Kisah Perjodohan seorang CEO yang cantik jelita dengan Seorang Pengawal Pribadi yang mengawali kerja di perusahaannya sebagai satpam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MakNov Gabut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Bab 23
“Jangan bilang ke Melanie tentang kegiatan kita malam ini. Bilang saja kita pergi ke diskotik,” pinta Lukas. Itu akan lebih mudah untuk dijelaskan daripada balapan.
Permata tertawa. “Oke aku janji. Ini rahasia kita berdua.”
Keesokannya di kantor, pagi-pagi Lukas mendapatkan telepon dari nomor baru.
“Halo, ini benar Lukas Brata?” kata suara di seberang sana.
“Siapakah ini?” Lukas dapat menduga dari suaranya. Ini suara orang yang semalam ditemuinya di kawasan elit rumah yang ada arena balapnya.
“Ini Rendi yang semalam.”
“Oh, Rendi. Ada apa?”
“Hadiahmu sudah ada nih. Beri alamatmu dong.” Hadiahnya berupa ferrari keluaran terbaru. Rendi mengatakannya seolah Lukas hanya mendapatkan hadiah blender saja.
Lukas sampai lupa. Semalam dia memenangkan balapan. Hadiahnya mobil ferrari warna merah. “Oh, mau kau yang mengantarkan?”
“Iya dong. Aku merasa terhormat bertemu dengan pembalap hebat sepertimu. Jadi, supaya lebih sah, aku yang akan antarkan mobil itu sendiri.”
Entah kenapa Lukas merasa curiga. “Tidak perlu repot-repot, Ren. Aku saja yang ambil ke sana bagaimana?”
“Oh, begitu? Baiklah kalau tidak keberatan. Ambil di kantorku saja ya. Akan ku-sms alamatnya.”
“Oke.”
Lukas ijin sebentar untuk mengambil ferrari hadiahnya. Lokasinya tidak begitu jauh, jadi dia bisa memesan taksi.
“Terima kasih sudah datang, pembalap jagoan,”sambut Rendi. Lukas tidak melihat adanya Raja. “Mari masuk ke dalam dulu. Ngobrol sambil ngopi?”
“Maaf, aku tidak bisa lama-lama.” Lukas curiga Rendi hanya ingin mengorek-ngorek tentang masa lalunya. Entah bagaimana sepertinya Rendi telah menyelidiki latar belakang Lukas. Dan kini dia ingin mengonfirmasinya.
“Oh, pekerjaan ya?”
Lukas mengangguk.
“Oke, tunggu sebentar.” Rendi mengambilkan kunci mobil dan surat-suratnya. “Mari ke garasi.”
Koleksi mobil mewah di garasi Rendi dan Raja lebih gila lagi. Lebih banyak. Bahkan ada yang seri klasik. Lukas berdecak kagum. Garasi Permata belum ada apa-apanya. “Itu dia mobilmu. Sayangi dia baik-baik ya,” kata Rendi. Menyerahkan kuncinya.
“Terima kasih.” Lukas terkagum dengan ferrari keluaran terbaru hadiahnya. Dia masuk dan menyalakannya. Dia membawa keluar mobil itu untuk penjajalan.
“Bagaimana, asyik kan?” tanya Rendi setelah Lukas berputar di jalanan.
“Ya, ini mobil impianku.”
“Kau layak mendapatkannya. Keren sekali kau. Hebat.” Rendi menepuk pundak Lukas. “Yakin tidak mau ngopi dulu nih?”
“Tidak, aku mesti cari garasi dulu untuk mobil ini.” Lukas tidak mungkin antar jemput Melanie dengan mobil ini. Akan curiga dia.
“Oh, atau mau kurekomendasikan? Sekalian kuberi diskon. Aku punya garasi di pusat kota.” Rendi kelihatan sedang mencari sesuatu di ponselnya.
“Tidak usah repot-repot. Aku balik ya. Terima kasih sekali lagi.”
“Sama-sama, senang bisa mengenalmu. Sampai ketemu kapan-kapan.”
Lukas membawa pulang mobil barunya.
“Tidak bisa diajak basa-basi rupanya.” Rendi menelepon anak buahnya, “ikuti dia ke mana pun dia pergi.”
“Baik tuan muda.”
Sesampainya di kantor, Mario ketua lantai 18 menghampiri Lukas.
“Kau dipindahkan lagi?” Mario dari lantai 18 menggerutu.
“Ha? Ke mana lagi?” Lukas garuk-garuk kepala. Dia sedang santai habis bertugas keliling.
“Ke lantai 30.” Lukas sudah menduga dia akan dipindahkan ke lantai 30 karena Melanie lebih sering di sana daripada lantai 16.
“Kenapa kau? Kok kelihatan malas begitu.” Mario berkacak pinggang. Dia tak suka ada orang diperintah tapi kelihatan malas.
“Siapa kali ini yang meminta begitu?” tanya Lukas.
“Melanie Sukma, CEO.”
Betul saja. Lukas sebetulnya ada rasa senang sedikit ketika Melanie sendiri yang memintanya untuk pindah ke atas. Itu tandanya Melanie sudah sadar kalau dirinya membutuhkan Lukas.
“Aku penasaran, kalian ada hubungan khusus kah?” lanjut lagi Mario penasarannya.
Lukas bilang dirinya dan Melanie sang CEO tidak ada hubungan khusus. Murni hanya kepentingan perusahaan.
“Lalu kenapa selalu kau yang diminta menjaganya? Biasanya Group 1 dan Group 3 bergantian yang menjaga CEO dan komisaris. Waktu itu kau bilang kau tunangannya.” Mario tidak berhenti begitu saja.
“Oh, aku juga tidak tahu. Ah, lupakan tentang itu. Waktu itu aku hanya bercanda.”
Sebelum Lukas mau berdiri untuk membawa tas kerjanya, dia dihentikan lagi oleh Mario. “Aku dengar tentang kejadian di terowongan. Siapa mereka?”
“Ah, hanya perampok biasa. Mereka tahu rombongan yang lewat dari Sukma Group,” kilah Lukas. Informasi itu tidak boleh sembarangan diberitahu ke siapa pun.
“Oh oke, semoga Rozi lekas sembuh. Segeralah kau naik ke lantai 30. Jangan membantah permintaan CEO. Kau tampak malas begitu.” Lukas tidak tahu semenjak kapan Mario terdengar ramah kepadanya.
“Oke oke.”
Semalam tadi Melanie mengomel karena Lukas dan Permata pulang terlalu larut. Perdebatannya sampai melibatkan tuduhan pembunuhan Geri Tama. Permata sakit hati dan tidur di sofa. Pagi tadi Melanie bermuka dingin. Lukas jadi malas. Mau dijelaskan seperti apa pun seperti tidak mempan.
Lukas agak berlama-lama naik ke lantai 30. Tiba-tiba Melanie menelepon Lukas. “Kenapa tidak segera naik ke lantai 30? Surat tugasnya sudah dari dua jam lalu.”
“Memangnya kamu masih butuh perlindunganku?” goda Lukas.
“Hei, anjing penjaga, itu sudah tugasmu ya. Itu bukan atas keinginanku,” Melanie tajam sekali nadanya.
“Surat tugas ini tanda tangannya, tanda tanganmu. Jadi kamu kan yang menginginkanku.”
“Jadi menolak tugas? Aku bisa bilang ke Papa kok.”
“Aku tetap bisa menjagamu dari lantai enam belas. Kalau mau, panggil Lee saja untuk menjagamu di lantai 30.” Lukas entah kenapa merasa seperti ini. Mungkin dia bosan dituduh Melanie sebagai pembunuh Geri Tama. Semalam dia membalas bentakan Melanie dengan bentakan yang lebih keras. Itu kali pertama Lukas berani melawan Melanie terang-terangan. Ada rasa sesal yang terbit. Anehnya, Melanie tidak mengancam memecatnya.
“Kok kamu mengatur-ngatur ya? Di sini siapa CEOnya?”
“Melanie Sukma, Bu CEO,” Lukas mendendangkannya. Sengaja membuat Melanie jengkel.
“Kamu kok bikin kesal terus ya. Beruntung kamu yang merekrut adalah Papa. Kalau aku, kamu sudah kupecat!” Melanie menutup teleponnya.
Setengah jam kemudian, muncul surat tugas baru. Mario yang mengantarkan. “Kau dan Lee dipindah ke lantai 30. Sekarang juga. Lee sudah naik ke atas. Sebaiknya kau menyusul.”
“Hmm,” balas Lukas malas-malasan.
Lima belas menit kemudian asisten baru Melanie menjemput Lukas. “Namaku Martha, asisten Bu Melanie. Datang untuk menjemputmu.”
Lukas langsung melek. Martha cantik sekali. Bisa dibilang lebih cantik dari Melanie. “Senang berkenalan denganmu. Yuk, naik ke lantai 30.”
“Terima kasih sudah mengantarku. Sedikit rahasia,” Lukas mau membisiki Martha.
“Ya, apakah?”
“Ini buat kamu saja ya. Alasanku akhirnya mau ke sini adalah demi kamu.” Lukas tersenyum.
Martha mengernyit, lalu ikutan tersenyum. “Ditunggu Bu Melanie di dalam.” Dia membukakan pintu ruangan Melanie.
“Habis ngegombal apa kamu ke Martha?” tuduh Melanie. Wajahnya masih kelihatan dingin.
“Ah, nggak habis menggombal.”
“Halah, itu kan hobimu selain mengintip rok.”
“Kamu cemburu lagi apa bagaimana?” sikat Lukas.
“Tidak ada tuduhan lain ya selain cemburu?” ketusnya.
“Kamu sedang bergembira?”
“Apa sih. Kamu kenapa susah sekali pindah ke sini? Padahal sebelumnya pindah sana sini gampang.” Melanie mengalihkan topik.
“Menjagamu dari lantai 16 lebih nyaman.” Sebenarnya ini hanya ide Lukas untuk melihat seberapa jauh Melanie membutuhkannya.
“Lho, gak masuk akal. Bukannya justru di lantai yang sama akan lebih mudah?”
Lukas tidak menjawab. Dia memandangi Melanie lama.
“Jujur saja deh. Kamu senang kan bisa pindah ke sini?”
“Tidak bisa balik saja ke lantai 16? Kita kan sudah satu rumah. Aku bisa menjagamu di sana juga. Aku mengawasimu di kantor lewat cctv.” Lukas memperlihatkan ponsel yang ada aplikasi pemantaunya. Dia tunjukkan titik keberadaan Melanie, lalu mengkliknya, tampillah rekaman langsung Melanie.
Melanie heran, apa yang membuat Lukas malas seperti itu. Seharusnya dia senang bisa mengawalnya. Apakah dia mulai berpikir untuk tidak menerima pertunangan ini? “Tidak bisa. Itu sudah keputusan perusahan. Keputusanku sebagai CEO. Kamu harus menurutinya.”
“Baiklah. Siap Laksanakan Tuan Puteri CEO.” Lukas menunggu, sepertinya ada yang ingin disampaikan Melanie secara langsung. Dia berdeham.
Melanie langsung menginfokan, “nanti kamu tidak perlu mengantarku pulang.”
“Loh? Kenapa?”
“Kamu dicari pacarmu.” Melanie mengatakannya dengan nada ketus berisi cemburu.
“Pacar?” Lukas mengernyit. Sejauh ini dia tidak pernah mencoba mencari pacar. Tidak ada juga yang mengaku-aku sebagai pacarnya. Urusan dengan Sonya sudah dia lupakan.
“Ya, polisi Lady Octa itu mencarimu. Dia tadi meneleponku.”
Ohh, batin Lukas. Kemarin dia sudah memberitahu Lady Octa untuk menelepon Melanie dulu kalau ada panggilan resmi. Lukas menduga ini ada kaitannya dengan peristiwa di terowongan kemarin.
“Apakah tentang kemarin di terowongan?” Lukas melihat raut Melanie berubah traumatik ketika terowongan disebut.
“Mana kutahu. Mungkin saja. Atau tidak ada alasan apa pun. Lady Octa mau ajak kamu kencan mungkin?” Melanie teringat lagi peristiwa traumatik kemarin. Dia sudah berusaha menenangkan diri. Tapi sensasi takut ketika disekap perampok itu membuatnya susah tidur.
“Hmmm.”
“Ya, tentang peristiwa di terowongan kemarin! Mereka mau meminta keterangan darimu.”
“Kamu tidak dipanggil? Kamu kan jadi salah satu korban tidak langsung.”
“Tidak tahu. Mereka mencarimu saja.”
Lukas berpikir, kalau dia berangkatnya nanti sore, Melanie siapa yang mengantarkan? Dia harus dua puluh empat jam menjaga Melanie. Dia dapat ide, sebaiknya dia berangkat sekarang supaya urusannya cepat selesai dan waktu pulang dia bisa mengantar Melanie. Dia sampaikan itu.
“Ya terserah kamu saja.” Melanie pura-pura mengabaikan Lukas. Dia tidak bisa menyingkirkan pikiran kalau Lady Octa memang mau ajak Lukas kencan.
Ciee ada yang mulai cembokur nih..
Bersambung