Dulu aku menangis dalam diam—sekarang, mereka yang akan menangis di hadapanku.”
“Mereka menjualku demi bertahan hidup, kini aku kembali untuk membeli harga diri mereka.”
“Gu Xiulan yang lama telah mati. Yang kembali… tidak akan diam lagi.”
Dari lumpur desa hingga langit kekuasaan—aku akan memijak siapa pun yang dulu menginjakku.”
“Satu kehidupan kuhabiskan sebagai alat. Di kehidupan kedua, aku akan jadi pisau.”
“Mereka pikir aku hanya gadis desa. Tapi aku membawa masa depan dalam genggamanku.”
“Mereka membuangku seolah aku sampah. Tapi kini aku datang… dan aku membawa emas.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35
Kekek gu tidak lagi bisa bicara, telinganya masih bisa mendengar dan matanya masih bisa melihat.
Hanya saja telinga ini mendengar sesuatu yang membuat hatinya sakit. dan sekarang matanya sudah melihat kenyataan.
Kenyataan jika dia sebenarnya adalah Kakek yang kejam.
Tapi penyesalan sama sekali tidak berguna tapi harapannya masih ada, younglin.
Cucu laki-laki tertuanya.
Jika cucunya ini ada di rumah, dia pasti bisa menjadi pilar harapan di rumah ini.
Younglian, cepatlah pulang kakek menunggu.
Sementara, kakek menangisi nasibnya.Ulan sudah tiba di rumah nya, rumah almarhum ayah angkatnya yang sekarang menjadi rumahnya sendiri.
Matahari pagi belum terlalu tinggi ketika Ulan menjejakkan kembali kakinya ke rumah.
Pintu kayu itu masih berderit ketika didorong, dan aroma debu bercampur kayu tua segera menyergap hidungnya. Tak ada suara di dalam rumah, hanya bayangan kenangan yang menempel pada setiap sudut ruangan. Di sana, di kursi tua dekat jendela, Ulan pernah melihat ayah angkatnya duduk sambil menyeruput teh pahit dan bercerita tentang musim tanam. Di dapur, ada mangkuk pecah yang tak sempat mereka buang,seperti sisa waktu yang membeku setelah kepergian beliau.
"ayah terima kasih"Ulan menghela napas panjang, menyapu debu di ambang pintu dengan telapak tangannya sebelum masuk.
Tiga hari dirawat di rumah sakit, rumah ini tak tersentuh tangan. Lantai berdebu, meja makan penuh remah dan bekas dedaunan kering yang terbawa angin dari celah dinding bambu.
Tapi Ulan, dengan ketenangan yang matang, mulai menggerakkan tangannya. Ia menyingsingkan lengan bajunya dan mulai membersihkan. Menyapu, mengepel, menyiram halaman kecil di belakang rumah. Semua dilakukan dengan diam dan khidmat, seolah itu adalah bentuk penghormatan terakhirnya pada sang ayah angkat.
Menjelang tengah hari, suara sirene desa terdengar,tanda bagi para warga untuk kembali ke rumah masing-masing untuk makan siang.
Tak lama, beberapa bibi dari rumah sekitar lewat, melihat ulan sudah kembali, mereka singgah sebentar untuk bertanya kabar .
“Ulan, kau sudah kembali, nak?” tanya salah satu bibi, menepuk bahunya ringan.
“Bagaimana kondisimu? kemaren kau sempat pingsan, kami sedikit khawatir loh.”
"Hem, Ulan kau..
Mereka menyebutkan belasungkawa atas kematian ayah angkat Ulan, meski demikian tidak berani menyinggung tentang gugurnya suami ulan.
Tekanan berat yang datang karena kematian dua orang di waktu yang hampir dekat.
Mereka takut Ulan akan pingsan lagi.
Ulan tersenyum lembut , dia menutup sapu dan duduk sebentar di ambang pintu. “Aku baik, Bibi. Terima kasih sudah datang. Aku akan mulai bekerja di kota dua hari lagi. Sudah dapat rekomendasi dari militer.”
Para bibi terperangah. Mata mereka berbinar bangga.
“Wah, sungguh keberuntungan besar. Jadi istri prajurit memang berbeda ya,” gumam salah satu dari mereka. “Bahkan sudah jadi janda pun masih dapat penghargaan.”
"Setidaknya kau tidak perlu mengkhawatirkan bagaimana caranya untuk hidup. Tidak seperti kami yang setiap hari harus mencangkul tanah"
Bisa bekerja di pabrik adalah impian semua orang. Siapa yang ingin bekerja keras di ladang jika tidak cukup makan dan berpakaian.
Pekerja pabrik adalah hal yang keren.
Yang lain tertawa kecil, tapi di tengah gelak itu, ada juga bisikan-bisikan yang menyebutkan bagaimana keluarga Gu sekarang benar-benar terpuruk.
“Lihat saja keluarga Gu itu. Neneknya di penjara, kakeknya stroke. Sungguh karma. Padahal dulu merasa paling mulia, paling suci,” kata seorang bibi dengan suara pelan namun tajam.
Namun Ulan tidak ikut larut dalam obrolan itu. Ia menegakkan punggungnya dan berkata dengan tenang, “Itu bukan urusanku lagi, Bibi. Kaya atau miskin, mereka tidak ada hubungannya denganku sekarang. Aku hanya punya satu kerabat, yaitu Ayah Lu dan Kepala Desa. Itu pun karena mereka yang memberiku tempat dan nama. Sisanya, aku tidak lagi mengenal siapa pun.”
Para bibi mengangguk puas. Ulan, gadis yang dulu sering dibentak dan disalahkan, kini tumbuh menjadi perempuan dengan hati baja.
Namun, kedamaian siang itu tak bertahan lama.
Gu Younglian kembali ke desa.
Tak seorang pun tahu di mana dia selama ini, tapi kini dia muncul dengan pakaian bersih, sepatu mengilap, dan sikap angkuh yang tak bisa disembunyikan. Beberapa warga hanya menggeleng melihatnya. Tak lama setelah mendapat kabar tentang kondisi keluarganya, dia langsung berjalan cepat ke arah rumah Ulan. Napasnya memburu, matanya penuh amarah.
Ulan adalah orang yang menyebabkan segalanya. Tanpa mengetuk, dia mendorong pintu rumah Ulan dengan kasar.
“Ulan!” teriaknya. “Keluar kau!”
Ulan, yang sedang berbicara dengan dua bibi segera menoleh .
Ia melihat ke arah sepupunya itu lalu berdiri dengan tenang.
“Ada apa, Younglian?” tanyanya datar. Younglian sama kesel mendengar nada bicaranya. Dulu Ulan tidak bisa memanggilnya dengan nama lengkap. dia harus menyebutnya sepupu dengan kepala tertunduk.
Segera marahnya meluap seperti air bah.
“Apa yang kau lakukan pada keluargaku, hah?! Karena kau, nenekku dipenjara! Karena kau, kakekku sekarat, karena kau kami berhutang, gara-gara kau gadis sial!”
Yang tidak disebutkan adalah gara-gara Ulan yang tidak pergi menginap, maka dia yang harus menjadi gantinya. Akibatnya sampai saat ini pantat nya masih terasa sakit.
Semua karena Ulan.
Wajah Younglian merah padam. Tangan kanannya terkepal, dan dia maju selangkah, ingin menghantam wajah Ulan. Setelah mengalami hal yang menyakitkan kemarin . Dia tidak lagi peduli perbedaan gender, baik laki-laki atau perempuan baginya sama saja.
Kali ini dia ingin memukul Ulan agar gadis itu belajar jika dia adalah pria yang tidak bisa diremehkan.
Namun sebelum tangan itu sempat bergerak, beberapa bibi yang masih berada di halaman rumah langsung menerjang.
“Kurang ajar kau! Memukul perempuan siang bolong?!”
Satu sapu lidi mendarat di punggung Younglian, lalu satu lagi di lengannya. Dia mundur kaget, melindungi kepalanya, tapi para bibi tidak memberi ampun.
"pergi kau dasar tidak tahu malu seorang laki-laki ingin memukul perempuan hah, pergi!!"
“Aku saudara sepupunya! Aku berhak memberinya pelajaran!” seru Younglian, mencoba membela diri.
"hak apa yang kau punya, jangankan kau ayah dan ibunya juga tidak punya hak lagi, pergilah keluarga gu tidak punya malu...
Namun younglin tidak mau mengalah dia juga hampir mengangkat tangannya untuk meraih sapu dan balas memukuli wanita tua yang berlidah tajam itu.
Ulan melihat itu Dan Dia segera nmelangkah maju.
Wajahnya dingin, matanya menatap tajam. Bukannya maju untuk bertarung tapi dia berjalan ke dapur, dan dalam sekejap, kembali ke halaman lagi dengan dengan pisau dapur yang masih mengilap.
Dia mengangkatnya tinggi-tinggi dan berkata dengan suara lantang.
“Majulah, Younglian. Kalau hari ini kau tidak berdarah, jangan panggil aku Ulan. Aku bukan gadis yang dulu kalian hina. Aku janda seorang martil, dan negara akan membelaku lebih dari siapa pun di desa ini. Sentuh aku… dan lihat apa yang terjadi!”
"Ulan apa kau berani, aku akan menuduhmu mengancam orang, saat itu kau akan dipenjara sama seperti nenek, apa kau tidak takut??"
Ulan tertawa terbahak-bahak sambil melambaikan pisau di tangannya.Weiran berkata Dia harus mempertahankan diri sendiri dan tidak perlu mengandalkan orang lain.
Sekarang dia bahkan tidak peduli dengan reputasinya.
"mau lapor, pergilah, saat itu kau tidak akan pernah bisa menghidup udara bebas. cucu seorang pembunuh datang di depan rumah korban, jika kau mati di sini aku hanya akan dikatakan untuk membela diri sendiri hahaha, younglin ayo.. ayo maju!"
Younglian mundur perlahan. Napasnya terengah, wajahnya memucat. Dia menatap pisau itu, lalu wajah Ulan yang tegak seperti gunung di musim badai. Tak ada rasa takut di mata gadis itu, hanya keteguhan.
Kapan gadis bodoh ini menjadi lebih pintar dan lebih berani. Sial kenapa dia tidak menyadari jika gadis itu sebenarnya sudah berubah.
Ulan, kau...
“Aku… aku akan pergi sekarang… tapi kau akan lihat!” katanya terbata, sebelum memutar tubuh dan lari dari halaman rumah, disambut tawa kecil dari para bibi.
Para bibi berseru kagum, tak menyangka Ulan bisa seberani itu.
“Pria macam apa itu,” gumam seorang bibi. “Tak tahu malu, memukul wanita! Untung Ulan bukan Ulan yang dulu!”
Ulan menurunkan pisaunya, tersenyum dingin. Ia tahu, luka hatinya belum sepenuhnya sembuh. Tapi hari ini, ia berdiri sebagai dirinya sendiri. Tak ada lagi ketakutan. Tak ada lagi ketundukan. Ia adalah Gu Xiulan—janda prajurit, anak angkat yang diakui, dan seorang wanita yang tahu caranya bertahan di dunia yang keras.
Gu Younglian segera kembali ke rumahnya dengan langkah lesu dan dada penuh amarah yang tak lagi bisa ia arahkan ke siapa pun.
Dia pikir kepulangannya akan disambut dengan wajah senang dari keluarganya
Tapi begitu membuka pintu, aroma lembap dan pekat menyeruak dari dalam rumah yang sudah tak lagi terurus dengan baik. Debu menumpuk di sudut ruangan, dan dinding-dinding bambu tua berderit tertiup angin sore yang dingin.
Ibunya, bibi kedua Ulan, langsung menyambut dengan mata berkaca-kaca, memeluk putranya dengan erat.
“Kau ke mana saja, Lin er? Kenapa baru sekarang pulang?” suaranya bergetar, nyaris tak terdengar.
"sudah berapa lama kau tidak pulang, kau.. Kau melupakan ibumu Hem?"
Younglian menunduk, suaranya lirih, “Aku… Aku malu, Bu. Aku sudah gagal. Aku kira bisa membawa pulang uang untuk kakek, tapi semuanya berantakan. Aku bahkan tak sanggup melihat kalian waktu itu…”
Tangis sang ibu makin pecah.
"putraku yang malang, huhuhu..
Mereka berdua terdiam dalam pelukan yang sunyi, hanya ditemani suara angin dan bau getir kemiskinan yang menggantung di udara rumah itu.
Ayah Ulan menepuk pundak keponakannya ini. Sekarang hanya dialah laki-laki yang bisa diandalkan di rumah ini .Setelah keponakannya kembali ,dia bisa berbagi beban dengannya.
"Lin 'er, tidak mudah mencari uang di luar sana. Paman ngerti, sukurlah kau sudah kembali"
Tak lama kemudian, Younglian mengangguk kecil dan berkata, “Aku ingin melihat kakek.”
"Oke kakek juga pasti merindukanmu dan dia pasti senang melihat kau kembali"kata ayah ulan yang langsung memimpin untuk pergi ke kamar ayahnya.
Ia melangkah menuju kamar belakang, kamar sempit dan pengap yang kini menjadi tempat beristirahat kakeknya yang lumpuh total karena stroke. Bau pesing dan sisa kotoran memenuhi udara. Kasur tua itu lembap dan kumal, dan tubuh kakek terbaring kaku, matanya terbuka samar menatap langit-langit yang penuh sarang laba-laba. Tidak ada senyum, tidak ada suara. Hanya napas berat dan tubuh yang nyaris tak bergerak.
Younglian berlutut di sisi ranjang. Air matanya jatuh, satu demi satu, membasahi seprai lusuh itu.
“Kakek…” bisiknya, “Aku minta maaf. Aku tahu aku cucu yang gagal. Dulu, kakek sering membela aku di depan Ayah. Kakek bilang aku anak laki-laki yang akan mengangkat martabat keluarga. Tapi sekarang lihat aku… Aku bahkan tak bisa memberimu setetes air bersih atau uang untuk ke rumah sakit…”
Ibunya masuk ke kamar. Di belakangnya, ayah Ulan dan beberapa anggota keluarga lain berdiri diam, menutup hidung mereka. Wajah mereka suram, tak tahu harus berbuat apa.
“Kita semua tahu… tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Tak ada uang. Tak ada rumah sakit yang mau menerima. Bahkan desa pun menolak membantu. Aku tak tahu apa yang bisa kulakukan lagi, selain…”
Ibu younglin membisikkan sesuatu di telinga putranya itu.Wajah younglin segera menghitam ketika mendengarnya. Untuk beberapa menit dia terdiam seolah-olah sedang memikirkan sesuatu.
Tapi setelah itu hanya ada tekad kuat di wajahnya.
Ia terdiam, lalu menunduk dan menggenggam tangan kakeknya yang kurus dan dingin. Di sisi lain, ibunya menatap penuh air mata, namun tak sanggup mengucapkan apa-apa. Semua orang seolah memahami maksud ucapannya, tapi tak satu pun berani menegur.
Younglian menarik napas dalam, lalu mengambil selimut tua di sudut tempat tidur. Dengan gerakan lembut, ia membenahi letaknya, menutupi wajah kakeknya sampai ke dagu. Selimut itu usang, berlubang di beberapa bagian, namun masih terasa hangat.
Tapi juga bagus untuk menghalangi udara.Mata tua kakek sudah kosong ketika menyadari niat sebenar jadi cucu kesayangannya.
Dia mulai merasa sesak ketika hidungnya tidak lagi bisa bernafas di balik selimut.
“Kakek, tidurlah yang tenang… Jangan pikirkan kami lagi…”
Satu per satu anggota keluarga keluar dari kamar. Tidak ada kata yang diucapkan, juga tidak ada yang protes. Hanya keheningan yang panjang dan berat. Mereka tahu, di dalam kamar kecil yang pengap itu, satu babak kehidupan akan segera tertutup.
Di luar kamar, suara angin berembus, membawa serta duka yang tidak lagi bisa disuarakan.
Kurang dari dua jam, ketika semua orang kembali bekerja di ladang.
Seseorang datang , napasnya tergesa saat memberi kabar, “Kakek Gu… sudah meninggal dunia di rumahnya"
Orang-orang yang bekerja di ladang jagung langsung bangkit dari posisi berjongkok. tapi tidak ada yang mencurigakan dari hal ini.
Wajar jika pria tua itu pergi, sementara dokter sendiri juga sudah menyebutkannya.
"ada apa dengan keluarga gu, satu persatu orang meninggal dan wanita tua itu masih di dalam penjara, ckckck"
Orang yang melapor berkata, "Katanya dia meninggal dalam keadaan tenang, di kamarnya sendiri.”
Mereka bergosip lagi tentang hal-hal yang terjadi di kalalong keluarga itu akhir-akhir ini.
Ulan berencana untuk tidur siang, tapi dia juga dikabari tentang meninggalnya kakek. Tangannya mengepal pelan, pandangannya kosong menatap debu yang terangkat. Ada desir halus di hatinya,bukan sedih, tapi lebih seperti bayangan masa lalu yang lewat begitu saja.
Di kehidupan sebelumnya sebenarnya kakek masih segar bugar bahkan ketika dirinya menutup mata. tapi di kehidupan ini pria tua itu tidak bertahan.
Rupanya kupu-kupu sedang mengapakan sayapnya. banyak yang sudah berubah setelah kelahiran kembali.
Salah satunya adalah kakek yang meninggal lebih awal. Dan mungkin nenek juga akan menyusul di dalam lagi.
“Begitu ya...” gumamnya lirih. “Akhirnya giliran mereka menerima balasan.” Suaranya tenang, tapi mata Ulan menatap jauh, dingin namun damai.
Dia tidak menangis. Tidak juga bersedih. Dulu dia pernah peduli. Tapi sekarang, hidup dan mati keluarga itu... bukan lagi urusannya.
lanjut thorrr terusss semangatt💪💪💪❤️
tetap semangat..💪