NovelToon NovelToon
Peluang Pulih

Peluang Pulih

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Romansa Fantasi / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: jvvasawa

"Hai, aku gadis matematika, begitu Sora memanggilku."

Apa perkenalan diriku sudah bagus? Kata Klara, bicara seperti itu akan menarik perhatian.

Yah, selama kalian di sini, aku akan temani waktu membaca kalian dengan menceritakan kehidupanku yang ... yang sepertinya menarik.

Tentang bagaimana duniaku yang tak biasa - yang isinya beragam macam manusia dengan berbagai kelebihan tak masuk akal.

Tentang bagaimana keadaan sekolahku yang dramatis bagai dalam seri drama remaja.


Oh, jangan salah mengira, ini bukan sekedar cerita klise percintaan murid SMA!

Siapa juga yang akan menyangka kekuatan mulia milik laki-laki yang aku temui untuk kedua kalinya, yang mana ternyata orang itu merusak kesan pertamaku saat bertemu dengannya dulu, akan berujung mengancam pendidikan dan masa depanku? Lebih dari itu, mengancam nyawa!


Pokoknya, ini jauh dari yang kalian bayangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jvvasawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 31 | PEREMPUAN LAIN

*Harap bijaksana dalam membaca,karya ini hanya lah fiksi belaka, sebagai hiburan, dan tidak untuk ditiru.Cukup ambil pesan yang baik, lalu tinggalkan mudaratnya. Mohon maaf atas segala kekurangan, kecacatan, dan ketidaknyamanan, dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas segala dukungan; like, vote, comment, share, dan sebagainya, Jwasawa sangat menghargainya! 💛*

Selamat menikmati, para jiwa!

Tasku hampir melorot dari bahu, sementara kakiku malas-malasan menyusuri lorong depan kelasku, sangat bertolak belakang dengan kaki manusia enerjik di sampingku. Bahkan rambut panjangnya yang terjuntai hampir mencapai pinggang ikut berayun seirama gerak kakinya.

“Kenapa kau kelihatan begitu senang?”

“Akhirnya Natarin menanyakanku!” seru si gadis berambut panjang ini. Ya, aku tahu itu yang kau tunggu-tunggu sedari tadi, Klara. Kau sengaja melompat-lompat seriang itu untuk mencari perhatianku.

“Jadi, kau senang kenapa? Apa Nero mengajakmu jalan?”

“Ah, diam! Berhenti menyebut nama si bisu itu! Kau tidak tahu saja apa yang terjadi saat pulang dari kafe waktu itu!” Kurasa kekesalannya bukan bohongan, aku tak melihat warna kemerahan di pipi maupun telinganya.

“Ya, mana kutahu? Kau kan tak cerita apa pun padaku.” Tentu saja aku sedang memancing dia untuk cerita. Kejadian itu sudah dua minggu tapi dia tak pernah mengungkitnya.

“Karena memang tak ada yang terjadi!”

Keningku mengernyit bingung dibuatnya. Kalau tak ada yang terjadi, lalu kenapa dia kesal begitu?

“Kalau kau tak mau cerita, ya sudah. Tak usah marah-marah begitu!”

“Ck, bukan begitu maksudku!” Klara menggoyang-goyangkan lenganku yang lunglai ini.

“Asal kau tahu saja, ya, Nat! Sepanjang jalan pulang dari kafe itu, aku terus mengajaknya bicara, karena rasanya canggung sekali! Tapi kau tahu apa yang terjadi? Tidak ada! Tidak ada yang terjadi, karena dia mendiamkanku, Natarin! Apa dia anggap aku hantu?” Masih dengan kesal Klara mengungkapnya.

“Jadi, kau kecewa karena itu?”

“Tentu saja! Bukannya aku berharap, tapi, kan, aku tak suka dengan suasana canggung. Eh, dia malah memperparah keadaan! Lebih baik aku pulang sendiri saja kalau begitu. Aku kira dia mengantarku pulang supaya aku ada ‘temannya’, tapi ternyata hanya kamuflase jadi tukang ojek.”

Akhirnya, akhirnya aku tertawa lepas untuk pertama kalinya setelah hampir sebulan hanya bersungut-sungut.

Pelupukku tak kuat menahan air mata lebih lama lagi mendengar ocehan Klara yang menurutku lucu. Manusia setenang dan seadem Nero, kata penggemarnya, hanya dianggap tukang ojek oleh Klara.

“Yang benar saja, kau, Klar. Hati-hati disembur penggemarnya Nero!”

“Huh, tak peduli! Akan kupelintir lehernya satu-satu jika mereka berani melakukan itu padaku!”

Kekehan kembali lolos dari tenggorokanku, lalu kuusap sudut mataku yang berair akibat tawa dengan buku jari telunjuk. Mau bagaimanapun, Klara tetap lah Klara.

“Baiklah, aku tahu itu. Jadi, apa tadi yang membuatmu senang?”

“Oh! Itu!” Perubahan suasana hatinya mengalahkan laju sambaran kilat, “tadi tiba-tiba ulangan matematika, Nat! Gila sekali!”

 ∞

“Ulangan? Gila? Dan kau senang? Apa kau Klara yang kukenal?”

Sekarang gantian Klara yang cekikikan mendengar pertanyaanku, seolah-olah aku baru melontarkan kalimat yang aneh. Padahal, saat ini, dia lah yang aneh.

Biasanya Klara yang paling berisik dengan keluhannya yang tiada akhir setiap ada ulangan dan ujian.

“Tentu saja aku masih Klara, temanmu~ justru itu, aku senang karena aku bisa menyelesaikannya dengan lancar! Semuanya terasa mudah. Kau hebat sekali.”

“Tumben sekali … eh, apa? Yang ulangan, kan, kau, kenapa aku yang hebat?”

Benar-benar bingung aku dibuatnya.

Klara dengan sengaja menubruk lengannya pada lenganku, pelan saja. “Iya, kau hebat! Aku membayangkan di posisimu, mengerjakan semua permasalahan hitungan itu dengan gampang tanpa melakukan kesalahan. Bukan kah itu hebat? Saat aku berhasil menyelesaikan ulangan tadi, aku jadi teringat dirimu dan berpikir seperti, ‘wah, ternyata begini rasanya simulasi menjadi seorang Natarin. Luar biasa!’”

“Bicara seperti itu malah membuatmu semakin kelihatan aneh, Klara.”

Dia biasanya juga senang menggangguku dengan cara menggoda seperti itu, tapi, yang ini berlebihan!

“Loh, Natarin?”

Kepalaku dan Klara kompak menoleh ke sumber suara. Cika berdiri di hadapan kami sambil mendekap tasnya, kedua alisnya terangkat seperti orang yang terkejut. Tapi, Cika, terkejut pun tetap terlihat anggun.

“Kamu di sini? Bukannya kamu menemui Zofan di parkiran sekolah?”

“Iya, memang aku akan menemuinya. Ini baru mau ke sana,” jawabku atas pertanyaan Cika yang intonasinya terdengar seperti orang keheranan.

“Kenapa, Cik?” Klara ikut bersuara.

Cika menoleh ke belakang, lalu kembali menatap kami berdua. “Tadinya aku ke sini untuk menunggu Bian yang sedang ikut rapat pengarahan kegiatan penghijauan di ruang guru, oh … ada Nero juga, loh, Klar.”

“Ah, kalian kenapa sih menyebut Nero terus? Kalian mau menjodohkan aku dengannya? Aku tak mau!” Klara merengek menanggapi akhir dari kalimat Cika, dan Cika hanya mengulum senyum kecil.

“Maafkan aku, Klara~ aku hanya bercanda. Aku kaget saja karena bertemu Nata juga di sini. Aku kira, perempuan yang bicara dengan Zofan di luar sana itu kamu, Nat.” kata Cika, menggerakkan telunjuknya ke arah luar.

“Eh, perempuan?!” desis Klara dengan matanya yang membulat antusias, kemudian dengan cepat dia menyeretku menuju pintu lobi sekolah. “Ayo, ayo, kita harus lihat! Apa perempuan itu kekasih Zofan yang sering digosipi? Apa cantik?”

 ∞

“Klara, Nata, jangan berlarian! Nanti kalian tersandung!”

“Ck, pelan-pelan jalannya, Klara! Ikut campur urusan orang saja!” Aku berseru mengaduh, setuju dengan peringatan Cika yang baru saja kami tinggalkan. Beberapa kali aku hampir tersandung kakiku sendiri akibat tarikan tangan Klara.

“Bukannya ikut campur! Aku penasaran!” elak Klara sambil tetap menggeret tubuhku.

Semakin lama, kami semakin dekat dengan parkiran sekolah, lokasi yang Cika sebutkan sebelumnya. Ternyata bukan hanya Zofan dengan seorang perempuan berpakaian ala mahasiswa kampus yang ada di sana, tapi hadir Sora juga di antara mereka.

Tubuhku sempat mematung dengan mata yang terpaku, kali ini mampu untuk menahan diriku sendiri dari seretan tangan Klara, membuatnya terpaksa ikut menghentikan langkah bersamaku. “Kok berhenti, Nat? Ayo! Mereka ada di sana.”

“Tunggu—” aku menggantungkan kalimatku tanpa ada niat menyelesaikannya. Aku hampir kehilangan jantung saat tak sengaja bertukar kontak dengan mata Sora yang menangkap siluetku di bawah pohon tempat kami berdiri.

Itu tak berlangsung lama, karena Sora bergegas mengalihkan pandangannya kepada perempuan yang berada di sebelah kanannya, tepat di hadapan Zofan. Sosok perempuan itu membelakangiku.

Tak bisa dipungkiri kalau sekarang aku malah berpikir Sora dan Zofan bertengkar masalah perempuan. Entah bagaimana pikiran itu bisa terlintas tiba-tiba di kepalaku, dan itu membuatku sedikit cemas.

Apakah perempuan itu yang menjadi alasan di balik pertengkaran mereka?

Meski jarak antara aku dan mereka lumayan jauh, masih lima meter ke depan, tapi aku bisa mencium aroma bunga yang begitu harum dan menyeruak, kurasa berasal dari tubuh perempuan yang sedang bersama Sora dan Zofan.

“Klar, apa kau cium wangi ini?”

“Ya, aku menciumnya. Enak sekali wanginya, tapi sangat menusuk.”

Sungguh, harumnya memang sangat memabukkan. Sesuai harumnya yang begitu memanjakan penciuman, di lihat dari belakang saja perempuan itu sudah terlihat sangat elegan dan menawan, dan dewasa.

“Tak usah merasa rendah diri, Nat. Kau juga tak kalah cantik, hanya kurang lembut saja.” Bisikan Klara membuatku berdecak dan refleks menepuk lengannya.

“Aduh! Kenapa memukulku, sih?” bisiknya lagi sambil diusapnya bagian yang baru kutepuk.

“Kau niat tidak, sih, menghiburku?”

“Halo, yang di sana.”

Suara perempuan selain aku dan Klara lantas mengejutkan jiwa raga kami. Sama halnya dengan kejadian lalu saat Cika menegur, kali ini kepala kami juga secara sinkron menoleh pada pemilik sapaan.

Dengan ragu kutunjuk diriku sendiri, meyakinkan bahwa yang dia panggil aku. Kali saja aku salah dan mungkin dia memanggil Klara, bukan aku.

“Iya, kau, yang sedang menunjuk diri sendiri.”

Oh, benar, aku.

...

Bersambung

1
Avocado Juice🥑🥑
Luar biasa kisahnya
Jwasawa | jvvasawa: Huhu terima kasih banyaak sudah luangin waktu membaca Peluang Pulih! 🥺💛
total 1 replies
Aishi OwO
Mantap, gak bisa berhenti baca
Jwasawa | jvvasawa: Waaaa terima kasih banyak! Semoga betah terus bacanyaa. /Whimper//Heart/
total 1 replies
Tsuyuri
Thor, tolong update secepatnya ya! Gak sabar nunggu!
Jwasawa | jvvasawa: Aaaa terima kasih banyak dukungannya! 🥺 akan aku usahakan! ♡♡
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!