NovelToon NovelToon
TUMBAL TERAKHIR

TUMBAL TERAKHIR

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Horor / Iblis / Fantasi Timur
Popularitas:447
Nilai: 5
Nama Author: pena biru123

Ini adalah kisah wanita bernama Ratih, yang pulang dari merantau tiga tahun yang lalu, dia berniat ingin memberi kejutan pada neneknya yang tinggal disana, namun tanpa dia ketahui desa itu adalah awal dari kisah yang akan merubah seluruh hidup nya

bagaimana kisah selanjutnya, ayok kita baca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pena biru123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 17

Kabut tebal yang dingin itu terasa seperti gorden alam yang memisahkan dunia. Saat mereka melewatinya, udara langsung berubah: dinginnya menusuk, namun murni, diselimuti aroma pinus yang beku. Salju turun lembut, hanya di wilayah itu, menyelimuti tanah dengan lapisan putih bersih. Di kejauhan, di antara pepohonan yang diselimuti es, tampak bayangan-bayangan bergerak.

"Indah sekali," bisik Dara, menggigil tapi matanya terpukau.

"Terlalu indah," sahut Wijaya, tangannya menggenggam gagang belati. "Sarang Serigala Es."

Tiba-tiba, lolongan panjang dan langsung memecah keheningan. Tidak mengancam, melainkan seperti peringatan. Dari celah-celah bebatuan dan di antara pohon-pohon, muncul belasan serigala putih besar. Bulu mereka tebal dan seputih salju, mata mereka biru es. Mereka mengepung rombongan itu dalam formasi yang sempurna.

Di depan, yang paling besar dan megah, melangkah maju. Serigala itu memiliki tinggi hampir setinggi bahu Wijaya, bulunya berkilauan seperti berlian di bawah cahaya bulan yang tersembunyi. Di dahinya, ada bekas luka melintang yang tampak seperti retakan es. Ratu Serigala Putih.

Ratu itu tidak melolong. Ia mengeluarkan geraman yang membuat dada Ratih bergetar. Matanya yang biru es tertuju lurus pada liontin api Ratih.

"Api Merah," suara ratu itu bergema, bukan dari mulutnya, tetapi dari pikiran mereka, dingin dan jelas. "Kau melanggar batas. Kami tidak menyambut api yang mampu membakar di sini. Pergi, sebelum apimu merusak ketenangan abadi kami."

Ratih melangkah maju, tangannya memegang liontin. Api birunya menyala lebih terang, melawan rasa dingin.

"Kami tidak datang untuk berperang, Ratu," kata Ratih dengan suara yang mantap. "Kami hanya menumpang untuk berlalu . Kami dikejar oleh monster yang besar, kami tidak berniat jahat, kami hanya ingin berlindung untuk sesaat." Jelas Ratih lembut pada ratu serigala itu.

Ratu Serigala itu mendengus. "Omong kosong. Kau membawa api, simbol Sang Penjaga. Kau adalah keturunan yang dulu suka menghancurkan. Kau hadir pasti hanya ingin mencairkan salju disini, dan membakar kami semua" ucap ratu serigala dengan wajah marah.

Ratih tahu negosiasi tidak akan berhasil. Ia tidak punya waktu. Dengan tarikan napas, ia melepaskan kekuatan api birunya.

" Aku bisa buktikan ratu, apiku telah membiru. Dan tidak akan membakar apapun, aku mohon ampun atas luka lama yang dulu generasi sebelumnya lakukan " ucap Ratih pada ratu serigala.

" Kalau begitu, kamu lawan aku. Jika kamu mampu mengalahkan aku, aku akan membiarkan kalian istirahat disini, dan menyambut kalian dengan segala kemampuan kami, tapi jika kamu kalah, maka kau dan teman-teman mu akan jadi santapan kami " ucap nya dengan wajah meremehkan.

" Aku setuju" ucap Ratih.

Api biru menyelimuti tangan Ratih. Dia tidak menyerang serigala lain, hanya Ratu. Ratih tahu ia harus mengalahkan pemimpinnya. Ia melompat maju, memancarkan gelombang panas yang membuat salju di sekitarnya menguap.

Ratu Serigala bergerak dengan kecepatan kilat, menghindari serangan pertama. Cakar tajamnya, seolah terbuat dari es murni, menyambar ke arah Ratih. Ratih menunduk, api biru melindungi punggungnya dari cengkeraman serigala.

Ratih dan Ratu Serigala Putih saling bertarung dengan cepat. Ratih menggunakan kelincahan dan ledakan panas mendadak dari Api Merah, sementara Ratu Serigala mengandalkan kekuatan murni, kecepatan, dan aura dingin yang membekukan.

Ratu Serigala itu berhasil mendaratkan pukulan di bahu Ratih, namun perisai api Ratih melindungi dirinya. Ratih membalas, menciptakan pusaran api biru di sekelilingnya, memaksa Ratu untuk mundur karena panas yang menyengat.

"Wijaya! Aria! Jangan bergerak!" perintah Ratih. "Ini pertarunganku!"

Aria, Jaya, dan Wijaya berdiri tegak, membentuk formasi pertahanan, siap untuk melindungi Dara dan Bolu jika ada serigala lain yang mencoba menyerang.

Ratih melihat celah. Saat Ratu Serigala bersiap untuk serangan terakhir, Ratih memusatkan semua apinya ke tangan kanannya. Bukannya bola api, dia menciptakan rantai cahaya biru yang berputar, menjerat kaki depan Ratu.

Ratu Serigala terkejut. Sebelum ia sempat membebaskan diri, Ratih berlari ke depan dan menyentuh bekas luka es di dahi Ratu dengan tangan kirinya.

Bukan serangan. Itu adalah transfer kehangatan.

Ratih membiarkan kehangatan hidup dari Api Merah mengalir ke Ratu Serigala, kehangatan yang lembut, bukan yang membakar.

Ratu itu meronta sejenak, mata esnya melebar, kemudian tubuhnya lemas. Rantai cahaya Ratih menghilang. Ratu Serigala terengah-engah, namun ia tidak terluka. Bekas luka esnya tampak lebih cerah, seolah-olah telah disembuhkan.

"Kehangatan... murni," bisik suara Ratu, kini sedikit lebih lembut. Ia berdiri, menatap Ratih. "Kau... kau adalah Api Merah yang asli. Kau tidak membakar, kau menghidupkan "

Ratu Serigala, yang memperkenalkan dirinya sebagai Luna, menundukkan kepalanya sedikit. Serigala-serigala lain di sekeliling mereka mengikuti gerakan itu, ketegangan langsung hilang.

"Kami telah menjaga wilayah ini selama berabad-abad, menjauhi perang antara Sang Penjaga dan Penguasa," jelas Luna. "Kami takut pada Api Merah karena generasi sebelumnya selalu membakar, selalu menghancurkan. Tapi Kau berbeda."

"Kami mencari Kael, kawan kami, yang diculik oleh Penguasa," kata Ratih, lega. "Kami menuju Lembah Bayangan yang bergema."

Mendengar nama itu, Luna mendongak, matanya kembali tegang. "Lembah Bayangan? Itu adalah tempat yang dipenuhi mimpi buruk. Penguasa kegelapan, dia tidak akan membiarkan bidaknya utuh di sana. Kami dapat mengatarmu kesana, namun tidak bisa masuk kedalamnya " jelas ratu serigala.

"Kami butuh istirahat, Ratu Luna," sela Wijaya, menatap Jaya yang tampak lelah. "Dua hari perjalanan..dan . kami bisa mati kedinginan."

Luna mengangguk. "Tentu saja. Malam ini, kalian akan menjadi tamu kami. Ikuti aku. Kami akan menyediakan tempat di mana Api Merahmu dapat beristirahat tanpa mengganggu ketenangan Es kami. Dan kalian sediakan buah-buahan dan juga daging untuk tamu kita"

Luna memimpin mereka ke sebuah gua besar di balik air terjun yang membeku. Di dalamnya, batu-batuan dihangatkan oleh panas bumi alami—tempat yang sempurna bagi mereka untuk beristirahat. Serigala-serigala mengantar mereka dan menjaga pintu masuk.

Malam itu, mereka berbagi makanan. Ratih memberikan sisa makanan dari ransum Dara kepada Luna, dan Luna membalasnya dengan buah-buahan beku yang menakjubkan, penuh dengan energi yang dingin tapi menyegarkan.

Dara dan Bolu berbaring di samping Ratih, Bolu tidur dengan nyenyak di pelukan Dara, akhirnya terbebas dari rasa dingin yang mencekam.

"Kau berani sekali, Ratih," bisik Aria, duduk di seberang Ratih, membersihkan belatinya.

"Aku tidak punya pilihan, Aria," jawab Ratih. "Kita tidak punya waktu. Luna dan kawanan serigalanya adalah sekutu berharga. Dua hari perjalanan adalah risiko yang terlalu besar untuk diambil."

Wijaya dan Jaya memeriksa peta mereka, kali ini ditemani oleh Luna.

"Jalur yang kalian ambil akan memakan waktu dua hari, melewati beberapa jebakan Penguasa yang telah dia siapakan," kata Luna, menunjuk dengan cakarnya ke peta. "Tapi kami tahu jalur lain, yang hanya bisa dilalui oleh mereka yang dipercayai oleh kaum kami. Jalur Tersembunyi. Itu akan memakan waktu satu malam dan setengah hari."

"Satu malam dan setengah hari?" seru Wijaya, matanya berbinar.

"Ya," jawab Luna. "Tapi jalurnya melewati tebing es yang curam dan jembatan salju yang tipis. Kami akan memimpin. Kami dapat bergerak di tengah badai salju tanpa terdeteksi. Kalian harus mempercayai kami."

Ratih menatap Jaya dan Wijaya, wajah mereka menunjukkan tekad.

"Kami setuju," kata Ratih. "Terima kasih, Ratu Luna. Kami berutang padamu."

Luna tersenyum tipis. "Sang Penguasa kegelapan adalah musuh bersama. Dan kau telah menunjukkan bahwa Api Merah dapat menjadi kehangatan, bukan hanya kehancuran."

Saat fajar pertama menyingsing, mereka sudah siap. Mereka tidak tidur lama, tetapi istirahat di tempat yang aman dan hangat telah hingga memulihkan energi mereka.

Mereka meninggalkan gua, mengucapkan terima kasih terakhir pada kawanan Serigala Putih. Luna memimpin, dua serigala besar lainnya berada di belakang, mengawal rombongan Ratih.

"Jaya, kau dan Wijaya tetap di belakangku," perintah Ratih. "Dara dan Bolu di tengah, Aria di paling belakang. Ingat, kita bergerak dalam keheningan total. Di jalur ini, suara akan memanggil badai salju dan membuka celah."

Perjalanan mereka cepat dan menantang. Luna memimpin mereka melewati lembah-lembah salju yang sempit, menaiki tebing-tebing es curam di mana serigala-serigala harus menarik mereka, dan menyeberangi jembatan-jembatan salju tipis di atas jurang yang dalam.

Saat sore hari, mereka mencapai puncak tertinggi Pegunungan Kaca. Di sana, mereka bisa melihat panorama yang menakutkan. Di bawah mereka, terbentang kabut tebal berwarna abu-abu kehijauan, berputar-putar seperti cairan yang mendidih. Di seberang kabut, berdiri sebuah lembah yang tertutup bayangan abadi, bahkan matahari pun tampak enggan menyentuhnya.

Lembah Bayangan yang Bergema.

"Ini dia," bisik Luna, suaranya dipenuhi kewaspadaan. "Di bawah sana, kami tidak bisa melindungimu. Hanya bayangan dan gema ketakutan yang akan menyambutmu."

Ratih mengangguk, liontinnya berdenyut. "Terima kasih, Luna. Kau telah membantu kami, dan setelah menyelamatkan kaeil, aku akan membawakan air mata abadi yang tersimpan di Lembah itu untukmu" ucap Ratih dengan tersenyum manis.

"Hati-hati, Api Merah," peringat Luna. "Aku merasakan dingin yang kau bicarakan, sangat pekat. Jauh di dalam sana, bahkan es abadi pun bisa retak. Dan ingat pesan kawanmu... laba-laba yang menari. Dan aku tidak mengharapkan hal sebesar itu, aku hanya menunggu kepulanganmu dengan selamat".

Ratih dan teman-temannya menoleh satu sama lain, mengangguk. Mereka siap. Dan Mereka turun perlahan ke dalam kabut, meninggalkan kehangatan aliansi baru mereka.

Begitu menginjakkan kaki di Lembah Bayangan yang bergema, dinginnya menusuk jauh lebih dalam, tetapi kali ini, rasa dingin itu disertai bisikan yang aneh. Bisikan-bisikan itu bukan dari luar, tetapi dari udara itu sendiri, berbisik tentang ketakutan dan keputusasaan.

"Gema," bisik Aria, mencengkeram belatinya.

Mereka berjalan dalam formasi ketat, mengawasi setiap bayangan. Mereka tahu, Sang Penguasa kegelapan sudah menunggu dan mengintai pergerakan mereka.

Apa pun yang ada di lembah ini, mereka harus hadapi. Mereka harus menemukan Kael, sebelum Sang Penguasa kegelapan mengubahnya menjadi "sesuatu yang lain."

" Apapun yang terjadi, kita harus tetap bersama" ucap Ratih, dan mereka semua mengangguk.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!