Dinda memilih untuk menikah dengan seorang duda beranak satu setelah dirinya disakiti oleh kekasihnya berkali-kali. Siapa sangka, awalnya Dinda menerima pinangan dari keluarga suaminya agar ia berhenti di ganggu oleh mantan pacarnya, namun justru ia berusaha untuk mendapatkan cinta suami dari hasil perjodohannya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 30
Taksi yang ditumpangi oleh Dinda dan Indra mulai memasuki perumahan tempat tinggal Dinda, taksi tadi berhenti tepat didepan rumah Dinda.
Melihat Dinda yang masih tertidur lelap membuat Indra tidak tega membangunkannya, ia pun memutuskan untuk membiarkan Dinda tidur lebih lama.
"Maaf yah Pak, biar dia tidur dulu, kasihan dari semalam dia tidak tidur."
"Tidak apa-apa Mas."
Indra kemudian kembali diam menatap lurus kedepan, walaupun pundaknya sudah terasa pegal, tapi ia berusaha menahannya agar Dinda tetap tidur dengan nyaman.
Merasa mobilnya tidak bergerak, Dinda perlahan mengerjapkan matanya, ia terbangun dari tidurnya dan menyadari kepalanya menyender di pundak Indra.
"Astaga, maaaf kak Indra." Ucap Dinda yang langsung menjauhkan dirinya dari Indra, ia merasa terkejut dan bersalah.
"Sudah bangun." Indra sama sekali tidak mempermasalahkannya karena ia sendiri yang menyenderkan kepala Dinda di bahunya.
"Kenapa tidak bangunkan aku?." Tanya Dinda menatap keluar jendela taksi, ternyata ia sudah sampai di depan rumahnya.
"Kamu tidurnya nyenyak sekali, pasti kamu kelelahan semalaman tidak tidur." Jawab Indra, perhatiannya membuat Dinda merasa tersentuh tetapi juga merasa bersalah karena membuat Indra menunggu dirinya sampai bangun.
"Ya ampun, aku tidak sadar sampai ketiduran tadi." Ucapnya, ia lalu memegangi kepalanya yang terasa sedikit sakit.
"Kepala kamu pusing?." Tanya Indra mendekatkan wajahnya sedikit ke arah Dinda, ia juga menempelkan punggung tangannya di dahi Dinda untuk memastikan Dinda baik-baik saja.
"Sedikit kak, aku turun dulu yah, kasihan Rindu pasti sudah menunggu aku." Jawab Dinda dengan cepat menghindari tangan Indra, ia berdalih membawa nama Rindu agar bisa keluar secepatnya dari taksi ini sebelum perasaannya semakin berdebar karena segala perhatian dari Indra.
"Ya sudah." Ucap Indra kemudian.
"Sebentar." Dinda mengambil handphonenya di saku celananya, berniat membayar taksinya melalui qris tapi Indra langsung menahannya.
"Tidak perlu, biar aku yang bayar taksinya." Kata Indra melarang Dinda membayar taksinya.
"Aku tidak enak sama kak Indra." Tatapan mata Dinda terlihat sudah sangat tidak enak merepotkan Indra dari semalam, ia pun berniat untuk membalasnya walaupun dengan hal sekecil apapun.
"Sudah tidak usah, lagipula aku juga masih jauh turunnya." Jawab Indra kemudian bersikeras tidak ingin jika Dinda yang membayar taksinya.
"Loh tidak turun disini Mas?, saya pikir Masnya suami mbak ini." Tanya supir taksi itu heran, Dinda dan Indra sama-sama terdiam mendengar penuturan dari supir taksi tersebut.
"Bukan Pak, cuma...teman saja." Ucap Dinda yang tidak tau harus mengatakan apa tentang hubungan mereka, kata teman pun terlontar begitu saja dari mulutnya saking salah tingkahnya ia, "Terima kasih yah kak Indra, aku turun dulu." Ia pun berterima kasih pada Indra dan langsung membuka pintu mobil lalu segera turun dari sana dengan terburu-buru agar wajahnya yang memerah menahan salah tingkah tidak terlihat oleh Indra.
Begitu turun ia juga sesegara mungkin menutup pintu taksi tersebut, melihat Dinda yang terburu-buru membuat Indra bingung sendiri, ia lalu bergeser ke tempat duduk Dinda tadi dan menurunkan kaca jendela taksinya.
"Nanti kembali ke rumah sakitnya hati-hati yah." Kata Indra berpesan sebelum ia berlalu dari sana.
"Iya kak, kak Indra juga hati-hati jalan pulangnya." Jawab Dinda tersenyum tipis lalu segera berbalik berjalan menjauh dari taksi.
Taksi tersebut lalu kembali melaju membawa Indra pergi dari sana.
Dinda berbalik kembali memperhatikan taksi yang mulai menjauh dari area perumahannya, ia lalu memegangi dadanya yang tidak mau berhenti berdebar.
"Dinda sadar Dinda, kenapa jantung kamu selalu berdebar sih setiap kak Indra menunjukkan perhatiannya." gerutunya pada dirinya sendiri.
Ia lalu menggelengkan kepalanya sekuat mungkin untuk mengusir rasa berdebarnya saat mengingat Indra.
Begitu berhasil kembali dengan perasaan normal, Dinda melangkah menuju ke rumahnya. Pagar rumahnya yang miring karena terlepas dari tempatnya membuat Dinda kembali sedih mengingat kejadian semalam.
"Pasti Papa sangat kesakitan." Gumamnya merasa sangat sedih mengingat bagaimana Ayahnya terpental semalam di pagar itu hanya untuk menyelamatkannnya.
"Aku harus mencari tau siapa yang menabrak Papa semalam." Ucapnya dengan wajah memerah menahan marahnya yang mulai meluap.
Ia lalu berjalan masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil barang-barang keperluan Ayahnya selama di rumah sakit untuk beberapa hari kemudian sampai Ayahnya benar-benar pulih.
***
Selesai mengemas barang-barang Ayahnya, Dinda pun berjalan ke kamarnya untuk mandi dan mengganti bajunya. Saat akan membuka jaket yang ia kenakan, pikirannya langsung tertuju pada Indra.
"Astaga, aku lupa mengembalikan jaket kak Indra." Ucapnya melepas jaket tersebut dan meletakkannya di kasur dengan hati-hati.
Dinda memandangi jaket yang menghangatkan badannya semalaman sambil menunggu operasi Ayahnya selesai, ia begitu tersentuh dengan kebaikan Indra yang selalu menemaninya tanpa mengeluh atau merasa kerepotan.
"Kak Indra dan Mamanya benar-benar orang yang tulus, aku bersyukur bisa mengenal orang seperti mereka." Gumamnya merasa begitu senang berkenalan dengan Indra dan keluarganya.
Lama melamunkan Indra, Dinda pun beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan bersiap untuk kembali ke rumah sakit.
***
Setelah semuanya siap dan ia pun sudah selesai dengan dirinya, Dinda langsung meraih tasnya dan juga kunci mobilnya yang ia letakkan diatas nakas.
Dengan langkah terburu-buru ia turun dari kamarnya, meraih tas berisi barang-barang Ayahnya yang ia letakkan diatas meja ruang tengah dan segera keluar menuju ke mobilnya.
Sebelum ke bagasi untuk mengeluarkan mobilnya, Dinda terlebih dahulu berjalan ke pagar dan mendorong pagar tersebut sekuat tenaganya, ia kemudian mengangkat pagar yang sudah terbuka dari relnya itu perlahan menuju ke samping agar tidak menghalangi jalannya nanti.
"Banyak yang harus dibenahi nanti, setelah Papa pulih baru aku benahi kekacauan dirumah." Ucapnya memperhatikan sekeliling pagar rumahnya yang juga sedikit berantakan karena tabrakan semalam.
Setelah selesai Dinda pun berjalan ke arah mobilnya, masuk ke dalam dan menyalakan mesin mobilnya lalu membawanya kembali ke rumah sakit.
Tidak lupa ia membeli sarapan untuk dirinya dan Rindu yang juga pasti sudah lapar, hari pun sudah semakin siang.
***
Dinda berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju ke ruang rawat Ayahnya dengan membawa banyak bawaan ditangannya, ia lalu masuk ke dalam begitu tiba disana.
"Maaf lama Rin." Ucapnya begitu masuk ke dalam dan mendapati Rindu tengah memainkan ponselnya di sofa.
"Tidak apa-apa Din." Jawab Rindu memahami situasi sahabatnya itu.
"Makan dulu yuk, aku beli makanan buat kita." Ajaknya kemudian berjalan ke sofa dan meletakkan dua kotak makanan didalam satu plastik.
"Kamu juga makan, kamu butuh tenaga buat jaga Papa kamu." Kata Rindu mengajak Dinda duduk disampingnya dan makan bersamanya.
Dinda mengangguk dan ikut duduk makan bersama Rindu, ia merasa begitu bersyukur memiliki sahabat seperti Rindu.