Bara tak menyangka bahwa ią menghabiskan malam penuh gelora dengan Alina, yang ternyata adalah adik kandung dari musuhnya di zaman kuliah.
"Siaap yang menghamili mu?" Tanya Adrian, sang kakak dengan mulai mengetatkan rahangnya tanda ia marah.
"Aku tidak tahu, tapi orang itu teman kak Adrian."
"Dia bukan temanku, tapi musuhku." cetus Adrian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Jahat Naura
Ketiganya bermain pasir bersama, Alina tersenyum saat tadi ia melihat Nova mendekat kearahnya dan mau bergabung dalam membuat istana pasir.
Namun Adrian menjauhkan Devi dari bibir pantai yang nantinya gulungan ombaknya kadang mengenai kaki.
Ketiganya bagai anak kecil yang seolah teringat oleh rasa kegembiraan yang pernah diberikan oleh kedua orang tua mereka, namun itu berlaku untuk kakak beradik itu. Tidak dengan Nova.
Tanpa sadar mereka bermain cukup lama hingga menjelang sore, barulah Adrian mengajak pulang.
"Ayo Alina kita pulang, ini sudah sore nanti kamu dicari suami kamu." Titah sang kakak mengingatkan adiknya.
Karena mereka telah lama pergi sedari menjelang siang hingga hari mulai sore, Alina terlihat tak suka. Adiknya itu mencebik pada Adrian.
"Kita makan dulu ya?" Ajak Alina seolah ia enggan pulang.
"Nanti kamu makan dirumah suami kamu saja Alina, kak Adrian tidak enak kalo mengajakmu lama-lama. Tahu sendiri kamu juga lagi hamil gak boleh banyak lelah." Tolak halus Adrian.
"Iya deh, Nova ayo kita ke mobil." Ajak Alina mengandeng temannya.
Nova mengangguk, ia pun juga sudah letih. Mereka bertiga pun masuk ke dalam mobil Adrian. Selama di perjalanan saking lelahnya Nova tertidur dibelakang mobil.
Adrian sempat melirik dari spion mobilnya.
"Sepertinya temen kamu lelah sekali."
Alina pun menoleh ke belakang pada Nova yang terlihat sudah tertidur lelap.
"Iya kak dia kan dituntut papa nya untuk nanti menggantikan perusahaan keluarganya, jadi setiap hari kadang ia belajar ekstra. Jarang dia pergi bermain seperti sekarang ini." Jawab Alina.
"Memang biasanya teman kamu hanya belajar saja ya?"
"Iya, tapi juga Nova diajak papa nya ke kantor supaya dia bisa belajar banyak." Jawab Alina jika mengingat itu ia menjadi kasihan pada teman nya itu.
Waktunya terkuras untuk sesuatu yang seharusnya tidak ia jalankan diwaktu yang belum tepat. Karena Nova saja masih semester 4 dan ia juga belum lulus kuliah. Bahkan mengerjakan tugas akhirnya pun masih 1 tahunan.
Miris memang hidupnya selalu ditekan oleh papa kandungnya, Adrian hanya mendengarkan semuanya dengan fokus menyetir mobil.
Namun dari ceritanya saja Adrian juga merasa iba, hal yang sama dirasakan adiknya mengenai Nova.
"Oiya bagaimana kabar Kamu di rumah Bara? Apakah betah dan tidak menemui masalah?" Tanya sang kakak tanpa menoleh pada Alina yang justru kini mengerutkan alisnya.
"Baik, memangnya kenapa?" Tanya balik Alina memicing.
"Tidak apa, hanya penasaran saja. Kamu disana diperlakukan baik tidak adikku sayang." Alasan Adrian tanpa memberi tahu kerisauannya.
Adrian takut sang adik menemui masalah karena suasana dirumah itu akan membuat adiknya tak nyaman. Terlebih lagi Adrian tahu bahwa sejak pertama mengenal Bara, pria yang kini menjadi adik iparnya itu tidak menyukai ibu tirinya.
Bahkan Bara sampai rela keluar dari rumah kediaman ayahnya hanya untuk mencari kenyamanan semata.
"Kak Adrian gak usah cemas, semuanya baik-baik saja." Jawab Alina.
"Semuanya? Tanpa terkecuali ibu tiri Bara?" Tanya Adrian penuh selidik pada Alina.
Alina mengangguk, "iya, dia juga. Hanya saja ibu tiri kak Bara terlalu perhatian pada menantu satunya."
"Siapa? Istri Bram?"
"Hmm....." Jawab Alina.
"Itu hal yang wajar, karena pasti wanita itu lebih memperhatikan menantu dari anak kandungnya sendiri."
Dan perkataan kakaknya ada benarnya juga, ia tahu dan paham suaminya begitu tidak menyukai wanita yang menurutnya telah merebut tahta hati ayahnya.
Mobil yang dikemudikan oleh Adrian kini telah berada di pelataran kediaman Robert, Alina turun dengan membawa beberapa paper bag berisi oleh-oleh dari kakaknya.
"Thanks ya kak buat oleh-olehnya, sama waktunya yang buat ajak Alina ke pantai." Ucap Alina menarik sudut bibirnya.
"Iya, tapi besok-besok belum tentu kak Adrian bisa menemani kamu. Sekarang kamu kan bukan punya kak Adrian, sudah habis milik orang itu....." Tukas Adrian menunjuk pada seseorang yang baru saja muncul di hadapan keduanya.
Alina menoleh pada sosok yang ditunjukan kakaknya, ia pun langsung menghela nafas panjang.
Ternyata Bara yang telah pulang lebih dulu dari Alina menunggu kedatangan istrinya itu, ia sambil menunggu Alina dibalkon dengan menyesap n1kotin milknya.
Dan ketika mobil Adrian sampai di depan kediamannya, Bara buru-buru turun menemui kakak beradik itu.
"Alina kamu sudah pulang sweety." Sapa Bara yang mulai bertingkah menyebalkan.
Pria itu memeluk bahunya dan mendekatkan tubuh istrinya padanya, Alina hanya bisa memutar bola matanya jengah.
"Mhhh...."
"Apa anak kita di dalam perut nakal? Kamu gak muntah-muntah lagi kan?" Cecar sang suami yang terdengar perhatian dan cemas pada janin Alina.
Adrian hanya mengamati mantan temannya, namun ia bisa melihat Bara begitu cemas akan anak mereka. Tapi ia cukup terkejut ketika Bara mengatakan Alina kerap muntah-muntah.
"Kamu sering muntah-muntah ya? Kenapa gak bilang kakak?" Cemas Adrian dengan mendekat pada adiknya.
Bahkan tangan Bara yang awalnya ada di bahu adiknya, kini pria itu hempaskan begitu saja.
"Tidak apa kak, hanya di pagi hari saja itu pun jarang." Tukas Alina jujur.
"Benarkah?"
"Iya Alina bahkan kemaren sempat pingsan." Cetus Bara.
Mata Alina membeliak, ia seolah tak suka suaminya mengatakan hal yang akan membuat kakaknya kian khawatir padanya.
"Kenapa Alina bisa pingsan? Kau tidak becus menjaganya ya?" Kini kemarahan sang kakak beralih pada suaminya.
Kilau mata elang Adrian seolah menghujam lawan nya, dan Bara hanya menanggapi nya dengan santai.
"Lo gak perlu cemas kakak ipar, waktu Alina pingsan itu karena dia kelelahan setelah kami menikah. Ditambah lagi kita juga menghabiskan malam pengantin." Jawab Bara.
Kembali mata Alina terbelalak pada suaminya, ia cukup malu disinggung hal yang tak pernah terjadi sebelumnya. Entah apa maksud dari pernyataan suaminya yang selalu mengarang cerita tentang malam pertama mereka.
Malam pertama yang tak pernah terjadi, dan Alina juga tidak ingin membayangkan nya. Bahkan Alina enggan untuk disentuh Bara suaminya itu.
Alina merasa pernikahan mereka hanya suatu bentuk tanggung jawab Bara, bukan cinta. Apalagi Alina tidak mencintai Bara, hatinya masih terisi oleh Bram tanpa suaminya tahu.
Tapi sebisa mungkin Alina akan menghindar dari sosok yang ingin ia lupakan, karena baginya mereka tidak akan bisa bersatu lagi. Ada Naura, dan janin yang dikandung teman sekampus nya itu dari benih Bram.
"Jangan ngaco deh kak Bara, sudah tolong kakak bawakan ini saja ke kamar." Perintah Alina pada suaminya.
Bara pun terpaksa patuh pada istri yang kini tengah berbadan dua itu, yang memintanya membawakan bawaannya dari Adrian.
Namun sebelum pergi Adrian kembali mengancam Bara untuk selalu perhatian pada Bara dan tidak memuat Alina kelelahan.
"Baiklah kakak ipar aku akan menjaga my sweety." Tukas Bara sesaat Adrian memberi peringatan.
Adrian mendengus kesal pada Bara yang memanggilnya kakak ipar, ia bahkan tak mengira mengapa nasibnya harus bertemu lagi dengan musuhnya.
Padahal sebisa mungkin ia telah menghindari Bara, tapi malah kini nasib adiknya yang mendekat pada pria itu. Dan bahkan kini statusnya menjadi adik iparnya.
"Kak Alina jangan di anggap serius perkataan kak Bara."
"Mengenai?" Tanya Adrian dengan satu alisnya telah terangkat.
"Masalah malam pertama yang tadi kak Bara katakan." Jawab Alina malu-malu.
Dan kini Adrian pun paham maksud adiknya itu.
"Kakak tidak permasalahkan itu Alina, justru itu adalah bagian dari kewajiban kamu sebagai istri untuk melayani suami kamu. Dan Bara berhak atau semua nya darimu." Tukas Adrian yang memberikan petuahnya.
Hati Alina seketika menjadi tidak tenang dan gelisah. Seolah ia merasa bersalah karena selama ini ia selalu menolak disentuh oleh suaminya.
"Bahkan kak Bara musuh kakak? Kak Adrian mengizinkan pria itu menyentuhku?"
"Iya, karena dia suami kamu. Baik aku suka atau tidak menyukai nya."
Alina tak menjawab, ia hanya menunduk dengan perasaan gamang.
"Sudahlah masuklah, suami kamu menunggumu." Perintah Adrian.
Alina sempat memeluk kakaknya, setelahnya ia masuk ke dalam rumah untuk menyusul suaminya.
Bertepatan mobil Adrian keluar dari rumah megah nan mewah itu, kini mobil yang lain telah berhenti ditempat tadi Adrian menghentikan mobilnya.
Ternyata itu adalah mobil Devi, teman baik Naura.
Mata Naura berbinar saat ia menerima obat yang telah lama ditunggu-tunggu dari Devi. Dengan hati-hati, ia memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut sahabatnya itu, berusaha memastikan tak ada yang terlewatkan. "Ini obatnya, ingat jangan lupa dosisnya..." ujar Devi dengan nada serius disertai peringatannya.
"Amankah?" tanya Naura, kerutan kecil muncul di dahinya. "Hemm..." jawab Devi, nada suaranya singkat namun penuh makna. Naura merasa lega, senyumnya kembali merekah.
"Oke thank you ya cintakuuh," katanya sambil memeluk Devi erat. Ada rasa syukur yang mendalam dalam pelukan itu, rasa terima kasih yang tak terucapkan dengan kata-kata.
"Iya, dah buruan masuk," balas Devi, mendorong Naura pelan agar segera keluar dari mobilnya.
Dengan langkah ringan, Naura melangkah meninggalkan mobil temannya dan memasuki rumah dengan riang.
Naura bernyanyi kecil dan memasuki rumah kediaman suaminya, ia melangkah menuju kamarnya. Kebetulan di dalam kamar tidak ada suaminya, namun terdengar suara gemericik air di dalam kamar mandi.
Tanda bahwa suaminya tengah mandi, mumpung tidak ada yang melihat Naura pune mengambil obat itu dari kantong jeans nya lalu ia bubuhkan ke dalam botol minuman jus yang tadi sempat ia beli sebelum ia pulang ke rumah.
Dan Naura berharap rencana ini berhasil, dan ia bisa menyingkirkan masalah yang membelenggu dirinya selama Alina tinggal di kediaman mertuanya.
Naura mengocok botol yang isinya jus rasa strawberry itu dengan cepat, supaya obatnya tercampur sempurna, sebelum suaminya keluar dari kamar mandi. Pasalnya tadi kran air di dalam toilet seketika tak terdengar, itu artinya Bram telah menyelesaikan ritual mandinya.