NovelToon NovelToon
Kebangkitan Zahira

Kebangkitan Zahira

Status: tamat
Genre:Wanita Karir / Pelakor jahat / Cinta Lansia / Tamat
Popularitas:283.5k
Nilai: 4.9
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

pernikahan selama 20 tahun ternyata hanya jadi persimpangan
hendro ternyata lebih memilih Ratna cinta masa lalunya
parahnya Ratna di dukung oleh rini ibu nya hendro serta angga dan anggi anak mereka ikut mendukung perceraian hendro dan Zahira
Zahira wanita cerdas banyak akal,
tapi dia taat sama suami
setelah lihat hendro selingkuh
maka hendro sudah menetapkan lawan yang salah
mari kita saksikan kebangkitan Zahira
dan kebangkrutan hendro

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KZ 26

Semua orang menahan napas. Mereka menunggu—menanti apa yang akan Zahira katakan. Sejak awal tuduhan itu muncul, Zahira tak pernah membela diri dengan teriakan atau air mata. Tapi sekarang, setelah suasana menjadi sunyi, semua perhatian tertuju padanya.

Apakah Zahira benar-benar bisa membuktikan ucapannya? Apakah dia tahu siapa dalang di balik fitnah yang nyaris menghancurkan reputasinya?

Zahira mengedarkan pandangan, lalu berhenti menatap satu titik.

"Kamu orangnya," ucap Zahira datar, namun sorot matanya menusuk ke arah Rina.

Rina mendadak kaku. Matanya membesar, wajahnya pucat, dan tubuhnya mulai gemetar.

"Astaga... darimana dia tahu? Bukankah aku sudah sangat hati-hati?" pikir Rina dalam hati.

"Jangan asal menuduh! Aku tidak melakukannya!" sergah Rina cepat, suaranya meninggi, mencoba mengontrol situasi.

Namun Zahira tetap tenang. Ia tidak terpancing emosi. Rina melirik ke arah Romlah, berharap ada pembelaan, tapi Romlah justru menunduk. Seolah tak ingin ikut terseret lebih dalam.

Zahira tersenyum kecil, lalu berkata, "Kamu tahu, banyak orang yang dipenjara bukan karena tindakan mereka tertangkap basah, tapi karena mulut mereka sendiri tak bisa dijaga. Kemarin aku lihat di TokTok, ada orang yang menyebarkan berita bohong… ditangkap polisi. Lucu, kan?"

"Aku tidak melakukannya, Zahira!" bentak Rina, kini suaranya mulai terdengar gugup.

Zahira mendekat satu langkah. Tatapannya dingin.

"Kamu tahu kenapa mereka ditangkap?"

"Aku tidak melakukannya, Zahira!" ulang Rina lagi, lebih keras, seperti ingin menutup kenyataan yang mulai menelanjangi hatinya sendiri.

"Mereka ditangkap karena memfitnah," ucap Zahira pelan, tapi tajam.

Beberapa orang di sekitar mulai bergumam pelan. Situasi memanas.

"Dan aku punya bukti kuat. Jika aku menyerahkannya ke polisi, bukan tidak mungkin mereka akan bertindak. Tapi..." Zahira menatap Rina dalam-dalam, "…mengingat kamu teman masa kecilku, dan aku tahu orang tuamu sudah sepuh, aku masih mempertimbangkan."

Rina tersentak. Kata-kata Zahira bagaikan palu yang menghantam batok kepala. Tapi rasa paniknya segera berubah jadi marah.

"Dasar pembohong! Kamu tidak punya bukti! Kamu cuma menggertak! Kalau kamu bisa buktikan, silakan!" Rina berusaha menguatkan diri. Dalam benaknya, ia yakin: tidak ada yang melihatnya saat memasukkan baju ke loker Zahira. Tidak ada saksi. Tidak ada bukti.

Zahira tetap tersenyum tenang.

"Aku tidak bohong. Dan demi kenangan kita sebagai teman lama, aku akan tunjukkan satu hal padamu."

Zahira mengangkat tangannya dan menunjuk ke sudut ruangan. Semua mata mengikuti arah telunjuknya.

"Lihat itu. Apa yang kalian lihat?" tanyanya datar.

Semua orang menatap objek yang ditunjuk Zahira.

"CCTV…" gumam beberapa karyawan serempak.

Keributan kecil terdengar. Beberapa orang bertanya-tanya dalam hati—sejak kapan konveksi ini memasang CCTV? Bukankah selama ini tak pernah ada? Dan anehnya, Zahira tahu?

Zahira menoleh ke arah Rina yang kini wajahnya mulai pucat pasi.

"Bayangkan jika rekaman CCTV itu sampai ke tangan polisi. Mereka bisa menangkap kapan saja, karena CCTV merekam setiap kejadian secara detail. Duduk di ruang interogasi, jauh dari anak, suami, dan orang tuamu yang sudah tua… Pekerjaan mungkin bisa dicari lagi. Tapi kebebasan? Sekali masuk penjara, semuanya berubah. Aku bahkan tak sanggup membayangkannya," ucap Zahira pelan, tapi tiap katanya menekan, seakan menusuk langsung ke hati Rina.

Tubuh Rina mulai bergetar. Ia memang penggemar drama kolosal Korea—dan sekarang pikirannya dipenuhi adegan penyiksaan. Ia membayangkan duduk di kursi interogasi, kaki disiram air panas, tangan diborgol, bahkan disundut besi panas seperti di drama-drama favoritnya.

"Jangan, Zahira! Jangan laporkan aku ke polisi!" teriak Rina, tak kuasa menahan ketakutan.

Zahira menghela napas. "Aku tidak minta banyak. Aku hanya ingin satu hal: pengakuan."

"Bruk!" Rina jatuh terduduk. Air mata bercampur ingus mengalir tanpa kendali.

"Aku mengaku... Zahira, akulah yang memasukkan baju itu ke dalam lokermu. Aku iri padamu. Kamu disukai semua orang. Sementara aku? Aku tidak pernah bisa melampaui kamu…"

Suasana hening. Tak ada yang menyangka Rina, tega melakukan fitnah sekotor itu.

"Sudah cukup. Kamu sudah mengaku, itu sudah membuatku lega," ucap Zahira ringan, seolah beban besar telah ia lepaskan.

Beberapa orang mulai menatap Zahira dengan simpati. Tapi sebagian justru bertanya-tanya—kenapa Zahira begitu mudah memaafkan?

Belum sempat suasana reda, tiba-tiba seorang pria masuk tergesa-gesa sambil mengenakan helm proyek.

"Nona Senja!" serunya. "CCTV-nya baru aktif besok. Kabelnya baru akan datang malam ini."

Mata semua orang langsung membelalak.

Senja—pemilik muda perusahaan itu—menatap pria itu tajam.

"Lambat sekali kerjamu."

Seketika, semua terdiam. Satu demi satu kepala menoleh ke arah Zahira.

"Jadi… CCTV itu belum aktif?" tanya Romlah perlahan.

"Ya, belum. Kabelnya aja belum dipasang," jawab pria itu polos.

Desas-desus langsung menyebar. Wajah-wajah bingung saling berpandangan.

Berarti… Zahira tak pernah benar-benar punya bukti?

Zahira hanya berdiri diam. Tidak membantah, tidak menjelaskan.

Kini semua orang menyadari sesuatu: Zahira telah memenangkan pertarungan ini hanya dengan permainan kata-kata.

Tanpa bukti, tanpa kekerasan, tanpa tekanan fisik—ia membuat Rina mengaku dengan sendirinya.

Dan itulah yang membuat semua terdiam.

Rasa hormat pun tumbuh. Bukan karena kekuatan, tapi karena kecerdasan dan ketenangannya.

Zahira, si air tenang… yang ternyata bisa menenggelamkan siapa pun tanpa satu tetes pun percikan.

Pria teknisi itu keluar ruangan tanpa menyadari kekacauan yang baru saja terjadi. Baginya, menyelesaikan pekerjaan jauh lebih penting daripada mencampuri urusan orang lain.

Di dalam ruangan, suasana masih tegang. Anton melangkah ke depan, wajahnya dingin dan tegas.

"Perusahaan tidak mentolerir tindakan yang mencemarkan nama baik, memicu konflik, atau merusak keharmonisan kerja. Dengan ini, kamu dinyatakan dikeluarkan," ucapnya kepada Rina.

Tubuh Rina lemas. Ia tak mampu lagi menahan air mata. Ia menangis keras, sesenggukan.

"Andaikan aku tahu semua akan berakhir seperti ini, aku tak akan pernah berani mengganggu Zahira," ratapnya dalam hati.

Namun tiba-tiba, suara lembut namun tegas terdengar.

"Tolong beri dia kesempatan, Pak," ucap Zahira.

Rina tersentak. Matanya menatap tak percaya. Zahira… justru membelanya?

"Kenapa Zahira? Kenapa bukan Romlah yang membelaku? Bukankah kami satu kubu tadi?" pikir Rina bingung dan malu. Dalam diam, hatinya remuk oleh rasa bersalah dan penyesalan.

Anton hendak membuka suara lagi, namun Senja lebih dulu bicara.

"Beri dia kesempatan. Ibu yang difitnah saja sudah memaafkan. Anggap saja ini masalah pribadi yang telah diselesaikan secara bijak," ucap Senja tenang namun penuh wibawa.

Rina menghela napas lega. Setidaknya, ia masih bisa bekerja dan menafkahi keluarganya. Ia berjanji dalam hati, mulai hari ini ia akan membela Zahira, apa pun yang terjadi. Perlahan, rasa bencinya pun mulai tumbuh... tapi bukan pada Zahira—melainkan pada Romlah, yang diam saja saat ia jatuh.

Ruangan mendadak hening. Semua orang tenggelam dalam pikiran masing-masing. Zahira punya kesempatan membalas, dan itu sah saja. Tapi ia memilih memaafkan.

Senja melangkah maju.

"Kedatangan saya ke sini untuk melakukan audit internal, terkait banyaknya barang yang hilang. Sebelum saya menurunkan tim profesional, lebih baik yang merasa mencuri... mengaku saja sekarang."

Meski masih remaja, aura kepemimpinan Senja terpancar kuat.

Berbagi ekspresi wajah terlihat ada yang biasa saja dan juga ada yang gugup, ekspresi wajah Romlah biasa saja tapi tangannya gemetar

1
Linda Suryati
kerennn. cerita nya ngak di panjang2in. cukup mereka berbahagia. suka sebel baca novel. trus di panjang2 in sampai ke anak cucu. sehingga cerita nya ngak lucu. semoga yg membaca mengambil hikmah nya. mencintai tampa pamrih tulus ikhlas. selalu berbuat baik.
Julidarwati
Zahira besarkn anak selingkuhan suaminya
Bunda Iwar
Luar biasa
Alif
bisa2nya ank kandungnya mau di jual
Alif
apa yg kau tanam itulah yg akan kau petik
Alif
klo otak kalian bs mikir psti gk percaya tp klo otak kalian dangkal tamat lah kalian kena jaring siluman rubah
Alif
sukma dan langit kyaknya anak kandung zahra yg di adopsi adit
Alif
oh bner klo bukan anak nya zahira lha wong modelnya dan kelakuanya kyk emak bpknya, ksian aj zahira telah di tipu
Alif
katanya di suruh bw Adit, apa aq gagal faham yaa
Alif
emang ibunya sudah mendiang ya, la yang di rmh itu siapa😇
Alif
itulah hasil didikanmu oke kaan..
Darma Taksiah
keren
Naning Naning
bener2 tamat thorrr..... ga ada bonchap nya
muthia
cm bs 😭😭😭😭😭😭😭😭
muthia
klau td cm g di sukai sama mertua sih di selingkuh u suami mungkin msh bs di tahan nah ini anak sendiri yg kaya gitu ya Allah sedih nya😭😭
Purnama Pasedu
cinta yg sejati,akan bertemu walau berliku
Maharani Rania
kaya nya anak kandung Zahira yg di buang
SOPYAN KAMALGrab: ka tolong kasih ulasannya ka...
total 1 replies
Sonya Nada Atika
ceritanya keren bgt.baru ini novel yg tak ku skip halaman nya...dr awal smp akhir
SOPYAN KAMALGrab: tolong kasih ulasan ka/Pray/
total 1 replies
Raden
keluarga tocix kecuali zahira
Earlyta a.s Salsabila
👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!