Spinoff The Lost Emir
Nandara Blair, pembalap MotoGP dari tim Ducati, tanpa sengaja menabrak seorang gadis saat menghindari seekor kuda yang lari. Akibatnya, Wening Harmanto, putri duta besar Indonesia untuk Saudi Arabia yang sedang berlibur di Dubai, mengalami kebutaan. Nandara yang merasa bersalah, bersedia bertanggung jawab bahkan ikhlas menjadi mata bagi Wening. Bagaimana kisah antara Emir Blair dan seorang seniman tembikar yang harus kehilangan penglihatannya?
Generasi Ketujuh Klan Pratomo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Vampir
"Saudara kembar ... Nandara?" beo Wening yang hanya bisa membayangkan wajahnya mirip Nandara tapi versi cewek.
"Iya. Aku datang kemari karena satu, kangen keluarga aku disini plus Daddy dan Opa kangen cucunya. Kedua, ingin tahu keadaan kamu. Ketiga, suamiku mau menangkap manajer Nanda yang sudah berbuat kriminal di New York serta menggelapkan uang Nandara. Oh, aku pengacara by the way dan suamiku agen FBI," jawab Nefa.
Wening melongo. Jujur dia tidak pernah kepo soal Emir di Timur Tengah meskipun ayahnya sekarang duta besar Republik Indonesia di Arab Saudi. Wening lebih fokus dengan pekerjaannya sebagai seniman tembikar. Bahkan dia memilih kuliah di Royal College of Art London dengan program desain keramik dan seni kriya yang inovatif. Wening bahkan ikut beberapa pameran di Eropa sebagai artis pemula dan dirinya terpilih ikut pameran besar enam bulan lagi di Leiden Belanda.
"Aku ... tidak terlalu mengikuti Nandara jadi tidak tahu ... Keluarganya. Hanya tahu dia pembalap MotoGP dan seorang Emir Dubai. Itu saja," jawab Wening tidak enak.
"Santai saja. Wajar kok, sebab aku juga tidak suka terlalu diekspos di media. Memang dulu pernah awal-awal Nanda maju di MotoGP tapi setelah menikah ya aku pindah ke New York dan tidak terlalu dihubungkan sih." Nefa mendekati Wening. "Lagipula, aku tidak suka beken karena privasi aku jadi kena. Malas kan?"
Wening tersenyum. "Padahal banyak orang yang ingin beken."
"Yang kebanyakan stupid dan viral sesaat dimana kami -- maksudku keluarga aku -- bukan tipe suka fomo." Nefa berbisik, "Don't make stupid people famous because it will never last. Apalagi kalau bekennya karena aib atau stupid act atau idiot!"
Wening cekikikan. "Kamu sangat berbeda dengan Nandara. Dia soft spoken sementara kamu sangat ... Emak-emak!"
Nefa tertawa terbahak-bahak. "Hei, aku emak dua anak dengan sikap mirip ayahnya semua yang macam vampir! Pasha dan Shana itu sangat cool. Cenderung kaku macam suamiku tapi ya mau gimana."
"Berapa usianya?"
"Pasha tiga tahun, Shana setahun. Kalau aku pulang begini, sudah pasti mereka dikompeni opa dan Omanya, jadi aku bebas dikit lah."
Wening mengangguk. "Bagaimana Nandara memilih menjadi pembalap MotoGP, tidak seperti ayahnya?"
"Katanya boring di dalam mobil F1. Nanda dari kecil sudah bilang mau jadi pembalap dan bermula dari Go-kart tapi semakin kesini, dia lebih tertarik MotoGP. Katanya lebih menantang."
"Apakah ... Nandara sebaik itu orangnya?" tanya Wening.
"Apa maksudnya?"
"Aku merasa Nandara itu ... very gentleman mengingat dia seorang Emir dan bisa melakukan apa saja karena punya kuasa," jawab Wening.
Nefa tertawa. "Punya kuasa itu tergantung kamu mau pakai buat apa dulu. Tidak semua hal dipakai dengan kekuasaan karena kekuasaan kita pun terbatas. Soal saudara kembar aku, dia memang santun dari kecil. Mirip sepupuku Jordan O'Grady. Tahu kan?"
"Mantan pemain Manchester United yang cidera itu?" Wening terkejut saat tahu Jordan dan Nandara masih bersaudara. "Waktu Jordan mundur dari Manchester United, aku merasa sedih karena aku kuliah di London juga demi nonton dia. Aku tidak tahu kalau Jordan dan Nandara bersaudara."
"Kami bersaudara sepupu. Sayangnya, Jordan cidera parah dan sekarang dia memilih banting setir menjadi arsitek. Kamu suka Jordan?" Nefa menatap mata Wening yang menatap kosong.
"Iya. Dia pemain paling sopan yang aku tahu dan saat tahu kalian bersaudara, aku tidak heran jika Nandara seperti Jordan."
"Meskipun kita beda orang tua, tapi didikan sama Wening. Kamu akan terkejut kalau ketemu sama sepupu aku yang lain," ucap Nefa.
Suara ponsel Nefa berbunyi dan ibu dua anak itu menerimanya. "Ya Chagiya? Sekarang? ... Wokeh. Sarang Hae."
Wening mengernyitkan keningnya. "Suami kamu orang Korea?"
"Yup. Kamu mau ikut, Wening?"
"Kemana?"
"Kantor Polisi."
"Ada apa?"
"Menghajar orang yang membuat Nandara rugi bandar."
***
Wening ikut dengan digandeng Habibah, ikut ke kantor polisi. Kepala polisi menyambut hormat putri Emir Blair. Wening bisa merasakan bagiamana suasana di kantor polisi itu seperti ada segan saat Nefa datang.
"Apakah semua baik-baik saja?" tanya Wening ke Habibah.
"Baik-baik saja Nona Wening. Hanya saja memang semua orang disini tahu siapa putri Nefa dan mereka hormat kepadanya," jawab Habibah.
"Maaf ya Habibah, aku sudah merepotkan kamu," senyum Wening.
"Tidak apa-apa, nona Wening. Sudah pekerjaan saya," jawab Habibah. Nona Wening ini orangnya baik bahkan tidak drama seperti yang memanfaatkan nama besar Emir Blair.
"Dimana Marcello Alposa?" tanya Nefa dengan bahasa Arab.
"Di ruang interogasi. Oh, Emir Blair juga sudah ada usai latihan dengan Ducati. Kami sengaja menunggu beliau selesai agar bisa mendapatkan keterangan," jawab Kepala Polisi itu. "Kami ingin Emir Blair juara dunia MotoGP lagi tahun ini."
Nefa tersenyum. "Terima kasih atas dukungannya, pak Kepala Polisi."
"Sebagai warga Dubai, harus bangga kan tuan putri?"
Wening bisa paham apa yang dibicarakan Nefa dan Kepala Polisi itu lalu tersenyum tipis karena kepala polisi pun mendukung Nandara.
Ternyata keputusan aku menolak mata Nandara itu benar karena banyak yang sayang pada pembalap MotoGP tersebut.
"Wening? Kamu ngapain kemari?"
Wening mendengar suara Nandara terkejut melihat dirinya datang.
"Aku yang mengajak Wening ikut. Biar tahu bahwa ada kutu busuk minta dibasmi!" jawab Nefa sambil mencium pipi Nandara.
"Ya ampun putri salju, tapi kan Wening tidak tahu apa-apa." Nandara menatap wajah kembarannya.
"Makanya, kamu temani lah." Nefa pun menuju ruang interogasi dimana suaminya, Park Joon-seo sudah menunggu.
"Habibah, kamu bisa tunggu diluar biar nona Wening bersamaku," pinta Nandara sambil tersenyum.
"Baik Emir Blair." Habibah pun menunggu diluar ruang observasi bersama Farouq dan Mail.
Wening merasa tangannya digandeng oleh Nandara dan mereka berada di kaca dua arah. Wening memang tidak bisa melihat tapi dia mendengar suara Nefa di dalam ruang interogasi.
"Selamat malam Marcello Alposa. Namaku Nefa Blair, pengacara Nandara Blair yang juga saudara kembarnya. Kita memang belum pernah bertemu, tapi aku tahu sepak terjangnya dirimu."
"Nandara, suaranya Nefa terdengar dingin." Wening menoleh ke arah Nandara.
"Apakah kamu tahu kalau Nefa dan suaminya Park Joon-seo itu macam keluarga Vampir?" senyum Nandara.
"Apa maksudnya?"
"Jika kamu bisa melihat nanti, kamu akan tahu seperti apa suaminya."
Wening tampak penasaran. "Apakah seperti Edward Cullen?"
Nandara tertawa. "Tidak seperti itu karena Junjun orang Korea."
Wening sungguh penasaran dan bertekad untuk bisa melihat lagi. Tanpa meminta donor mata Nandara.
"Jadi, apakah kamu akan menyangkal ini?" ucap Park Joon-seo sambil memperlihatkan Marcello Alposa yang membawa kantong sampah besar dari apartemennya di New York. "Ini adalah kantong sampah yang berisikan jasad agen IRS yang sudah kamu mutilasi."
Wening terkesiap dan tanpa sadar meremas tangan Nandara. "Nanda, bagaimana kamu bisa punya manajer macam dia?" bisik gadis itu.
***
Yuhuuuu up Sore Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️
kan klo wening sembuh (ayolah kak Hanaaa ..bikin wening sembuh, operasi sukses), kan pst ada kmngkinan sbg istri emir pst bakalan brtemu ya dg dubes. bikin aja, seolah² g kenal, ya hanya sebatas antara (jabatan istri) emir & dubes aja...
biar ngrasain ortunya
sistem patriarki memang masih ada di konoha ini
mbak hana kok ya irisan bawang ada dimari.... 😭