NovelToon NovelToon
"Blade Of Ashenlight"

"Blade Of Ashenlight"

Status: tamat
Genre:Dunia Lain / Tamat
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: stells

Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

~Jejak Darah Ke Utara~

Matahari mulai naik saat rombongan Edrick keluar dari Hutan Karang. Udara di luar terasa lebih segar, meski kelelahan masih tampak di wajah semua orang. Ladang-ladang luas membentang di depan mereka, tetapi tanda-tanda perang jelas terlihat: desa-desa hangus, ladang yang terbengkalai, dan tiang gantungan kosong berdiri di beberapa titik.

Darius berjalan di depan, matanya mengamati cakrawala. “Kita harus bergerak ke utara. Ada desa kecil bernama Brimvale. Kalau rumor itu benar, ada beberapa bangsawan yang masih menentang Garrick di sana.”

Selene menatap peta lusuh di tangannya. “Brimvale… Itu dekat perbatasan wilayah yang Garrick kuasai. Kita harus berhati-hati. Jika ada patroli musuh, kita bisa ketahuan.”

Mira memeriksa anak panahnya. “Aku hanya punya dua puluh panah tersisa. Kita tidak boleh terlalu banyak bertarung.”

Edrick memegang Ashenlight, yang terselip di sarungnya. Cahaya samar pedang itu muncul seolah menyadari arah perjalanan mereka. “Kalau kita menemukan pasukan Garrick, kita tidak akan punya pilihan.”

Rombongan bergerak melewati ladang, menyusuri jalan tanah. Para pengungsi yang ikut bersama mereka terlihat lebih tenang sekarang, tetapi ketakutan masih jelas di wajah mereka.

Sekitar setengah hari perjalanan, Darius menghentikan langkah. Ia menunduk dan memeriksa tanah. Ada jejak sepatu bot berat, bercampur noda darah kering. “Ini jejak pasukan Garrick. Banyak, mungkin dua puluh orang atau lebih,” katanya. “Dan mereka menyeret sesuatu… atau seseorang.”

Selene mengerutkan alis. “Kita tidak bisa mengejar mereka. Terlalu berbahaya.”

Edrick menatap Darius. “Tapi jika mereka menangkap warga Brimvale, kita tidak bisa diam saja.”

Darius menatap pemuda itu beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk. “Baiklah. Kita ikuti jejak ini. Tapi kita harus hati-hati.”

Mereka mengikuti jejak itu menuju barisan perbukitan rendah. Saat mereka mendekat, bau darah yang lebih tajam tercium. Mira menahan napas, lalu menunjuk ke depan. Di balik bukit, terlihat sebuah kereta kayu terbalik, roda-rodanya hancur, dan tubuh-tubuh manusia berserakan di sekitarnya.

Para pengungsi menahan tangis melihat pemandangan itu. Selene memeriksa salah satu mayat. “Ini bukan hanya pembunuhan. Mereka menyiksa orang-orang ini.”

Tiba-tiba, suara tawa kasar terdengar dari sisi bukit. Darius memberi isyarat agar semua orang diam. Ia merayap ke atas bukit, mengintip ke sisi lain. Ada enam prajurit Garrick duduk mengelilingi api kecil, tampak santai setelah melakukan pembantaian.

Darius kembali ke bawah. “Enam orang. Kita bisa menangkap mereka sebelum mereka tahu.”

Edrick menghunus Ashenlight. “Aku ikut.”

Mira mengangguk. “Aku juga.”

Selene memberi instruksi cepat kepada pengungsi untuk tetap bersembunyi. Lalu keempatnya bergerak mendaki bukit, mendekati prajurit-prajurit itu.

---

Darius memberi isyarat tangan: dua prajurit di kiri untuk Selene, dua di kanan untuk Mira, sisanya untuk dia dan Edrick. Mereka merayap mendekat, memanfaatkan batu-batu besar sebagai perlindungan.

Selene menarik busurnya perlahan. Nafasnya terkendali. Ia melepaskan panah pertama, menembus leher salah satu prajurit Garrick sebelum pria itu sempat berteriak. Mira menembakkan panah kedua, mengenai dada targetnya.

Dua prajurit tersisa sempat bangkit dengan teriakan, tetapi Darius dan Edrick sudah menyerbu. Darius menebas salah satunya dengan gerakan cepat, pedangnya menyapu perut lawan. Yang terakhir mencoba mengangkat pedangnya, tapi Edrick sudah menghantamkan Ashenlight. Pedang bintang itu memancarkan kilatan terang saat memotong pedang musuh seperti kayu rapuh.

Teriakan terakhir prajurit itu menggema di bukit sebelum ia roboh.

Mira memeriksa area sekitar. “Tidak ada lagi yang tersisa.”

Selene menatap mayat-mayat itu, lalu memeriksa salah satu seragam. “Ini pasukan garis depan Garrick. Jika mereka di sini, berarti Brimvale dalam bahaya.”

Edrick mengangguk, wajahnya serius. “Kita harus bergerak sekarang.”

Mereka memeriksa barang-barang para prajurit, menemukan peta kasar dan beberapa koin emas. Peta itu menandai Brimvale dengan tanda silang merah.

“Ini bukan patroli biasa,” gumam Darius. “Mereka sedang berburu sesuatu. Atau seseorang.”

Setelah mengubur para korban pembantaian yang mereka temukan sebelumnya, rombongan melanjutkan perjalanan ke utara. Jalan setapak berubah menjadi bebatuan terjal. Udara semakin dingin, dan kabut tipis mulai turun.

Di kejauhan, mereka melihat asap tipis membumbung dari arah Brimvale.

Mira menggigit bibirnya. “Terlambatkah kita?”

Darius mempercepat langkah. “Belum tentu. Kita harus pastikan.”

Ketika mereka mencapai punggung bukit terakhir sebelum desa, mereka berhenti. Dari atas, terlihat Brimvale—atau sisa-sisanya. Rumah-rumah kecil terbakar, dan prajurit-prajurit Garrick terlihat menggeledah reruntuhan, mencari sesuatu.

Edrick mengepalkan tinjunya. “Mereka menghancurkan segalanya.”

Selene menilai situasi. “Ada sekitar dua belas prajurit. Kita bisa menyergap mereka jika bergerak diam-diam.”

Mira memandang para pengungsi yang ikut bersama mereka. “Kita tidak bisa membawa mereka ke dalam pertempuran. Kita butuh tempat aman untuk mereka.”

Darius menunjuk gua kecil di sisi bukit. “Kita sembunyikan mereka di sana. Setelah itu, kita turun.”

Mereka memandu para pengungsi ke gua, memberi peringatan untuk tidak keluar apa pun yang terjadi. Setelah itu, keempat pejuang itu menuruni bukit, mendekati Brimvale yang terbakar.

---

Mereka menuruni bukit perlahan, berjongkok di balik batu-batu besar. Api dari rumah-rumah Brimvale memberi cahaya cukup untuk mengintai gerakan musuh. Darius menunjuk dua prajurit di sisi timur, lalu memberi isyarat kepada Mira. Selene diarahkan ke barat untuk memotong jalan mundur mereka. Edrick tetap di tengah, bersiap menyerbu dengan Ashenlight.

Mira mengambil busurnya, menahan napas, dan melepaskan anak panah. Panahnya menghantam tenggorokan salah satu prajurit, membuatnya roboh tanpa suara. Darius memberi aba-aba, dan mereka langsung bergerak. Selene menembakkan dua panah cepat, menumbangkan dua musuh lain.

Sisa pasukan Garrick berteriak kaget, mencoba mengangkat pedang. Edrick melompat ke depan, Ashenlight bercahaya terang. Tebasannya menebas pedang musuh seolah itu hanya kayu. Satu prajurit mencoba menyerang dari samping, tetapi Darius memotong langkahnya dengan tendangan, lalu menusuknya.

Pertarungan berlangsung cepat. Dalam waktu singkat, hanya tersisa dua prajurit. Mereka mencoba melarikan diri, tetapi Selene dan Mira menembak mereka sebelum mereka mencapai tepi desa.

Hening menyelimuti Brimvale. Hanya suara api yang berderak terdengar.

Edrick berdiri di tengah reruntuhan desa, memandang rumah-rumah yang kini tinggal arang. “Kita terlambat…” gumamnya.

Darius memeriksa sekitar. “Tidak semua orang tewas. Lihat ini.” Ia menemukan jejak kaki kecil menuju sisi barat desa. “Beberapa mungkin lolos.”

Selene memandang ke arah jejak itu. “Kalau kita bisa menemukannya, kita mungkin dapat informasi kenapa Brimvale jadi target.”

Mira menoleh ke Edrick. “Kita tidak bisa membawa para pengungsi terlalu lama tanpa tahu kemana harus pergi. Kita butuh tempat aman.”

Darius mengangguk. “Ada benteng tua bernama Ironford, sekitar satu hari perjalanan ke utara. Sudah lama ditinggalkan, tapi setidaknya bisa jadi tempat berlindung sementara.”

Edrick menarik napas panjang, lalu berkata, “Kita bawa mereka ke Ironford. Tapi kita juga ikuti jejak ini. Jika ada yang selamat, mereka butuh kita.”

Mereka kembali ke bukit, memberi tahu para pengungsi tentang rencana itu. Sebagian besar orang setuju, meski rasa takut jelas terpancar dari wajah mereka.

Sebelum meninggalkan Brimvale sepenuhnya, Edrick menancapkan Ashenlight ke tanah sebentar, seolah memberi penghormatan kepada desa yang hancur itu. “Ini tidak akan dibiarkan begitu saja,” bisiknya.

Selene berdiri di sampingnya. “Garrick akan membayar untuk semua ini.”

Mira menoleh ke arah utara. “Kita harus bergerak sekarang sebelum fajar. Semakin lama kita diam, semakin besar kemungkinan musuh menemukan kita.”

Rombongan itu berangkat lagi. Api Brimvale terus menyala di belakang mereka, menjadi penanda perang yang semakin mendekat. Di depan, jalan menuju Ironford tampak gelap dan tidak pasti, tetapi tekad mereka sudah bulat.

1
Siti Khalimah
👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!