Yang kemarin nungguin Gilang, ada di sini tempatnya. 🥰🥰
♥️♥️♥️
Banyak wanita yang menginginkannya. Tapi mengapa harus jatuh pada Belva yang masih belia?
Usianya dua puluh sembilan tahun dan berstatus duda. Tapi memiliki seorang istri yang usianya sepuluh tahun lebih muda darinya.
Gadis yang belum lama lulus sekolah menengah atas. Dia lebih memilih menjadi seorang istri ketimbang mengenyam pendidikan lebih tinggi lagi.
Redynka Belva Inara.
Gadis cantik keturunan Belanda itu lebih memilih menikah daripada harus bermain-main seperti kebanyakan gadis seusianya.
Namun sayang, cintanya ditolak oleh Gilang. Tapi Belva tak berhenti untuk berjuang agar dirinya bisa dinikahi oleh Gilang.
Sayangnya, Gilang yang masih sulit untuk membuka hati untuk orang lain hanya memberikan status istri saja untuk Belva tanpa menjadikan Belva istri yang seutuhnya. Memperistri Belva pun sebenarnya tak akan Gilang lakukan jika tidak dalam keadaan terpaksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhessy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 35
Rasa cinta itu semakin besar di hati Gilang. Bukan hanya karena urusan ranjang. Bagi Gilang, semua kriteria seorang istri yang dia impikan ada pada Belva.
Meskipun kadang kekanakan dan masih sering membantah apa yang Gilang katakan, tapi menurut Gilang semua masih dibatas wajar mengingat usia Belva yang masih sangat muda.
Belva cantik. Relatif sebagai seorang perempuan. Tapi Belva sempurna di mata Gilang. Tak ada celah sedikitpun dalam hal fisik. Semua sempurna.
Kulitnya putih bersih, tubuhnya proporsional. Tak begitu kurus, tapi juga tidak gemuk.
Matanya begitu jernih dan penuh dengan keceriaan. Bibir tipisnya membuat Gilang ingin terus melum*tnya.
Wajah ayunya semakin mempesona dengan hidung mancungnya dan lesung pipi yang akan terlihat ketika Belva sedang tersenyum atau sedang tertawa.
Bahkan hanya dengan melipat bibirnya ke dalam saja, lesung pipi tersebut bisa terlihat jelas.
Kedua mata Gilang terus menatap wajah Belva yang begitu tenang karena dia tengah tertidur lelap. Hanya bed cover tebal yang menutupi tubuhnya setelah sesi berci*ta dengannya satu jam yang lalu.
Sejak pertama mereka berci*ta, tak terhitung sudah berapa kali keduanya melakukannya sampai keduanya puas berkali-kali.
Benar kata Juan dulu, Belva yang sama sekali belum berpengalaman dalam hal seperti ini, bisa diajak mencoba setiap gaya untuk mendapatkan kepuasan satu sama lain.
Untung saja Belva tidak protes dan selalu menuruti apa yang Gilang katakan. Meskipun begitu, Gilang juga tidak mau memforsir tenaga Belva.
Jika dituruti, tak akan pernah puas rasanya jika hanya satu atau dua jam saja. Tapi menikah bukan hanya untuk urusan ranjang. Ada banyak hal yang harus dipentingkan meskipun urusan ranjang juga tak kalah pentingnya.
Harusnya pagi ini Gilang sudah kembali ke Jakarta. Begitupun dengan Belva yang harus masuk kuliah.
Check out yang dijadwalkan pagi ini pun gagal karena Gilang tak bisa menahan diri saat melihat Belva yang dengan santainya berganti baju dihadapan Gilang.
Ibarat Gilang itu kucing, Belva adalah ikan asin yang tidak bisa Gilang tolak atau abaikan begitu saja.
"Engh..." Belva melenguh pelan saat kedua matanya berusaha untuk terbuka. "Jam berapa, Kak?" tanyanya dengan suara serak.
"Masih jam sepuluh, Bel. Tidur lagi boleh, kok."
Mendengar jawaban Gilang, Belva langsung bangun, menegakkan tubuhnya. Tanpa peduli bahwa selimut yang dia pakai merosot dan memperlihatkan bagian atas tubuhnya.
Gilang segera mengalihkan pandangannya sambil menelan ludah. Jangan sampai dia terpancing lagi atau Belva akan marah besar padanya karena dirinya yang tidak bisa menahan gai*ahnya tersebut. Karena hal itu sudah membuat Belva bolos kuliah pagi ini.
"Jam sepuluh, kak? Aku ada kuliah jam sepuluh loh. Kakak, ih. Gara-gara kakak aku bolos kuliah, kan?"
Belva melihat handphonenya. Ada belasan panggilan dari Rania dan juga teman-temannya yang lain. Beberapa pesan juga menanyakan kenapa Belva tidak masuk hari ini.
"Bolos sehari nggak apa-apa, Sayang. Maaf, ya. Kakak juga harusnya balik ke Jakarta pagi ini. Tapi, ya, gimana? Di sini sama kamu lebih nyaman, sih."
"Ya nggak gitu juga kali, Kak. Ah, sudahlah. Udah terlanjur juga. Mending siap-siap pulang ke Surabaya sekarang daripada besok aku nggak bisa kuliah lagi."
Belva dan Gilang berpelukan sebentar sebelum Belva memunguti pakaiannya yang berserakan dimana-mana, lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Sampai jam sepuluh pagi menjelang siang, Belva sudah mandi keramas sebanyak tiga kali.
Sebelum subuh, lalu yang tadinya siap-siap untuk kembali ke Surabaya namun tidak jadi karena Gilang yang tak bisa menahan dirinya. Dan ini yang ketiga kalinya.
Selain boros sampo dan sabun, Belva berharap rambutnya tidak kering karena terlalu sering keramas. Juga kulitnya tidak kering karena terlalu sering mandi dan terkena sabun mandi.
***
"Honeymoon nggak tau waktu kamu, Bel. Masa sampai nggak kuliah? Nggak ada ijin pula."
"Aku juga nggak tau kalau sampai keterusan gitu, Ran."
"Iyalah, udah dapat enak. Gimana tips dari aku dan google kemarin? Sukses, kan? Sukseslah pastinya. Kalau nggak sukses nggak mungkin buat kamu bolos kuliah." Rania menaikkan kedua alisnya menggoda Belva.
"Ciyee yang udah diunboxing..."
"Apaan, sih, Ran? Makanya nikah biar bisa ngerasain juga. Ternyata praktek langsung itu lebih cepet paham daripada sekedar teori."
"Gila, Belvaaaaa...." Rania terlihat heboh di seberang sana. Untung saja dia sedang berada di dalam kamar. Jadi tidak ada yang memperhatikan teriakan Rania. "Suami kamu udah ngajarin gaya yang gimana aja sampai kamu bisa ngomong begini, Bel?"
"Kepo kamu, Ran. Pasti kamu bakalan heboh kalau aku bilang semua gaya udah dipraktekkan."
"Belvaaa... Seriusan? Aduh, udah nggak polos, nih. Aku kalah pengalaman meskipun menang teori."
Belva tergelak mendengar ucapan Rania.
Membahas hal seperti itu membuat Belva kembali mengingat momen-momen panasnya bersama Gilang.
Ah, Belva merindukan Gilang lagi. Padahal baru tiga jam yang lalu mereka berpisah. Gilang langsung mengantar Belva ke rumah kedua orangtuanya setelah sampai di Surabaya. Sedangkan Gilang langsung menuju ke bandara karena harus mengejar pesawat yang akan ke Surabaya.
"Dih. Lagi bayangin yang iya-iya pasti," ucap Rania membuyarkan lamunan Belva.
"Aku kangen sama suami aku, Ran. Dia udah balik ke Jakarta aja padahal masih kangen."
"Sumpah, Bel. Aku geli banget denger kamu ngomong gitu."
Belva tertawa lagi. "Makanya nikah biar tahu rasanya kangen sama suami."
"Pacar aja nggak punya gimana mau nikah? Lagian belum pengen nikah aku tuh. Papa minta aku konsentrasi ke pendidikan dulu. Lagian Kak Wisnu sendiri belum nikah juga. Masa mau aku langkahin."
"Eh, iya. Soal Kakak kamu. Sampaikan maaf aku ke dia, ya. Jaketnya nanti aku beliin yang baru, deh."
"Dia patah hati tau kamu udah nikah, Bel."
"Beneran?"
Rania menganggukkan kepalanya. "Tapi dia nggak mau berlarut juga, sih. Buktinya sekarang dia lagi pdkt juga sama anak fakultas kedokteran. Tau, deh, siapa."
"Secepat itu?"
Rania menganggukkan kepalanya lagi. "Soal jaket itu. Buang aja!"
"Kenapa?"
"Itu jaket dari mantannya."
"Ya ampun. Aku kira tulus. Ternyata sarana buang jaket dari mantan."
Kini giliran Rania yang menyemburkan tawanya. Di mata Rania, ekspresi wajah Belva yang terkejut lalu merasa kesal itu terlihat begitu lucu.
"Enggak juga, Bel. Orang nggak sengaja juga, kan? Itu jaket di mobil udah lama banget juga. Nggak dia pakai, sih. Tapi ada di mobil terus."
"Iya. Terus yang kemarin itu niat nolongin sekalian buang kenangan dari mantan."
Rania tertawa lagi. "Makanya buang aja. Suami kamu nggak perlu gantiin. Udah nggak usah dipikirin gimana perasaan Kak Wisnu. Playboy mah nggak susah kalau disuruh move on."
Belva masih sedikit tidak percaya. Tampang Wisnu yang kalem itu ternyata playboy juga. Makanya, don't judge book by its cover.
Tampang bisa berbeda dengan sifat dan sikapnya. Ganteng juga tidak menjamin dia lelaki yang baik. Begitupun sebaliknya.
Tapi kalau ada yang ganteng plus baik macam Gilang, Belva tak pernah bisa menolak.
Iyalah. Incaran Belva sampai bisa menikah. Mana mungkin Belva bisa menolak pesonanya. Ish... Belva merasa semakin merindukan Gilang.
"Udah, ah, video call-nya. Males banget lihat orang yang lagi bayangin yang iya-iya sama suaminya."
"Oke aja, sih. Orang aku juga mau video call-an sama suami aku."
"Pasti video ****, ya?"
"Suka-suka aku, dong. Orang sama suami sendiri. Iri? Bilang, bos!!!"
Belva tertawa puas. Lalu mematikan sambungan video call mereka sebelum Rania mengumpat pada dirinya.
♥️♥️♥️
Kemarin ada yang kasian sama Wisnu nggak? tuh, ternyata dia playboy. 😂😂
membohongi belva..
LDR-an ujung"a bnyk pelkor dan pebinor,,apalagi pernikahan belva-gilang msh disembunyikan