Dipisahkan karena sebuah kesalahan membuat dua remaja mengakhiri hubungan mereka tanpa kejelasan.
Hilangnya Anezha Shepira setelah malam tak terlupakan di antara mereka menyisakan luka bagi Elian. Namun siapa sangka gadis yang ia cari selama ini tiba-tiba muncul disaat ia pasrah dengan keadaan dan mencoba move on dari hubungan masa lalu mereka, lantas akan seperti apa kisah yang sebenarnya belum usai itu?
"Gue udah lupain semuanya, dan anggap kita nggak pernah saling kenal"
"Setelah malam itu? hebat banget." Elian terkekeh sinis, lalu mendekat dan berbisik sinis.
"Dimana dia?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riria Raffasya Alfharizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pingsan
Untuk yang kesekian kalinya. Nezha terjebak hujan disaat pulang sekolah. Ia sengaja berdiam diri di kelas, menunggu sampai hujan reda dan menolak ajakan Vio untuk pulang bersama. Tidak mungkin Vio mengantarnya pulang ke rumah Elian, sementara baik Vio dan Dara tidak tahu pernikahannya.
"Zha, berani lo sendiri?" tanya Dara diangguki langsung oleh Nezha.
"Nggak ada hantunya kan?"
"Kalau di film si ada, hantu bangku kosong."
"Anjir, serem Dar," kesal Vio mendapat kekehan Dara.
"Lo yakin berani sendiri Zha?" Vio bertanya Nezha untuk meyakinkan gadis itu.
Pasalnya menurutnya ngeri juga membiarkan Nezha sendiri di dalam kelas disaat hujan begini lagi. Meski aman dari derasnya hujan, tetap saja rasa sepi yang menghinggap membuat takut. Tetapi itu berlaku hanya untuk Vio, karena jika Nezha sama sekali tidak ada ketakutan, ia pernah berada di titik terendahnya, dimana ia merasa takut yang teramat setelah mengetahui kehamilannya. Banyak sekali pikiran negatif waktu itu. Maka jika hanya bertemu dengan mahluk dimensi lain, rasanya itu tidak begitu menakutkan untuk Nezha.
"Aman, tenang aja, gue nunggu om jemput."
"Bener ya Zha?"
"Iya, kalian buruan gih pulang, keburu sore juga."
"Atau mau nunggu di depan aja, ayo ke depan bareng Zha."
"Enggak, gue aman kok nunggu di sini."
Akhirnya Vio dan Dara mengangguk setuju, Nezha tetap kekeh ingin menunggu di kelas yang menurut Vio dan Dara menyeramkan, lalu keduanya pamit pulang meninggalkan Nezha di kelas sendiri, yang lain memang sudah pulang semua, tinggal Nezha saja sekarang.
Tidak lama setelah kepergian Vio dan Dara, sosok Elian tiba-tiba datang, ini seperti dejavu untuk Nezha. Dan entah kenapa Nezha masih saja gugup setiap kali Elian baru datang menghampirinya.
"Sejak kapan suami lo jadi om-om?"
Nezha memicing, menatap Elian yang mengalihkan tatapan matanya, lalu detik berikutnya Nezha menahan senyumnya, paham akan arah bicara Elian.
"Lo denger?"
"Menurut lo?"
"Sorry El, gue nggak tau harus pakai alasan apa," cicit Nezha pelan.
Elian menoleh ke arahnya, menatap wajah Nezha. Lalu mengangguk samar.
"Ayo, di luar udah sepi, nggak akan ada yang lihat," ujar Elian langsung diangguki oleh Nezha.
Keduanya berjalan beriringan, sama seperti beberapa waktu lalu, bedanya sekarang, mereka sudah menjadi suami istri, namun meski begitu masih ada rasa tidak biasanya, juga batasan, dinding Nezha masih sangat kokoh untuk Elian robohkan. Tetapi meski begitu Elian akan terus berusaha.
"Bentar," ujar Elian berhenti tepat di lorong kelas. Lalu merogoh ponselnya, menelpon seseorang yang entah Nezha tidak tahu siapa.
Nezha sendiri tidak ingin kepo, ia membiarkan saja apa yang dilakukan oleh Elian, fokusnya kini malah ke arah depan ruang guru. Di sana berdiri seorang gadis yang seperti melihat ke arah dirinya dan Elian. Hujan deras yang masih mengguyur membuat Nezha tidak begitu jelas melihat siapa gadis tersebut.
Namun tidak lama, datang Kairo yang membawakan payung untuk Elian, ternyata tadi Elian meminta Kairo untuk membawakan payung.
"Thanks Kai," ujar Elian diangguki Kairo.
"Gue duluan, keburu Jay sama Ray ikut ke sini," ujar Kairo mendapat anggukan kepala Elian.
Sebelum pergi, Kairo melirik ke arah Nezha, membuat Nezha merasa sedikit tidak nyaman, atau barang kali Nezha memang harus mengatakan apa yang sudah Kairo lakukan. "Makasi Kai."
Kairo mengangguk, lalu segera pergi untuk menahan Jayden dan Rayza yang katanya mau numpang mobil Elian tadi. Tidak mungkin Kairo membiarkan mereka melihat Elian yang sedang bersama dengan Nezha sekarang.
"Pakai jaket gue." Elian tanpa aba-aba memakaikan jaket miliknya.
Nezha tidak menoleh, ia hanya mengangguk saja, namun tidak sampai di situ saja, Elian ternyata juga merangkulnya, bahkan jemari Elian yang berada di lengannya cukup erat.
"Payungnya kecil, biar lo nggak kehujanan," ujar Elian tahu akan arah pikiran Nezha.
Sekali lagi, Nezha membiarkan saja, tidak ingin berdebat atau pun menolak, toh apa yang dilakukan Elian memang untuk kebaikannya, meski tidak aman untuk jantungnya sekarang.
Keduanya berjalan beriringan di bawah guyuran hujan yang lebat, payung yang mereka gunakan seakan menambah kesan romantis, meski hanya kegiatan sederhana seperti itu, tetapi memang sangat berkesan.
"Elian!"
Belum sampai masuk ke mobil, tiba-tiba saja suara seorang gadis menghentikan langkah mereka. Baik Elian dan Nezha membalikan tubuhnya, menatap Nabila yang berdiri dengan tubuh basahnya.
"Bila," lirih Elian terkejut melihat adanya Nabila dengan keadaannya sekarang.
"Lian, aku-"
Bruk
Tubuh Nabila tiba-tiba ambruk, dengan cepat payung yang tadi sedang dibawa olehnya ia kasih ke Nezha, lalu mendekati Nabila dan menggendong gadis itu, membawakan ke arah mobilnya dengan dibantu oleh Nezha yang membukakan pintu.
"Zha, lo duduk di belakang sama Bila nggak papa kan?"
Nezha mengangguk saja, ia duduk di belakang dengan menemani Bila yang belum sadarkan diri.
Mobil Elian melesat menuju rumah sakit terdekat, lalu dengan cukup cekatan Elian mengurus semua di rumah sakit hingga akhirnya Nabila mendapat ruang inap.
Nezha duduk di antara orang-orang yang berada di rumah sakit, ia mengamati pergerakan Elian dari mulai masuk sampai sekarang cowok itu menoleh padanya, berjalan ke arahnya.
Hatinya sedikit berdenyut melihat tindakan Elian pada Nabila, Elian sebaik itu dengan Nabila, pantas saja jika Nabila menaruh hati dengan Elian.
"Zha, sorry."
Entah kata maaf itu Elian katakan untuk apa, tetapi Nezha mengangguk dengan seulas senyum.
"Nggak papa, dia temen lo kan?"
"Dia nggak punya siapa-siapa lagi Zha kecuali neneknya," beritahu Elian seketika membuat Nezha menyipitkan matanya.
Hatinya terenyuh dengan setelah mendengar ucapan Elian tadi. Pantas saja jika Elian tadi terlihat khawatir dengan Nabila. Meski masih dalam bentuk normal.
"Lo mau pulang sekarang?" tanya Elian langsung diangguki Nezha.
"Lo tetap di sini kan? Gue pulang dulu El." Nezha membalikan tubuhnya. Memejamkan matanya sejenak dengan helaan napas cukup panjang, sebelum akhirnya mulai melangkah dengan perasaan tidak menentu. Entah kenapa Nezha merasa kecewa dan tidak rela, tetapi apa pantas dia kecewa dengan Elian? Sementara Elian melakukan sebuah kebaikan.
Rumit dengan perasaannya sendiri, Nezha menggeleng pelan, mengenyahkan pikirannya tentang Elian. Namun tidak lama setelah itu, tangannya terasa disentuh oleh seseorang. Nezha menoleh, mendapati Elian yang sedang menautkan jari-jarinya di sela jemari Nezha.
"Gue juga pulang Zha, ada Galen yang lagi nunggu papinya."
Nezha menoleh, menatap Elian tanpa kata, tetapi sungguh hatinya kembali menghangat dengan kata-kata Elian itu.
"Terus Nabila?"
"Ada Elisa, Nabila butuh temannya, bukan suami orang."
Deg
Nezha menatap Elian tidak percaya, tetapi tidak dipungkiri ia senang Elian lebih memilihnya dibanding menemani Nabila. Nezha sangat paham jika kehidupan Nabila mungkin tidak sesempurna itu, tetapi membiarkan Elian hanya berdua dengan Nabila juga sejujurnya mulai memberatkan Nezha. Ada rasa tidak rela.
Elian papinya Galenino. Itu yang selalu coba Nezha ingat.
"Btw, wajah lo merah," bisik Elian menyunggingkan senyumnya.
Nezha langsung meraba wajahnya, mengusap-usap bagian pipinya yang malah membuat tawa Elian akhirnya pecah.
Bisa lucu gini ya maminya Galen
Batin Elian masih memandangi kegiatan Nezha tadi.
. jadi kagen abang gerald dan alsa . .
love semua karya mu kak . sehat" ya kak .. semangat