Niat hati Parto pergi ke kampung untuk menagih hutang pada kawannya, justru mempertemukan dia dengan arwah Jumini, mantan cinta pertamanya.
Berbagai kejadian aneh dan tak masuk akal terus dialaminya selama menginap di kampung itu.
"Ja-jadi, kamu beneran Jumini? Jumini yang dulu ...." Parto membungkam mulutnya, antara percaya dan tak percaya, ia masih berusaha menjaga kewarasannya.
"Iya, dulu kamu sangat mencintaiku, tapi kenapa kamu pergi ke kota tanpa pamit, Mas!" tangis Jumini pun pecah.
"Dan sekarang kita bertemu saat aku sudah menjadi hantu! Dunia ini sungguh tak adil! Pokoknya nggak mau tahu, kamu harus mencari siapa yang tega melakukan ini padaku, Mas! Kalau tidak, aku yang akan menghantui seumur hidupmu!" ujar Jumini berapi-api. Sungguh sekujur roh itu mengeluarkan nyala api, membuat Parto semakin ketakutan.
Benarkah Jumini sudah mati? Lalu siapakah yang tega membunuh janda beranak satu itu? simak kisah kompleks Parto-Jumini ya.
"Semoga Semua Berbahagia"🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Sasongko?
Di ruangnya, Sutarman tampak cemas. Sejak kemarin, ratusan kali ia mencoba menghubungi Parto, namun tak kunjung ada respon.
“Ponsel nggak aktif, email pun tak dibaca, ada apa dengannya?” monolog Sutarman sangat gelisah.
Sutarman mencoba mengingat-ingat lagi ucapan Parto saat mereka bertemu beberapa hari sebelumnya.
“Dia—apa ada yang mengancamnya? Wajah itu sangat tertekan,” gumamnya lagi. “Apa terjadi sesuatu padanya? Bahkan dia menitipkan kondisi ibunya, waktu itu, dia seperti terburu-buru. Apa sebaiknya aku melihatnya ke rumah?”
Sutarman tampak sangat ragu dan bimbang, namun disisi lain, ia mengkhawatirkan Parto.
Pak Galih, atasan Sutarman, berdiri di ambang pintu, yang sengaja dibiarkan terbuka oleh Sutarman. “Bagaimana, temanmu masih tak bisa dihubungi?” tanyanya.
Sutarman mengangguk memberi hormat, lalu menggeleng kecil dengan raut wajah kecewa.
“Jika memang seperti itu, mari jalankan operasi ini sesuai dengan protokol resmi, aku akan melapor ke kepolisian,” ucap pak Galih. “Ah, berikan juga nomor ponsel temanmu, biarkan kepolisian melacaknya, mari bersiap!” perintahnya kemudian.
Beep!
Notifikasi ponsel Sutarman berbunyi, ia segera memeriksanya. Sesaat kemudian matanya membulat sempurna, “Parto!” pekiknya girang.
Pak Galih yang baru saja melangkah, berbalik kemudian menghampiri Sutarman— seorang analis forensik yang bekerja di bawah pengawasannya, sekaligus sebagai ahli analis biologi molekuler.
“Ada kabar?” tanya Pak Galih menunggu jawaban Sutarman.
Sutarman menunjukkan isi pesan email dari Parto.
—Man, ini aku, Parto. Ponsel sama laptopku hilang. Terpaksa aku bikin email baru, berikan nomor ponselmu, aku akan menghubungimu, atau kirimkan hasilnya ke email ini, aku akan membawa ponsel ini selama beberapa hari, karena ponsel ini pun bukan milikku—
Sutarman pun memberikan balasan. Dan beberapa detik kemudian, ponselnya pun berdering. Sebuah nomor asing memanggil.
“Man! Aku Parto!” seru Parto dari seberang.
“Ah! Akhirnya! Kamu benar-benar menyulitkanku! Dasar sialan!” umpat Sutarman.
“Hah? Kamu ketahuan atasanmu kah?” tanya balik Parto.
“Nanti saja kuceritakan! Sekarang beritahu kamu dimana, dan bagaimana kamu mengenal orang yang bernama Sasongko ini!”
“Sasongko?!” terdengar seruan bernada terkejut dan bingung dari Parto.
“Jangan banyak bertanya, polisi sudah mulai bergerak, jika kamu tidak memberitahuku, maka kamu akan terseret juga sebagai komplotannya!”
“Ah, kebetulan kalau begitu, bawa polisi atau apapun itu, aku memang berniat melaporkannya, tapi aku pikir aku harus yakin, tapi—” Parto terdengar kembali ragu. Ia menjeda ucapannya.
“Jangan berbelit! Posisiku juga jadi sulit karenamu! Kamu harus bertanggung jawab!”
“Oke, baiklah-baiklah, persetan siapapun pelakunya, yang penting ditangkap. Aku akan membagi lokasi sekarang!”
Mendengar hal itu, pak Galih bergegas melanjutkan laporannya, ke pihak yang berwajib. Tak lupa Sutarman memberi pesan pada Parto.
—Jangan melakukan apapun, awasi saja dari jarak aman, orang yang kamu yakini sebagai tersangka itu. Tunggu kami tiba disana dalam waktu sekitar dua jam!—
……
Sementara itu, Parto terlihat bingung, masih duduk bersama Lasmi di terminal.
“Kenapa? Apa kata temanmu, Mas?” tanya Lasmi penasaran.
Parto tak segera menjawab, ia bangkit melihat ke sekeliling.
“Kamu kok linglung kaya habis lihat hantu gitu toh, Mas? Bukannya udah biasa lihat hantu? Ap-apa mbak Jum juga disini?” tanya Lasmi kemudian sambil celingukan.
“Jam berapa busnya akan tiba, kita nggak bisa membahas ini di sini!” seru Parto kemudian, masih dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan, antara bingung, terkejut, berpikir keras, dan rasa ambigu.
“Bus terakhir masih sejam lagi.”
“Ah, sialan! Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Parto seakan Lasmi akan memiliki jawaban yang ia butuhkan.
Parto beringsut mendekat, Lasmi yang masih duduk di tempatnya semula, dibuat keki dengan sikap Parto yang aneh. Pasalnya Parto semakin mendekatkan wajahnya tepat di telinga Lasmi, bahkan membuat Lasmi merinding karena udara hangat dari lubang hidung Parto sangat terasa di sebagian wajahnya.
“Apa ada seseorang di kampung yang namanya Sasongko?” bisik Parto.
“Hah?!” Lasmi sedikit menarik tubuhnya menjauh. “Nggak ada, kenapa memangnya?” balasnya berbisik.
Parto terdiam lagi untuk kembali berpikir, membuat Lasmi semakin penasaran, lalu berpikir sejenak, dan terbelalak kaget dengan pemikirannya sendiri. “Apa pelakunya ketahuan?”
“Ssst! Jangan keras-keras, Lasmi! Aku masih berpikir!”
“Ah, iya aku lupa terus mau ngasih tahu ini,” ucap Lasmi kemudian dengan raut wajah serius. Parto menoleh menanti penjelasan lebih. “Orang yang nggak ada pas pemakaman itu cuma Mas Mingun.”
“Nah, jadi makin ruwet sekarang, aku pikir, dari semua bukti, kemiripan jejak, dan ciri fisiknya, semua pemikiranku mengarah ke orang ini, tapi temanku bilang itu orang lain,” terang Parto masih berbisik.
“Hah? Terus apa kata temenmu?”
“Polisi sedang ke sini!”
“Sebentar, apa mayat itu sebenarnya laki-laki?” bisik Lasmi sembari berpikir lebih dalam.
“Ngawur! Masa rambut panjang, pakai rok, laki-laki sih!” balas Parto seraya melempar tatapan jengah ke arah Lasmi.
“Bisa jadi, siapa tahu transgender.”
“Terlalu kreatif kalau seperti itu! Dah, tunggu bus-nya dateng ajalah, semoga mereka cepet kesini, siapapun pelakunya, semoga semua terbuka jelas,” pungkas Parto tak ingin banyak berdebat.
“Tapi aku masih bingung,”
“Sama!” seru Parto dengan mata sedikit melotot, sebagai isyarat agar Lasmi berhenti membahas hal itu untuk sementara. “Eh, kamu dari mana sih?” selidik Parto kemudian.
Lasmi membuka ranselnya, lalu mengeluarkan beberapa buku dari sana. “Beli ini.” Dengan bangga Lasmi menunjukkannya.
“Wah, bagus. Kamu mulai serius belajar ya, bagus itu.”
Keduanya pun berlanjut berbincang ringan hingga akhir ya bus yang mereka tunggu pun datang.
Sesampai di ruko, Lasmi membantu Parto membawa barang-barang yang Parto beli. Tanpa curiga, keduanya pun masuk ke toko.
“Bau apa ini? Las, kamu nyium bau ini nggak?” tanya Parto pelan.
“Bau dupa,” sahut Lasmi
“To! Gawat!” Di saat yang sama, Jumini pun muncul dari tangga membuat Parto semakin terkejut.
“Ada apa? Siapa yang diatas?” tanya Parto masih berbisik. Kali ini Lasmi yang terkejut karena menyadari Parto tengah berbincang dengan Jumini.
“Mingun nyiksa si muka rusak di atas!”
“Hah?!” pekik Parto terkejut sekaligus tak percaya dengan apa yang didengarnya. “Nyiksa gimana?”
“Ya pokoknya naik aja cepet! Tapi tunggu, bagaimana kalau dia juga menyerangmu ya?”
Parto berpikir sejenak, mengingat fisik Mingun yang terlihat bugar, dan kesan menyeramkan yang ditangkap Parto setiap bertemu dengannya, membuat Parto berpikir ulang untuk segera naik. Apalagi ia begitu yakin dengan penyelidikannya sendiri, bahwa Mingun terlibat dengan salah satu pembunuhan, meski ia tak yakin yang mana.
“Naiklah! Aku menunggumu sejak tadi!” teriak Mingun yang terdengar jelas dari tempat Parto dan Lasmi yang masih berdiri beberapa langkah di dekat pintu masuk.
“Tutup pintunya! Dan jangan berusaha mencari bantuan, jika kalian berani melakukannya, maka dua setan yang terjebak di tempat ini aku hancurkan!” tegas dan sangat jelas, ucapan dari Mingun yang entah bagaimana ia pun bisa melihat kehadiran Jumini.
“Las, kamu pulang saja, ini berbahaya.”
“Dan kamu, Lasmi, jangan melakukan apapun, bergabunglah kesini!”
Parto dan Lasmi saling pandang dengan kedua mata membola sempurna, karena terkejut, seakan Ingin mampu mendengar percakapan Parto dan Lasmi, padahal keduanya hanya berbisik.
“Dengan dupa ini, kalian akan merasakan api neraka!”
“Ark!”
Entah apa yang dilakukan Mingun, setelah seruannya yang terakhir, membuat Jumini memekik kesakitan, lalu ambruk menggelepar di lantai.
Melihat hal itu, Parto pun panik. “Kamu pulang aja, jangan dengerin ocehan itu, pegang hape ini, kalau temanku menghubungi, jelaskan juga mengenai yang terjadi di sini!”
“Sebentar, aku takut, tapi dia tadi bilang merasakan api neraka, apa dia mau nyantet kita?” Lasmi terlihat ketakutan.
Terdengar langkah kaki seseorang menuruni tangga, membuat Parto dan Lasmi terdiam waspada.
“Wah, kalian malah ngobrol disini," ucap Mingun dengan senyum menyeringai.
...****************...
Bersambung
dua orang cewek dari masa lalumu dan masa depanmu sedang melarangmu pergi.
gimana to...? jadi pergi atau tetap bertahan walaupun menakutkan?
siapa yg di rulo dan siapa yg di ikuti coba
apa mingun =Sasongko???🤔🤔🤔