Deva, seorang gadis petakilan yang menjadi anggota bodyguard di salah satu perusahaan ternama. Meski tingkahnya sering kali membuat rekannya pusing, namun kinerja Deva tak bisa di ragukan. Pada suatu malam, Deva yang baru selesai bertugas membeli novel best seller yang sudah dia incar sejak lama.
Ketika dia sedang membaca bagian prolog sambil berjalan menuju apartemennya, sebuah peluru melesat tepat mengenai belakang kepalanya dan membuatnya tewas.
Hingga sebuah keajaiban terjadi, Deva membuka mata dan mendapati dirinya menjadi salah satu tokoh antagonis yang akan meninggal di tangan tunangannya sendiri. Akankah kali ini Deva berhasil mengubah takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Haikal terdiam sejenak, mengalihkan pandangannya ke arah lantai. Suasana di antara mereka semakin tegang, seolah-olah bisa di potong dengan pisau.
"Lo gak ngerti, Dev" ujarnya pelan, suaranya bergetar. "Ada lebih banyak yang di pertaruhkan di sini dari pada sekadar pertarungan kita."
"Pertaruhan? apa lo mau bilang? yang ada di depan gue adalah seorang pengecut yang bersembunyi di balik bayang-bayang teman-temannya!" Deva melangkah maju, mendekatkan wajahnya ke wajah Haikal, memperlihatkan keberaniannya. "Gue gak takut sama lo atau siapa pun yang ada di belakang lo."
Dengan napas yang berat, Haikal mengangkat kepala dan menatap Deva dengan intens.
"Lo harus berhenti mengejar kebenaran yang mungkin bisa menghancurkan lo, Dev." Ujar Haikal.
"Pfft, asal lo tahu. Gue udah hancur, Kal. Semuanya nggak ada yang utuh bahkan jiwa gue." Deva mendesak, tak ingin kehilangan momentum tersebut. "Gue sudah terlalu lama berada dalam bayang-bayang, dan sekarang saatnya untuk menghadapi semuanya secara langsung, kan."
Haikal sempat tertegun, ia merasakan hawa di dalam gudang itu semakin menyesakan. Seakan Deva sudah mendominasinya dengan kegelapan, meski gadis itu tak bergerak sama sekali.
"Dev... apa yang-"
Jleb.
Haikal menunduk, ia membulatkan kedua pupil matanya tak menyangka jika Deva baru saja menusuknya menggunakan pisau karatan.
"Auch, mules nggak? sayang banget, harusnya lo nggak usah main-main sama gue, Kal. Gue bukan Deva yang dulu, yang cuma bisa nangis di depan lo." Ejek Deva terkekeh.
Gadis di samping Haikal menjerit, ia berniat kabur namun Deva tak mengizinkannya pergi begitu saja. Ia menarik rambut gadis itu, dan mendorongnya ke tembok hingga kening gadis tersebut membentur tembok.
Suara benturan cukup keras, Deva tertawa nyaring begitu melihat benjolan ungu di kening gadis itu.
"Kasihan, wajah mulus lo harus bonyok deh." Ujarnya tertawa mengejek.
"Lo keterlaluan, Dev! kalau kedua kakak lo tahu, lo bakal habis." Bentak gadis itu, ia melemparkan tatapan kebencian yang sangat mencolok pada Deva.
Namun bagi Deva ucapan itu tidak ada artinya, ia hanya mengangkat bahu, senyumnya semakin lebar, seolah peringatan itu hanya angin lalu.
"Kakak-kakak gue? mereka gak ada di sini. Yang ada cuma gue, dan gue bisa melakukan apa pun yang gue mau. Lagi pula, kalian duluan yang mancing gue amarah gue." Sahut Deva enteng.
Haikal masih tertegun di tempatnya, perasaannya campur aduk antara sakit dan ketakutan. Ia memegang erat pisau yang masih bertengger di perutnya, Haikal tak berani menarik pisau itu.
Akan tetapi, rasa sakitnya sungguh luar biasa, meski ia merasa tusukan itu tak terlalu dalam namun cukup untuk menghilangkan banyak tenaganya.
"Dev, ini bukan lo! sejauh yang gue tahu, Deva nggak bakal melakukan kekejaman seperti ini!" Suaranya bergetar, berusaha mengalihkan atensi Deva dari gadis berambut sebahu.
Tapi, Deva hanya memiringkan kepalanya, sambil mengetuk-ngetuk dagu dengan jari telunjuknya, kedua matanya bersinar liar.
"Ini gue yang sebenarnya. Selama ini, gue cuma terkurung dalam keinginan untuk mendapat perhatian dari kedua kakak gue. Tapi, sekarang gue udah nggak peduli sama mereka lagi."
Gadis yang terjerat dalam cengkeraman Deva berusaha melepaskan diri, namun posisinya semakin terdesak.
"Dev, lo gila? gimana kalau dosen sampai tahu kelakuan lo hah?" ujarnya dengan suara hampir putus asa.
Deva menoleh, seolah baru menyadari keberadaan gadis itu. "Oh, untuk menghadapi orang seperti kalian gue emang perlu menjadi gila, karena kalau gue waras yang ada gue yang di tindas."
"Dan, lo juga bisa ikut merasakan apa yang gue rasakan." Ia melangkah mundur, membiarkan gadis itu terjatuh ke lantai.
Haikal menggigit bibirnya, rasa sakit di perutnya semakin membara, namun ada hal yang lebih menakutkan dari lukanya. Yakni melihat Deva berubah menjadi sosok yang begitu asing dan kejam.
Deva menatap Haikal dingin, "Kalau sampai gue dengar berita ini keluar. Lo berdua bakal habis!"
"Lo takut jug... arrghh!" ucapan Haikal terhenti dan berganti teriakan melengking.
Tanpa perasaan, Deva menarik paksa pisau dari perut Haikal. Pisau itu meluncur keluar dengan mudah, dan darah mengalir deras dari luka yang menganga, mengotori lantai gudang yang dingin.
Haikal terjatuh, merasakan dunia di sekitarnya berputar, dan rasa nyeri yang menyengat membuatnya sulit untuk bernafas.
"Haikal!" teriak gadis yang terjebak dalam cengkeraman Deva, matanya membelalak ketakutan.
Deva melangkah ke depan, menatap Haikal dengan tatapan penuh kebencian. "Lo pikir ada yang bisa menolong kalian di sini? nggak ada yang bakal datang untuk menyelamatkan orang-orang seperti kalian. Selama ini, lo dan orang-orang di sekitar lo hanya melihat gue sebagai sampah yang bisa seenaknya kalian injak."
Tepat setelah mengatakan hal itu, Deva menginjak luka di perut Haikal hingga pemuda itu mengerang kesakitan. Tak ingin suara Haikal terdengar hingga keluar, Deva meraih sekotak tisu dan membukanya lalu menyumpal mulut Haikal dengan tisu tersebut.
Tak tinggal diam, Haikal berusaha memberontak namun tinjuan Deva sudah lebih dulu mengenai pipi pemuda itu.
Bugh.
Haikal berusaha menarik napas dalam-dalam, merasakan panas darah yang mengalir lukanya dan pipinya yang berdenyut nyeri.
"Dev, c-cukup!" suaranya penuh keputusasaan, Haikal meludah ke samping membuang tisu yang sudah bercampur dengan cairan kental berwarna merah tua yang keluar dari mulutnya, tubuh Haikal mulai terlihat lemah.
Namun, Deva hanya tertawa sinis, "Cukup? padahal ini belum ada setengah dari kekejaman yang lo berikan sama gue."
Dengan sekuat tenaga, Haikal berusaha menatap kedua mata gadis itu, meskipun rasa sakitnya sangat menyiksa.
"Lo mau di cap pembunuh? semua mahasiswa bakal benci sama lo, kalau tahu kejadian ini." Ujarnya terengah-engah.
Deva terdiam sejenak, seolah kata-kata Haikal menyentuh bagian terdalam hatinya. Namun, hanya dalam sekejap, kegelapan kembali menyelimuti matanya.
"Udah kok, label pembunuh udah gue dapatin. Dan kebencian juga udah gue miliki, yang belum cuma membalaskan dendam gue." Jawab Deva enteng.
Gadis yang terjatuh itu berusaha merangkak mendekati Haikal, air mata mengalir di pipinya.
"Tolong, Dev! lepasin kita berdua, kita bisa bantu lo balas dendam! tapi, cukup biarkan gue dan Haikal pergi!"
Deva menatap gadis itu, tak ada keraguan yang muncul di wajahnya. Namun, saat itu, suara langkah kaki mulai terdengar dari kejauhan, semakin mendekat ke arah gudang.
"Lo nggak bakal bisa lolos, Dev!" ejek Haikal saat suara langkah kaki semakin terdengar jelas.
Deva terhenti, seolah suara Haikal menembus lapisan kegelapan yang menyelimutinya. Sebuah ide gila muncul, Deva meraih patahan kursi dan mendekati gadis itu serta Haikal.
"Kata siapa gue nggak bisa lolos, justru kalian yang nggak bakal bisa keluar dengan nyaman dari situasi ini." Ucapnya menyeringai.
Detik berikutnya, Deva memukul kepala Haikal hingga pingsan dan ia juga melakukan hal serupa pada gadis di depan pemuda itu.
Setelah mereka berdua pingsan, Deva merobek pakaian gadis itu dan hanya meninggalkan tanktop hitam di tubuhnya.
Ia juga melepas kancing baju Haikal tiga biji, agar terlihat alami ia meletakan pisau karatan tadi di tangan gadis tersebut.
"Nah, beres. Waktunya gue kabur." Kekeh Deva riang.
Ia memanjat meja lalu keluar melalui jendela, hingga ia tiba di taman belakang. Deva bersiul seraya melangkah menuju toilet di taman itu untuk membersihkan diri.
jadi agak aneh crita nya
dan juga Daddy nya itu bukan nya sayang sama dia?
kalo memang si deva ini di fitnah dan dihina sedemikian rupa kenapa masih tetap berharap dan bertingkah sama keluarga nya?
katanya dia punya perasaan dan dia juga manusia tapi sikapnya ga sesuai sama apa yang di cerita kan
kesel banget
jdi kesannya kayak si Deva ini lebih menye menye dan agak lain yang didalam tanda kutip karakternya"kelihatan tidak sesuai sama penggambaran karakter awalnya" seolah olah di awal hanya sebatas penggambaran di awal saja
tapi tetap semangat ya authori💪