja kataku. Nikahi dia dan kita akan baik-baik saja."

Selalu seperti ini, selalu seenaknya sendiri. Kenapa dirinya tak diberikan hak untuk mengutarakan pendapatnya.

"Tidak," tolak Arkan tegas.

"Ini bukan waktunya berdebat, Arkan. Lakukan saja perintahku."

"Aku tidak mau."

"Arkan!" bentakan tuan Harsa yang tegas dan penuh rasa marah itu tak membuat Arkan gentar sama sekali.

Anak itu malah menatap sang ayah menantang.

"Perusahaan kita sedang diselidiki oleh pengadilan, jika mereka menemukan sesuatu yang ganjal maka tamatlah kita. Perusahaan akan bangkrut, ribuan karyawan harus diberhentikan dan kau harus siap hidup susah! Semua itu akan terjadi karena sikap kekanakkanmu itu!" Nafasnya terdengar terengah-engah, Tuan Harsa menjatuhkan puntung rokoknya dan menginjaknya kasar.

"Satu-satunya cara agar kita selamat yaitu dengan kau menikahi Sena! Cukup lakukan itu saja! Jadilah berguna untukku Arkan! Bukan seperti Kakakmu itu!" tekannya lagi hendak pergi tapi langkahnya berhenti karena teriakan lantang Arkan.

"HENTIKAN!" Geramnya, menatap nyalang sang ayah.

"AYAH BOLEH MERENDAHKANKU, TAPI TIDAK DENGAN KAK ARFAN!" Pria itu menarik nafas sejenak dan kembali menatap ayahnya yang masih melihatnya tak percaya.

"Seperti yang pernah kubilang, aku takkan menikahi Sena. Dan jika perusahaan ini harus berakhir, maka itulah yang akan terjadi. Ayah, aku lebih memilih hidup susah ketimbang menjual harga diriku."

Bisa Arkan lihat amarah Tuan Harsa yang menggebu. Pria tua itu mendekati Arkan dengan cepat lalu..

BUGH!

Menghantam kuat rahang puteranya sendiri hingga Arkan tersungkur kebelakang.

"Kau akan menuruti perintahku. Jika tidak, kau tahu aku takkan segan menghabisi setiap orang yang kau kenal!" Ancamnya sembari menunjuk wajah Arkan marah kemudian ia pergi begitu saja.

Arkan meremat kedua jemarinya erat sekali dengan wajah memerah menahan amarah. Bahkan kedua matanya terlihat berkaca seperti akan menangis.

Pada akhirnya Arkan hanya berakhir memukul lantai atap perusahaannya dengan kuat beberapa kali, bahkan hingga tangan kanannya berdarah. Tapi ia tak perduli, Arkan hanya butuh tempat untuk melampiaskan rasa marahnya.

***

Hari ini seharusnya Arkan bersama ayahnya untuk bertemu dengan Sena dan keluarganya untuk membahas pernikahan mereka. Tapi Arkan kabur begitu saja ke Bandung, dimana Elira berada.

Ia merindukan gadis manis itu. Tidak bertemu selama dua hari membuatnya jadi rindu setengah mati.

Dia tak perduli dengan ancaman sang ayah, karena ia yakin Tuan Hans akan melindungi setiap orang yang dirinya sayang.

Seperti janjinya tempo hari dan kali ini Arkan percaya.

Saat tiba di Mansion keluarga Elira, ia disambut oleh Emi dan Arfan yang tengah menikmati matahari terbenam diteras depan. Bahkan ada Sherin yang tengah bermain dengan Farhan.

"Dimana Salva?" tanyanya.

"Kembali Ke Jakarta," jawab Arfan.

Arkan sontak melotot. "Apa? Kenapa kakak membiarkannya? Kalau terjadi—"

"Nona Salva bersama Nona Ayana, jadi anda tak perlu cemas Tuan," jawab Farhan kalem.

"See? Adik manismu itu aman, Arkan," Goda Arfan dengan senyuman jahilnya. Karena perlahan ia tahu, Arkan mulai menyayangi Salva dan Sherin selayaknya adik mereka sendiri.

Hanya saja ia terlalu malu untuk mengakui.

Arkan berdecak sebal. "Elira mana?"

"Dikamar. Sedang tidur sehabis disuapi bubur— yak..! Tanganmu kenapa?!" pekik Emi syok saat melihat tangan kanan Arkan yang diperban dan bisa terlihat sedikit bekas darah dibuku-buku jarinya.

Pria itu hanya tersenyum tipis lalu berjalan masuk menuju kamar sang tercinta mengabaikan panggilan Emi yang cemas padanya.

Baru saja ia membuka pintu kamar, ia sudah mendengar suara Elira yang sedang muntah dikamar mandi. Kakinya dengan cepat melangkah hampir berlari, mendapati si cantik yang tersungkur dilantai kamar mandi dengan kepala mengarah ke lubang kloset.

"Elira!" Pekiknya.

Tapi hanya suara muntahan Elira yang menjadi jawaban. Ia ikut berlutut dan memijat tengkuk gadis itu.

Bisa ia rasakan nafas Elira yang terengah-engah. Begitupun wajahnya yang memucat dengan kedua mata sayu. Lalu detik berikutnya Elira tak sadarkan diri.

"Sayang astaga!" Dengan gerakan cepat Arkan mengangkat tubuh Elira ala bridal dan langsung membawanya ke atas ranjang. Kemudian keluar dari kamar dan berteriak panik dari lantai atas.

"Kak Emi! Kak Arfan! Siapapun telepon dokter sekarang!"

***

Mereka semua berkumpul dikamar Elira dengan raut wajah cemas, sementara dokter masih sibuk memeriksa. Tidak lama sang dokter menatap dengan gelengan kepala dan helaan nafas pelan.

"Apa Saudari Elira meminum obat atau sesuatu?" tanyanya.

"Ya.. Aku memberinya pil untuk membantunya tidur. Dia bilang susah tidur akhir-akhir ini dan meminta obat itu padaku. Apa ada yang salah?" Emi mulai was-was. Berpikir jangan sampai obat yang ia beri ternyata kadaluarsa. Tapi ia baru membeli obat itu kemarin, tak mungkin sudah kadaluarsa.

Sang Dokter tersenyum. "Obatnya tidak salah hanya saja waktunya yang kurang tepat."

"Aku tidak mengerti," Arkan bersuara bingung.

"Saudari Elira tengah mengandung saat ini. Itulah mengapa ia muntah-muntah sampai pingsan dikarenakan efek obat yang tidak dianjurkan untuk mereka yang tengah hamil. Tapi untungnya kandungan beliau tidak ada masalah sama sekali, calon cikal bakal si jabang bayi dalam keadaan sehat. Jika saja si ibu tidak memuntahkan semuanya tadi mungkin kita akan kehilangan janinnya."

Hening.

Arkan menatap tak percaya antara Elira yang masih tertidur dengan si dokter yang tengah tersenyum sembari membereskan barang-barangnya. Kemudian ia menatap Arfan dan Emi yang juga dalam keadaan syok. Bahkan Emi terlihat tak percaya sekali.

"Do-dokter serius? Tidak sedang bercanda kan?" Arkan rasa ia akan memukul si Dokter jika itu lelucon.

Kening sang dokter mengerut kemudian ia tertawa sejenak. "Saya tak mungkin bercanda soal beginian, Tuan. Selamat ya, tunangan anda sedang hamil 3 bulan. Saya permisi kalau begitu."

Dengan itu Arkan jatuh berlutut dilantai kamar dengan air mata yang sudah tak bisa ia bendung lagi. Begitupun Emi yang dengan cepat menghampiri Arkan lalu memeluk adik iparnya itu erat.

"Selamat Arkan..selamat. Kau akan jadi ayah. Jaga Elira dan bayimu baik-baik, oke?"

Arkan tak bisa berkata apapun selain mengangguk dan menangis bahagia penuh rasa syukur.

Elira hamil dan ia tak sabar memberitahu kabar gembira ini pada tunangannya. Membayangkan raut Elira nanti sudah membuat Arkan tersenyum bagai orang gila.

***

"Maaf meminta bertemu tiba-tiba begini."

Sena hanya tersenyum simpul disebelah ibunya.

"Dimana Arkan?" Tanya sang ibu. Karena ini sudah kedua kalinya pertemuan mereka tanpa kehadiran si calon pengantin prianya.

Tuan Harsa tersenyum kaku, meremat tangannya kuat mencoba meredam emosinya karena ulah Arkan.

"Maaf dia sedang—"

"Lupakan. Jadi ada perlu apa meminta pertemuan tiba-tiba ini?"

"Saya hanya ingin mengusulkan agar pernikahan kedua anak kita dipercepat menjadi lusa saja. Bagaimana? Bukankah lebih cepat lebih baik?" Tuan Harsa tersenyum se-ramah mungkin.

Sena mengangkat sebelah alisnya dan menongkat dagunya di sandaran kursinya santai.

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Sena.

Tuan Harsa menatap gadis itu sejenak dengan senyuman tipis. "Seperti yang ayah bilang. Lebih cepat lebih baik, bukankah kalian juga semakin dekat? Hal yang baik jangan terus ditunda. Iya kan?"

"Bukan karena masalah yang sedang dihadapi Perusahaanmu kan, Ayah?" Seba menekan kata Ayah dengan senyuman tipis.

Ucapan Sena membuat Tuan Harsa terdiam dengan wajah kaku.

"A-apa maksudmu? Ayah tidak—"

"Aku tahu perihal kedatangan petugas pengadilan tempo hari. Aku tak tahu ada masalah apa tapi sepertinya itu menyangkut kestabilan perusahaan."

Sang ibu menoleh cepat kearah Sena. "Apa maksudmu sayang?"

"Ibu.. Perusahaan mereka sedang dalam masalah. Dan dengan mempercepat pernikahan ini, calon ayah mertuaku ini berharap perusahaan kita bisa membantu perusahaannya nanti."

Wanita tua yang masih dengan wajah cantik itu menatap Tuan Harsa tak percaya.

"Apa? Jadi kau mau memanfaatkan kami? Maaf Tuan Harsa.. Sepertinya perjodohan ini perlu saya pikirkan kembali. Ayo, Sena.." katanya lalu berdiri hendak pergi sebelum suara Tuan Harsa terdengar begitu memohon.

"Nyonya.. Ini salah paham. Perusahaan saya baik-baik saja. Saya meminta dipercepat agar tidak menjadi bahan gunjingan orang-orang saja. Dan lagipula bukankah. Kedua anak kita saling mencintai?"

Sena berbalik dan menatap Tuan Harsa, tersenyum manis sekali. "Maaf Tuan Harsa. Bukankah pernikahan ini dilakukan untuk memperkuat kerja sama satu sama lain? Tidak ada unsur cinta didalamnya. Seperti yang selalu anda bilang, bukan?" Setelah itu ia membungkuk sopan sejenak sebelum berjalan keluar ruangan bersama sang ibu.

Untuk pertama kalinya Tuan Harsa merasa begitu putus asa dan bingung apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan seluruh perusahaannya.

1
QueenBwi
💜
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!