Hasrat Satu Malam With Calon Ipar

Pagi itu, udara masih terasa sangat dingin, tapi tak mampu mendinginkan keadaan di kediaman Bara. Rafael sudah siap untuk berangkat kerja, dia bangun kesiangan karena itu dia tidak bisa sarapan dahulu di rumah.

Drrrttt....Drrrttt...

Rafael mendapatkan pesan dari adiknya.

[Kak, ada yang harus kita bicarakan. Aku tunggu di Vila Indah Resident.]

"Ada apa tuh anak? Gak tau aku lagi buru-buru." gumam Rafael.

Begitu turun dari anak tangga, dia mendapati sang papa dan mamanya sedang duduk termenung di ruang tengah, seperti sedang menunggu seseorang.

"Pa, Ma, aku berangkat dulu ya." ucap Rafael dengan terburu-buru.

"Rafael!"

Perkataan sang papa menghentikan langkahnya. "Ada apa, Pa?"

"Ada yang ingin papa katakan." Bara mengatakannya dengan tatapan yang terlihat begitu serius.

"Tapi pekerjaan..."

"Hanya sebentar."

Rafael menjadi sedikit gugup, apa dia telah melakukan kesalahan sampai papanya mau berbicara seserius itu dengannya. Apalagi saat Rafael menatap mamanya yang terdiam seperti itu.

"Papa dan mama ingin bicara apa?"

Dengan berat hati Bara menceritakan semuanya, apa yang terjadi diantara Ghisell dan Haikal yang walaupun tanpa kesengajaan dan tidak saling mengenal waktu itu. Termasuk kondisi Ghisell yang sedang hamil.

Tentu saja perkataan Bara membuat Rafael terbelalak kaget. Rafael begitu sangat terpukul mendengarnya, rasanya hatinya seperti sedang di tusuk-tusuk pisau tajam, begitu menyakitkan.

"Gak, gak mungkin. Ini semua gak benar. Bagaimana mungkin Ghisell hamil anak Haikal?" Rafael tidak menerima semua kenyataan ini, begitu menyayat hatinya.

"Haikal benar-benar tidak tau Ghisell itu calon istrikmu, Raf. Haikal tidak mungkin tega menyakiti kamu." Karin mencoba menjelaskan kembali kepada Rafael agar Rafael tidak begitu membenci adiknya.

Bara menghela nafas dengan begitu berat "Karena itu papa rasa pernikahan kamu dan Ghisell..."

Rafael memotong pembicaraan Bara, "Aku akan tetap menikahinya."

"Rafael, pernikahan itu bukan main-main sayang. Pernikahan itu seumur hidup. Jika kamu menikahi Ghisell, mama yakin kamu akan terus dibayangi rasa kecewa kamu pada Haikal dan Ghisell, apalagi akan lahir seorang anak nanti, anak Haikal." Karin mengatakan itu agar Rafael tidak mengambil keputusan dengan emosi sesaat.

"Jadi mama papa memilih aku mengalah demi adik yang tidak tau diri itu? Dia yang sudah berbuat salah, dia yang telah menyakiti aku, tapi dia yang menang mendapatkan Ghisell." Rafael mengatakannya dengan begitu sangat emosi.

Bara berusaha untuk bersikap tenang "Bukan begitu, tapi ada sebuah nyawa yang harus Haikal pertanggungjawabkan, darah dagingnya. Apa kamu akan bahagia menemani hari-hari Ghisell dan memenuhi segala keinginan dimasa ngidamnya yang mengandung anak Haikal? Apa kamu yakin mau menerima anak Haikal dengan sepunuh hati? Dan apa kamu yakin akan rela jika anak itu memanggilmu ayah?"

Rafael terdiam saat mendengarkan pertanyaan dari sang papa, sesungguhnya dia tidak sanggup menjalani itu semua, apalagi setiap melihat Ghisell hatinya sangat sakit karena Ghisell telah di jamah orang lain, apalagi sekarang dia tau, pria yang sangat ingin dia hajar itu adiknya.

Namun hatinya sangat tidak rela dan belum siap melepaskan Ghisell, wanita yang sangat dia cintai.

...****************...

Haikal sengaja menyuruh Rafael datang ke vila, dia tidak ingin dia dan kakaknya bertengkar di depan mama papanya.

Haikal menatap dengan sendu saat melihat ada sebuah mobil menepi di depan Vila. Dia tau mobil itu milik sang kakak. Dia sudah pasrah jika kakaknya akan memukulnya sampai puas karena dia telah membuat kakaknya patah hati.

Benar saja, begitu Rafael turun dari dalam mobil, dia berjalan dengan cepat menghampiri Haikal yang sedang menunggunya di depan Vila. Tanpa basa basi Rafael mencengkram kerah baju Haikal dengan emosi, dia melayangkan bebarapa pukulan ke wajah Haikal.

Bughh...Bughh...

Hiakal pasrah saja saat kakaknya memukul dirinya beberapa kali, dia merasa memang pantas mendapatkan itu semua. Sampai dia jatuh tersungkur ke lantai, Rafael belum puas melampiaskan ke marahannya, dia masih memukul Haikal sambil menangis.

"Kenapa kamu tega melakukan ini?"

"Kenapa kamu merebut Ghisell dariku?"

"Seharusnya kamu tidak usah pulang jika kehadiranmu malah membuat hidupku hancur!"

Sampai hidung Haikal berdarah akibat pukulan keras yang dilakulan Rafeal padanya.

"Aku minta maaf." lirih Haikal.

"Maaf?" Rafael tertawa kecil dengan matanya yang berkaca, "Apa dengan sebuah kata maaf kamu bisa mengembalikan Ghisellku seperti semula?" Rafael segera bangkit membiarkan Haikal yang tergeletak di lantai dengan wajah yang babak belur.

Haikal terdiam, dia tidak ingin berdebat apalagi melawan dengan kakanya.

"Sekarang ini takdir akan berpihak kepadamu karena Ghisell mengandung anakmu, orang tua kita bahkan tante Ghea dan Om Gibran pun pasti akan memilih menerimamu. Karena itu oke kamu nikahin Ghisell, begitu bayi itu lahir, kamu ceraikan dia." Rafael ingin membuat kesepakatan dengan Haikal, dia benar-benar tidak bisa berpisah selamanya dengan Ghisell, wanita yang sangat dia cintai.

"Gak kak, bagi aku pernikahan itu bukan main-main..."

Rafael memotong pembicaraan Haikal "Ghisell juga bukan sesuatu yang harus aku relakan. Jadi kamu memilih mempertahankan Ghisell yang akan hidup menderita dengan kamu? Ghisell sangat mencintai aku, kita berdua saling mencintai. Walaupun kita pernah putus pada akhirnya tetap kembali lagi. Kamu menikah dengan Ghisell demi anak, jadi untuk apa mempertahankannya jika dia tidak akan bahagia dengan kamu. Aku berusaha untuk menerima semua ini, walaupun hatiku sangat sakit."

Haikal berusaha untuk bangkit, berdiri di depan sang kakak, dia menarik nafas dengan pelan dan menatap kakaknya dengan begitu sayu "Aku akan melepaskannya jika memang dia tidak bahagia hidup bersamaku dan tidak bisa mencintaiku. Aku tidak akan bisa terus memaksanya jika dia menderita hidup bersamaku. Tapi jika ternyata Ghisell bisa mencintaiku dan bahagia bersamaku, aku akan mempertahankannya."

"Aku menunggu saat itu tiba, aku yakin Ghisell sangat terpukul dengan keadaan ini. Dan ini semua karena ulahmu."

Setelah mengatakan itu Rafael segera pergi, dia masuk ke dalam mobil, dia mencoba mengatur nafasnya yang kian memburu karena emosi. Dia membuka dashboard mobil membawa kotak P3K. Rafael membawa itu semua dan berniat keluar dari mobil lagi, tapi niatnya terhenti, dia melempar kotak P3K itu.

"Argghh..." Rafael memukul-mukul stir mobil. Dia sangat belum bisa menerima keadaan ini. Pernikahan yang dulu dia mimpikan bersama Ghisell kini telah musnah dan hanyalah khayalan sebatas angan. Berdosa kah jika dia menunggu Ghisell kembali padanya?

...****************...

...Jangan lupa like, komen, vote dan beri hadiah yah kawan 🙏 😁...

...Dan terimakasih banyak buat yang sudah memberi itu semua, semakin membuat saya semangat!...

...Mohon maaf belum bisa balas komen satu persatu, tapi saya selalu baca komen dari kalian....

...Jangan lupa simak terus ke bab-bab berikutnya...