Bagi Fahreza Amry, hinaan dan cemoohan ayah mertuanya, menjadi cambuk baginya untuk lebih semangat lagi membahagiakan keluarga kecilnya. Karena itulah ia rela pergi merantau, agar bisa memiliki penghasilan yang lebih baik lagi.
Namun, pengorbanan Reza justru tak menuai hasil membahagiakan sesuai angan-angan, karena Rinjani justru sengaja bermain api di belakangnya.
Rinjani dengan tega mengajukan gugatan perceraian tanpa alasan yang jelas.
Apakah Reza akan menerima keputusan Rinjani begitu saja?
Atau di tengah perjalanannya mencari nafkah, Reza justru bertemu dengan sosok wanita yang pernah ia idamkan saat remaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Tidak tahu harus berkata apa
Pagi yang cerah, Reza berjalan menyusuri jalanan setapak bersama Dhea yang mengendarai sepeda di sampingnya. Udara segar disertai suara burung-burung yang berkicau menemani keduanya, menciptakan suasana yang ceria dan damai. Dhea sesekali menoleh ke arah Reza, sambil tersenyum lalu berbicara tentang kebersamaanya dengan Marisa.
"Apa Dhea sangat menyukai Tante Icha?" tanya Reza pelan.
"Hu'um," jawab Dhea cepat sambil mengangguk dengan mata berbinar.
"Ayah juga menyukai Tante Icha, kan?" tanyanya kemudian seraya mengerjapkan matanya dengan lucu.
Reza tidak menjawab hanya tersenyum kecil menanggapinya. Dia mengalihkan pandangannya sambil mengusap lehernya, tidak tahu harus berkata apa. Namun, tanpa Reza sadari Dhea menangkap senyuman kecil itu sebagai isyarat mengiyakan pertanyaannya. (Namanya juga bocah, ya🤗)
Seperti biasa, mereka berpisah di persimpangan. Reza akan melanjutkan perjalanannya ke gudang tempatnya bekerja, sementara Dhea menuju ke kantor Marisa. Mereka berdua berhenti sejenak dan saling menatap.
"Hati-hati di jalan ya, Sayang," pesan Reza seraya mengusap lembut rambut anaknya.
"Papay, Ayah," kata Dhea seraya melambaikan tangannya sebelum berpaling dan mengayuh sepedanya meninggalkan sang ayah.
Reza menatap Dhea yang semakin menjauh sambil tersenyum, lalu melanjutkan kembali langkahnya setelah memastikan sang anak sampai di kantor Marisa dengan aman.
Reza menarik napas panjang sebelum masuk ke dalam gudang dengan langkah waspada.
Sejak malam itu, di mana Reza melihat dengan mata kepalanya sendiri seseorang yang tak dia sangka ikut terlibat dalam kegiatan ilegal, Reza memutuskan untuk mengubah strateginya. Dia tidak lagi melakukan pengintaian terhadap Mandor Sobri dan anak buahnya dengan cara yang sama seperti sebelumnya.
Di tengah fokusnya pada pekerjaannya sendiri serta memastikan bahwa setiap detail diselesaikan dengan baik, Reza tetap melakukan penyelidikan. Dia bertindak lebih berhati-hati dan tidak mudah percaya pada orang lain, sambil terus menggali informasi yang dibutuhkannya dengan cara senyap.
*
Sementara di kantor Marisa, kedatangan Dhea langsung disambut dengan gembira. "Dhea sayang, sini!" panggil Marisa seraya melambaikan tangannya.
Dhea mendekat lalu mencium punggung tangan Marisa dan mencium kedua pipinya, membuat wanita cantik itu merasakan hatinya menghangat. Marisa pun membalas menciumi wajah mungil Dhea dengan gemas.
"Lihat nih, tante bawa apa," ucapnya sambil mengambil sesuatu dari atas mejanya.
"Tadaaa...!" serunya dengan antusias seraya menunjukkan buku warna yang dibawanya.
"Waaah..." Mata Dhea berbinar dengan penuh kegembiraan saat melihat buku warna yang ada di tangan Marisa. "Apa itu buat Dhea, Tante?" tanyanya dengan rasa penasaran dan antusias.
Marisa tersenyum dan mengangguk. "Ini adalah hadiah spesial untukmu. Dhea pasti suka."
Dhea yang semakin penasaran langsung meraih buku warna tersebut dari tangan Marisa. Saat melihatnya lebih dekat, wajahnya langsung bersemu dengan senyum yang lebar. "Terima kasih, Tante!" serunya dengan gembira dan langsung mendaratkan ciuman basah di pipi Marisa sebagai ungkapan terima kasihnya.
Marisa membulatkan matanya dengan mulut sedikit terbuka, wujud apreasinya atas tindakan spontan Dhea, membuat gadis kecil itu bertepuk tangan sambil tertawa.
"Hari ini Dhea belajar mewarnai, ya. Supaya tidak bosan setelah kemarin belajar membaca dan menulis," ucap Marisa dengan lembut.
"Ayo, kita mulai," ajaknya pada Dhea seraya duduk di lantai yang beralaskan karpet lembut.
"Siap, Tante." Dhea segera duduk di seberang Marisa yang bersekat meja lipat kecil di depannya.
Dengan sabar dan telaten, Marisa mengajari Dhea cara mewarnai yang benar agar tidak belepotan. Mereka berdua terlihat sangat serius, seolah sedang mengerjakan proyek seni yang sangat penting. Dhea dengan teliti memilih warna yang tepat untuk setiap bagian gambar, sementara Marisa memberikan arahan dan saran yang berguna.
"Waaah...bagus sekali gambarnya, Sayang! Dhea ternyata sangat berbakat," puji Marisa saat Dhea berhasil mewarnai gambar sebuah bunga dengan sangat rapi.
Dhea tersenyum bangga dan melanjutkan pekerjaannya. Gadis kecil itu semakin bersemangat untuk mewarnai gambar selanjutnya. Marisa melihatnya dengan tersenyum hangat, merasa bahagia bisa menjadi bagian dari momen ini bersama Dhea.
"Sudah sedekat dan seakrab itu sama anaknya, kapan Kakak berani menembak ayahnya?" tanya seseorang yang tiba-tiba hadir di antara mereka.
Marisa dan Dhea terkejut dengan kehadiran orang tersebut. Mereka berdua menoleh ke arah suara itu, dan Marisa langsung mengenalinya. Ekspresi wajah Marisa berubah memerah karena tidak enak hati sekaligus malu.
"Om Sandy...!" seru Dhea seraya berdiri dan langsung menghambur memeluk kaki Sandy.
"Halo, Dhea sayang," balas Sandy lalu meraih tubuh mungil Dhea dan menggendongnya.
"Sandy, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Marisa gugup.
Sandy tersenyum mengejek dan melangkah lebih dekat. "Aku hanya ingin tahu, kapan Kakak berani mengungkapkan perasaan pada ayahnya?" ulangnya, seraya mengedipkan matanya ke arah Marisa.
"Dhea mau nggak, punya Mama Icha yang cantik?" tanya Sandy pada Dhea sambil mencium pipi gembil gadis kecil itu.
"Mau-mau-mau, Om!" seru Dhea dengan antusias. "Ayah juga suka kok, sama Tante Icha. Ayah sering nanya-nanya sama Dhea tentang Tante Icha," jawab Dhea dengan polosnya.
"See... Nunggu apalagi coba, Kak. Nunggu sampai ibunya Dhea minta balikan?" Sandy memprovokasi agar Marisa lebih berani.
Marisa tampak bingung, ia ragu apa Reza benar-benar memiliki perasaan yang sama dengannya atau tidak.
*
Di sisi lain, Reza tampak fokus dengan pekerjaannya. Matanya yang tajam menatap layar komputernya dengan jari-jari yang bergerak cepat di atas keyboard, mengetikkan kode-kode yang kompleks dengan presisi yang tinggi.
Wajahnya tidak menunjukkan emosi apa pun, hanya fokus pada tugas yang sedang dikerjakannya. Namun, di dalam hatinya, Reza masih terganggu oleh pertanyaan Dhea padanya yang masih menggantung di benaknya dan dia sendiri tidak tahu harus memberi jawaban apa pada Dhea.
"Bagaimana mungkin anak sekecil Dhea bisa berkata seperti itu?"
Reza menghela napasnya dalam-dalam, berusaha menepis pikirannya. Dia pun memilih fokus pada tugas yang lebih penting yaitu membongkar kejahatan Mandor Sobri.
Mata Reza terus menatap layar komputernya, menganalisis data dan informasi yang telah dikumpulkannya. Dia mencari pola dan petunjuk, serta bukti yang kuat untuk membuktikan kejahatan Mandor Sobri.
Reza tidak akan menyerah. Dia akan terus mencari kebenaran, tidak peduli berapa lama waktu yang dia butuhkan. Karena baginya, keadilan harus ditegakkan.
WIS yakin karena ingpestasi panjenengan wae 👻👻👻👻
dah jadi istri kan dah berubah asem🤧🤧🤧
/Drowsy//Drowsy//Drowsy/