Winda Happy Azhari, seorang penulis novel yang memakai nama pena Happy terjerumus masuk bertransmigrasi ke dalam novel yang dia tulis sendiri. Di sana, dia menjadi tokoh antagonis atau penjahat dalam novel nya yang ditakdirkan mati di tangan pengawal pribadinya.
Tak mampu lepas dari kehidupan barunya, Happy hanya bisa menerimanya dan memutuskan untuk mengubah takdir yang telah dia tulis dalam novelnya itu dengan harapan dia tidak akan dibunuh oleh pengawal pribadinya. Tak peduli jika hidupnya menjadi sulit atau berantakan, selama ia masih hidup, dia akan berusaha melewatinya agar bisa kembali ke dunianya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pangeran Lewis
Beberapa hari kemudian...
Elizabeth sedang menunggang kuda seperti biasa di sekitar perkebunan. Sementara Pangeran Lewis berada di istana kerajaan.
Kejadiannya begitu cepat sehingga Elizabeth masih belum bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi padanya. Dia sedang bersiap-siap untuk selesai berkuda di perkebunan bersama kudanya, Archi, ketika tiba-tiba Pangeran Lewis datang sambil menyeringai lebar padanya.
"Elizabeth! Ayo kita berkuda hari ini~!" Ucap Pangeran Lewis.
"Tunggu, bagaimana...."
Sebelum Elizabeth sempat menyelesaikan kalimatnya, Pangeran Lewis meraih tangannya dan dengan bersemangat menyeretnya keluar dari rumah dan masuk ke kereta kuda miliknya. Dia kesal karena tidak sempat memberi tahu keluarganya tentang keberadaannya dan dia tengah dibawa ke istana.
Sekarang Elizabeth menunggang kuda yang telah dipersiapkan Pangeran Lewis sebelum dia berangkat menjemput Elizabeth.
Elizabeth membenci dirinya sendiri karena tidak bisa menghentikan pria itu yang dengan gegabah membawanya ke istana. Pada akhirnya, dia hanya bisa menuruti rencananya, suka atau tidak.
Elizabeth mendesah panjang sebelum Pangeran Lewis menghampirinya, menunggang kudanya juga. Elizabeth mengenakan pakaiannya yang biasa, hanya tanpa mantel dan hanya mengenakan rompi. Rambutnya diikat dan dikepang agar tidak berkibar saat dia menunggang kuda.
"Lalu kenapa kau mendesah panjang?" tanya Pangeran Lewis pura-pura tidak tahu kenapa Elizabeth seperti itu.
Elizabeth mengerutkan bibirnya sebelum menggelengkan kepala. Dia tahu pria itu sedang mempermainkannya, jadi dia dengan ringan menarik tali kekang kuda dan pergi. Sayangnya Pangeran Lewis mengikutinya, melangkah sempurna bersama kudanya.
"Hei, jangan abaikan aku," kata Pangeran Lewis kekanak-kanakan sambil menyodok bahu Elizabeth.
"Aku tidak mengabaikanmu," balas Elizabeth kesal.
"Ya, benar," ucap Pangeran Lewis.
"Kalau aku mengabaikanmu, aku tidak akan ada disini," balas Elizabeth ketus, membuat Pangeran Lewis tampak cemberut.
"Kau jahat sekali pada anggota kerajaan!" teriak Pangeran Lewis palsu.
Elizabeth mendengus. Setidaknya baginya Pangeran Lewis itu menghibur, dan penampilannya juga bagus. Kandidat yang bagus untuk jadi pusat perhatian.
"Lain kali jangan menyeretku keluar dari rumahku sendiri, Yang Mulia Pangeran." Ucap Elizabeth.
"Bukan Pangeran Lewis. Tapi L-e-w-i-s. Jadi lebih akrab!" Seru Pangeran Lewis.
"Ya ya Lewis. Tolong beri tahu aku lebih awal sebelum kau datang ke rumahku," ucao Elizabeth masih kesal.
Pangeran Lewis mengangguk.
"Baiklah, lain kali aku tidak akan melakukan itu." Ucap Pangeran Lewis.
Keduanya berlari-lari mengelilingi ladang yang luas sambil berbincang santai satu sama lain. Meskipun kepribadian Pangeran Lewis sedikit eksentrik, cukup mudah bagi Elizabeth untuk berbicara kepadanya seolah-olah dia bukan seorang pangeran.
"Apa yang ingin kamu lakukan sekarang?" Tanya Pangeran Lewis saat mereka berhenti menunggang kuda.
Sebelum Elizabeth sempat menjawab, sebuah suara terdengar, diiringi langkah kaki cepat yang menghampiri mereka. Elizabeth menoleh untuk melihat siapa yang datang, lalu mendesah kesal.
Pangeran Lewis memasang senyum lebar.
"Nona Ivana. Aku tidak menyangka kau ada di sini hari ini." Ucap Pangeran Lewis.
Ivana berhenti di depan Pangeran Lewis dan memberinya senyuman manis, pipinya merah saat dia berkata dengan malu-malu.
"Saya ingin mengejutkan Anda dengan kehadiran saya, Yang Mulia." Ucap Ivana.
Pangeran Lewis mengangguk.
"Aku menghargai kedatanganmu, tetapi saat ini aku sedang bersama Nona Elizabeth," ucap Pangeran Lewis.
Ivana melirik Elizabeth. Elizabeth tersenyum puas, mendekati Pangeran Lewis, ingin memprovokasinya lebih jauh. Ivana berbalik menghadap Pangeran Lewis dan menarik lengan bajunya.
"Tapi saya datang jauh-jauh ke sini untuk Anda, Yang Mulia Pangeran." Ucap Ivana cemberut, mencoba menggunakan kelucuannya pada Pangeran Lewis, namun tidak berhasil.
Pangeran Lewis menatapnya kosong sebelum dengan tenang menepis tangannya, senyum masih tersungging di wajahnya.
"Aku sungguh-sungguh minta maaf, tapi Nona Elizabeth selalu bersama denganku selama ini." Ucap Pangeran Lewis merengut pada Elizabeth yang hanya menjulurkan lidah, semakin mengejek Ivana.
Pangeran Lewis menoleh ke arah Elizabeth dan meraih tangannya.
"Bagaimana kalau kita masuk Elizabeth?" Pinta Pangeran Lewis.
Elizabeth tersenyum pada Pangeran Lewis dan mengangguk, "Bisakah kita makan beberapa makanan penutup?" Ucap Elizabeth.
"Tentu saja, aku akan meminta mereka untuk mempersiapkannya untukmu." Ucap Pangeran Lewis.
"Terima kasih, Pangeran Lewis!" kata Elizabeth sambil tersenyum.
Suaranya cukup keras hingga Ivana bisa mendengarnya. Ivana menoleh padanya dengan mata terbelalak. Elizabeth hanya menyeringai sebelum masuk bersama Pangeran Lewis.
'Menyenangkan sekali melihat musuhku seperti itu' ucap Elizabeth dalam hati. L
Begitu mereka berada di dalam istana, Pangeran Lewis tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
"Apa yang lucu?" Tanya Elizabeth sambil mengangkat sebelah alisnya.
Mereka berjalan menyusuri deretan lorong, setiap pelayan yang mereka lihat membungkuk pada Pangeran Lewis saat mereka lewat. Elizabeth lega Ivana tidak tiba-tiba memutuskan untuk mengikuti mereka saat mereka masuk.
Pangeran Lewis terus memegangi perutnya sambil terus tertawa. Elizabeth menghela napas dan menunggu Pangeran Lewis akhirnya berhenti tertawa.
"Kamu dan Nona Ivana sabella benar-benar lucu saat kalian berdua bertarung," ucap Pangeran Lewis.
Elizabeth mengangkat bahunya.
"Menyenangkan memprovokasi dia,"
Pangeran Lewis menyeka air mata di sekitar matanya yang disebabkan tawanya.
Dia masih tertawa kecil saat dia mulai tenang...
"Jika kau ingin memprovokasi dia lagi, silakan saja menggunakan namaku," tawar Pangeran Lewis.
"Kamu tidak menyukainya?" Tanya Elizabeth mengangguk dengan kerutan singkat terlihat di wajahnya,
.
"Aku hanya tidak tahan dengannya." Balas Pangeran Lewis.
"Masuk akal. Kalau kau tidak suka padaku, tentu kau juga nggak akan suka sama dia." Ucap Elizabeth.
"Lihat, kau mengerti aku dengan baik! Aku tahu berteman denganmu adalah pilihan yang baik," ucap Pangeran Lewis.
"Ha ha..." Elizabeth tertawa datar.
'Saya tidak mengerti apa yang ada dalam kepalanya.' pikir Elizabeth.
"Tunggu," Elizabeth tiba-tiba berhenti bicara...
Sambil menunjuk ke arah Pangeran Lewis, dia berbicara dengan curiga, "Apakah kau tidak punya pekerjaan yang harus dilakukan?" Tanya Elizabeth."
"Tidak! Aku sudah selesai..."
"Yang Mulia!! kalimatnya dipotong oleh Robert, yang berjalan cepat ke arah mereka.
Waktu yang tepat, Elizabeth mendengar Pangeran Lewis berbisik.
"Aduuuhh.." Teriak Pangeran Lewis begitu tertangkap.
Robert menarik telinga Pangeran Lewis, geram.
"Ke mana saja kau!? Masih banyak tumpukan kertas yang harus kau selesaikan dan kau malah kabur?! Kau tahu sudah berapa lama aku mencarimu!!" Robert terus mengomel dan mengomel pada Pangeran Lewis sambil terus menarik telinganya.
Elizabeth tiba-tiba merasa sedikit kasihan pada Pangeran Lewis, tetapi tidak cukup untuk menghentikan Robert yang hampir merobek telinganya.-
Robert kemudian melihat Elizabeth berdiri di samping dan menoleh padanya.
"Elizabeth? Apa yang kamu lakukan di istana?" Tanya Robert.
Dia lalu kembali menatap Pangeran Lewis.
"Kau tidak hanya lari dari tugasmu, kau juga menyeret adikku untuk menghabiskan waktu bersamamu..?" Ucap Robert kesal.
"Sudah, sudah, jangan marah-marah lagi ya, Rob..." Pangeran Lewis berbicara, mencoba menenangkan temannya, tetapi hal itu malah memperburuk keadaan.
Akhirnya, Pangeran Lewis diseret oleh Robert yang terus memarahinya seperti seorang ibu. Elizabeth melambaikan tangan kepada Pangeran Lewis yang tampak hendak menangis.
Bersambung...