Mereka mengatakan dia terlahir sial, meski kaya. Dia secara tidak langsung menyebabkan kematian kakak perempuannya dan tunangannya. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang berani menikahinya. Mempersiapkan kematiannya yang semakin dekat, ia menjadi istrinya untuk biaya pengobatan salah satu anggota keluarga. Mula-mula dia pikir dia harus mengurusnya setelah menikah. Namun tanpa diduga, dia membanjirinya dengan cinta dan pemujaan yang luar biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Jelas, suasana hati Luca sangat buruk pada malam sebelumnya. Namun, ketika Freya tertidur, dia tidak hanya tidak membangunkannya, tapi bahkan menyuruh seseorang untuk menggendongnya ke tempat tidur.
Dia juga memiliki sisi yang lembut.
Freya adalah wanita yang sangat mudah untuk disenangkan.
Dia tersenyum dan turun tangga dengan suasana hati yang baik.
Di ruang tamu di lantai bawah, Luca, yang mengenakan pakaian serba hitam, sedang bersandar di sofa. Dia memegang secangkir teh dengan satu tangan lalu menyeruputnya.
Ada seorang pria berpakaian putih yang duduk di sebelahnya. Pria itu sedang membicarakan tentang gosip keluarga Moretti kepada Luca.
"Kau tidak tahu soal ini, tapi Brandon jadi bahan tertawaan di kalangan kelas atas beberapa hari terakhir."
"Sebagai cucu tertua keluarga Moretti, usianya hampir tiga puluh tahun. Dia baru saja mendapatkan perusahaan dari Tuan Moretti untuk dikelola hanya beberapa hari, tapi keluarga Granger datang ke rumah dan membuat keributan di sana. Dia tidak hanya dipermalukan habis-habisan, tapi perusahaannya juga diambil alih! Dia benar-benar sedang mengalami nasib buruk. Beberapa hari lalu, dia bahkan mengalami kecelakaan mobil karena suatu alasan."
"Itu hanya kecelakaan mobil biasa, Tapi katanya dia sampai cedera di bagian... itunya. Kurasa dia tak akan bisa bersama wanita selama setengah tahun ke depan. Sungguh hukuman yang luar biasa!"
Pria berpakaian putih itu tampak senang bergosip. Dia tidak menyadari bahwa Freya sudah menuruni tangga.
Pria yang matanya tertutup oleh kain hitam sedikit memiringkan kepala. Lalu dia berkata dengan suara dalam dan dingin, "Kau sudah bangun?"
Jelas, dia sedang bertanya pada Freya.
Freya menggigit bibir dan tersenyum. Bulu matanya bergetar. "Ya."
Barulah Felix menyadari keberadaan Freya.
Dia menatap wanita muda yang baru saja turun tangga itu dari atas hingga ke bawah. "Kau terlihat jauh lebih cantik saat sudah bangun."
Soal pria asing itu, Freya masih agak canggung. "Kauu...?"
"Felix Keane, dan dia adalah dokter pribadiku."
"Tuan Keane, senang bertemu dengan Anda." Gadis itu berjalan mendekat ke sofa. Saat menuangkan teh untuk Felix, dia bertanya dengan suara lembut, "Tuan Keane, kenapa Anda datang tiba-tiba? Apa... suamiku sedang tidak sehat?”
Felix hampir menyemburkan teh dari mulutnya. "Kenapa kau malah mengira ada yang salah dengan tubuh Luca?”
Padahal jelas-jelas dia sendiri yang pingsan karena kelelahan kemarin malam. Tapi saat bangun, pertanyaan pertama yang dia lontarkan adalah soal kondisi Luca?!
Luca memutar mata ke arah Felix dari balik kain hitamnya. "Dia datang untuk pemeriksaan rutin."
Barulah Freya mengerti semuanya.
Dia meletakkan teh di depan Charlie dengan hati-hati. "Jadi, tidak ada yang salah dengan tubuh suamiku, kan?”
Gadis muda di depannya tampak begitu serius. Dia tidak tampak seperti istri yang baru saja dinikahi Luca beberapa hari yang lalu.
"Tidak ada masalah." Kata Charlie sambil tertawa. Lalu dia melirik ke arah Luca sambil berkata dengan nada menggoda, "Tapi, waktu kalian baru menikah, Tuan Moretti memintaku untuk melakukan pemeriksaan padanya. Maklum, beliau sangat ingin segera punya cicit.”
Setelah berkata demikian, dia mengedipkan mata pada Freya. "Jika Luca punya masalah di ranjang, kau harus memberitahuku. Jika kita mengetahuinya lebih awal, kita dapat mendiagnosis dan mengobatinya sesegera mungkin.”
Ucapan Felix langsung membuat wajah Freya memerah seketika.
Dia menunduk dan memainkan jari-jarinya, tak tahu harus berkata apa.
"Levi." Pria dengan mata tertutup kain hitam itu perlahan mengangkat cangkir tehnya dan meminumnya. "Pukul dia."
Dalam sekejap, di bawah tatapan panik Felix, pemuda berpakaian putih melompat langsung dari tempatnya di samping pagar lantai atas. Dia lalu melompat ke sofa dan menangkap Felix dan langsung memukulinya tanpa ampun.
"Levi! Tampan, Levi! Aku salah, aku salah!”
Sambil berusaha menghindari pukulan Levi, Felix memohon belas kasihan. "Aku minta maaf! Aku sungguh minta maaf!”
Melihat betapa lucunya Felix saat dikejar dan dipukuli Levi, Freya akhirnya tak bisa menahan tawa.
Itulah pertama kalinya Luca melihat Freya tertawa lepas seperti itu.
Itu bukan senyum formal yang biasa ia tunjukkan. Juga bukan senyum terpaksa yang ia tunjukkan di depan keluarganya.
Itu tawa yang tulus dari dalam hati.
Sinar matahari pagi masuk lewat jendela besar, menyinari rambut hitam Freya dengan warna keemasan. Sebuah helaian rambut tergerai nakal di samping telinganya, bergoyang ringan karena tawanya.
Karena tidak dapat mengendalikan diri, Luca mengulurkan tangan untuk menyelipkan helaian rambut itu ke belakang telinga Freya, memperlihatkan wajahnya yang murni dan bersih.
Awalnya, perhatian Freya sepenuhnya tertuju pada Felix dan Levi. Namun, begitu disentuh Luca seperti itu, dia langsung tersadar.
Setelah menyadari apa yang terjadi, wajahnya langsung memerah.
"Terima kasih."
Beberapa saat kemudian, dia mengernyit Pelan. "Kau... bagaimana kau tahu..."
"Bukankah dia buta? Tapi bagaimana dia tahu ada helaian rambutku yang keluar dari tempatnya?"
"Atau... dia hanya ingin menyentuhku? Dan kebetulan menyentuh rambutku?"
Luca tidak menjawab pertanyaannya. Dengan tenang, dia mengganti topik pembicaraan. "Kau tidur sangat nyenyak pagi ini, jadi aku menerima satu panggilan untukmu."
Perhatian Freya langsung tertuju pada ucapannya. "Panggilan apa?"
"Itu telepon dari bibimu, Priscilla." Luca mengangkat alis tipisnya. "Ternyata kau benar-benar memberinya uang."
Senyuman di wajah Freya langsung menghilang.
Dia tidak menyangka rahasia itu terbongkar begitu cepat.
"Aku memberinya uang dari beasiswaku." Saat itu, dia hanya bisa jujur padanya. "Nenekku tidak tahu bahwa aku sudah menikah, jadi..."
"Jadi kau membiarkannya memerasmu." Ada nada marah dalam suara dalam Luca. "Kenapa kau tidak bilang padaku?"
Setelah dia pingsan semalam, Luca sudah memikirkan semuanya baik-baik.
Freya bukan wanita biasa.
Dia keras kepala dan tangguh. Dia juga berpegang teguh pada prinsip hidupnya.
Jika dia tidak ingin mengungkapkan sesuatu, maka tak ada ancaman yang bisa memaksanya bicara.
Menghadapi gadis yang tampak lembut tapi keras hati itu, Luca tidak punya pilihan selain langsung menegurnya.
"Aku..." Ditegur seperti itu, tubuh Freya bergetar sedikit. "Aku takut kau akan mengira aku menikah denganmu demi uang. Meskipun awalnya memang karena hal itu..."
Dia menunduk, sikapnya sangat menggemaskan.
Dibandingkan sikap keras kepalanya, Luca merasa sisi gugup dan tidak berdaya Freya ini jauh lebih menarik.
Luca mengangkat alis dan tersenyum tipis. "Kalau aku tidak menanyakannya, apa kau berencana menyembunyikannya selamanya?"
Freya mengangguk. "Mhm... Soalnya ini urusanku pribadiku... Aku tidak punya alasan untuk memintamu bertanggung jawab atas diriku."
"Dia itu suamimu. Tentu saja dia harus bertanggung jawab atasmu, seperti kau juga harus bertanggung jawab atas bagian tubuhmu... dan sisa hidupmu. Itu wajar."
Entah sejak kapan, Felix sudah duduk di sisi sofa sambil merangkul Ben.
Dia menatap Freya sambil tersenyum. "Sebenarnya, Luca tahu apa yang sudah kau lakukan beberapa hari ini. Alasan dia tidak menyebutnya adalah karena dia sedang menunggu kau mengaku sendiri."
Mata Freya terbelalak. Tanpa sadar, dia melirik ke arah Luca.
Wajah pria itu tetap datar. Kain hitam yang menutupi matanya seolah juga menyembunyikan semua emosinya.
"Kau..." Mengingat alasan yang ia berikan—berpura-pura belajar Fisika— wajahnya langsung memerah lagi.. "Kau... tahu aku berbohong..."