Yun Xiao, putra keluarga Yun terlahir dengan tubuh Suci, salah satu dari 7 tubuh yang mendominasi. Apakah Yun Xiao akan membawa kemakmuran yang belum pernah keluarga Yun lihat, atau pada akhirnya Yun Xiao akan sama seperti para leluhur tubuh Suci sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#21 Datangnya Penyusup dan Pohon Yang Besar
Pedang Ji Qingyi berputar seperti cahaya perak di tengah langit, membentuk jaring serangan yang hampir mustahil ditembus. Yun Xiao mengimbangi setiap tebasan dengan gerakan sederhana namun akurat, seperti air yang mengalir tanpa terganggu.
Bunyi dentingan pedang berulang kali memenuhi udara.
Mata mereka saling bertemu di sela-sela serangan, tak ada kebencian, hanya penghormatan di antara dua orang yang memahami nilai lawan di depannya.
Yun Xiao menahan salah satu tebasan Ji Qingyi lalu memutar pedangnya untuk menyerang balik.
Ji Qinyi tersenyum tipis.
Namun sebelum salah satu dari mereka bisa meningkatkan intensitas serangan, hawa dingin yang aneh merambat di seluruh arena.
Udara tiba-tiba bergetar, lalu pecah oleh suara ledakan keras di gerbang arena.
Sebuah bayangan gelap menembus penghalang pelindung arena, melayang di udara dengan aura membunuh yang membuat napas penonton tercekat.
"Siapa itu?!" seru salah satu tetua sekte.
Para tetua segera bergerak, energi mereka meledak untuk mengepung sosok tersebut. Namun, penyusup itu hanya tertawa dingin.
"Anjing tua, minggir."
Dia mengangkat tangannya, dan lingkaran formasi hitam muncul di bawah kakinya. Simbol-simbol kuno berputar cepat, memancarkan cahaya merah darah.
"Tidak baik! Itu teknik bunuh diri!" teriak seorang tetua.
Ledakan besar terjadi, cahaya merah menyelimuti panggung, menghantam para tetua yang mencoba melindungi murid-murid. Tubuh beberapa tetua terlempar, darah segar memercik ke udara.
Gelombang kejut itu seperti pisau tajam yang menembus pertahanan Yun Xiao dan Ji Qingyi.
"Nona Qingyi!" teriak Yun Xiao, mencoba menahan dampak ledakan sambil melindungi gadis itu.
Namun, sesuatu aneh terjadi. Dari inti ledakan, muncul pusaran cahaya berwarna hitam dan perak yang berputar liar. Tekanan ruang dan waktu terasa kacau.
Kekuatan pusaran itu menarik Yun Xiao dan Ji Qingyi bersamaan.
"Ini... bukan sekadar ledakan!" Yun Xiao menyadari, matanya menyipit.
Mereka berdua mencoba melawan tarikan itu, tapi tubuh mereka sudah terangkat dari tanah.
"Tuan muda Yun!" Ji Qingyi berteriak, mencoba mengulurkan tangannya.
Yun Xiao meraih tangannya tepat sebelum pusaran itu menelan mereka.
Cahaya hitam menelan pandangan mereka, dan sesaat kemudian...
Keheningan.
Saat Yun Xiao membuka mata, dia berdiri di tengah hutan asing yang dipenuhi pepohonan raksasa. Udara terasa berat, dan langit di atas berwarna merah gelap.
Ji Qingyi ada di sebelahnya, masih memegang tangannya, wajahnya menunjukkan keterkejutan yang sama.
"Tempat apa ini?" bisik Ji Qingyi.
Yun Xiao menatap sekeliling, matanya menyipit. Dia tidak tau sedang berada di mana.
Yun Xiao menajamkan pendengarannya, mencoba menangkap tanda-tanda kehidupan. Namun, selain desiran angin, tak ada suara binatang, serangga, atau bahkan jejak langkah lain.
"Tempat ini... seperti hutan mati," gumamnya pelan.
Ji Qingyi mengerutkan kening. "Tidak, aku bisa merasakan... tekanan spiritual yang sangat tua. Seperti ada sesuatu yang mengamati kita dari kejauhan."
Keduanya berjalan hati-hati, menghindari akar pohon raksasa yang menjulur seperti ular. Semakin jauh mereka melangkah, hawa aneh itu semakin kuat, bukan aura musuh, melainkan semacam panggilan.
"Rasanya seperti... ada yang memanggilku ke arah sana," kata Ji Qinyi sambil menunjuk ke arah timur laut.
Yun Xiao tidak menjawab, tapi ia juga merasakan hal yang sama. Mereka mengikuti arah itu, menembus kabut merah tipis yang menggantung di udara.
Setelah sekitar setengah jam berjalan, mereka tiba di sebuah lembah tersembunyi. Di tengah lembah itu berdiri pintu gerbang batu setinggi belasan meter, penuh dengan ukiran kuno berbentuk naga dan burung phoenix yang saling melilit.
Di atas gerbang, terukir tulisan besar dalam aksara kuno:
"Makam Tianxu Shengzun"
Ji Qingyi menatapnya terkejut. "Tianxu Shengzun... salah satu penguasa terkuat dari Era Kekaisaran Langit. Konon, dia menghilang sepuluh ribu tahun lalu."
Yun Xiao menatap gerbang itu dengan tatapan dalam. Yun Xiao merasa sangat aneh, mereka sedang berada di arena Pertemuan antar sekte, lalu ada orang tidak diketahui menyerang mereka.
Tetapi itu bukan seperti musibah, karena mereka terlempar di makan orang kuat yang telah hilang selama ribuan tahun.
Tidak peduli bagaimana, warisan itu akan memikat orang lain, Yun Xiao merasa sangat curiga.
Tentu Ji Qingyi juga merasakan hal yang sama, karena sejak tadi dia merasakan panggilan yang menyuruhnya untuk masuk ke dalam makam itu.
Yun Xiao dan Ji Qingyi berdiri di depan gerbang batu raksasa itu. Udara di sekitarnya bergetar pelan, seolah setiap hembusan angin membawa bisikan ribuan tahun lalu.
"Siap?" tanya Yun Xiao pelan, meski ia tahu jawaban Ji Qinyi.
"Anda tau jawaban saya, Tuan muda Yun." jawab Ji Qinyi sambil melangkah maju.
Yun Xiao hanya menghela napas pendek lalu mengikuti.
Begitu mereka berdua melewati gerbang, cahaya di sekeliling berubah. Langkah pertama terasa biasa, tapi pada langkah kedua, tanah di bawah mereka seolah lenyap. Tubuh mereka jatuh bebas ke dalam kegelapan, namun bukan jatuh ke bawah, melainkan seperti tersedot menembus ruang yang asing.
Cahaya hangat perlahan mengusir kegelapan itu, dan ketika pandangan mereka terbuka…
Mereka tertegun.
Alih-alih lorong atau ruang makam yang sempit, di hadapan mereka terbentang sebuah benua luas. Langitnya biru pucat, angin membawa aroma tanah segar dan bunga liar.
Padang rumput memanjang sejauh mata memandang, bergelombang seperti lautan hijau.
Namun yang paling mencuri perhatian adalah pohon raksasa di tengah padang rumput itu, batangnya setebal gunung, cabangnya menjulur ke segala arah, menaungi wilayah seluas sebuah kota.
Daunnya berkilau emas dan perak, seolah memantulkan dua matahari sekaligus.
Di sekitar akar pohon itu, berdiri tiga sosok perempuan cantik dengan telinga rubah yang menjulang di atas rambut mereka, masing-masing dengan ekor lebat yang bergerak lembut mengikuti angin.
Yang tertua berambut perak, matanya memancarkan kebijaksanaan dingin seperti bulan musim dingin.
Yang kedua berambut merah tembaga, auranya hangat namun penuh energi, seperti api yang membara.
Yang bungsu berambut hitam, matanya bening polos namun menyimpan rasa ingin tahu yang berbahaya.
"Tamu yang tidak biasa." Yang tertua melihat mereka, "Apa yang kalian cari disini?" Perempuan itu tersenyum kecil, senyuman itu tampak halus, seperti sebuah senyuman yang murni menyambut seorang tamu.