PEDANG GENI. seorang pemuda yang bernama Ranu baya ingin membasmi iblis di muka bumi ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34
Ranu memutar tangannya berlawanan arah. Tombak yang panjang itupun kemudian menjadi dua bagian yang masing-masing berukuran 1 meter kurang.
"Menarik sekali tombak karatanmu itu, Anak Muda.
Bersiaplah!"
Panca kembali menjejakkan kaki kanannya. Apa yang dilakukannya itu juga dilakukan oleh dua kembarannya.
"Dalam pertarungan, semua sah untuk dilakukan, apapun itu caranya, termasuk berbuat curang! Dan kau saat itu terlalu bodoh, karena menganggap kekuatan adalah segalanya dan tidak menggunakan otak dalam pertarungan."Ejek Raksa.
Bisma mendengus kesal, "Setelah peperangan ini, aku akan membuat perhitungan denganmu!"
Panglima ke empat itu kemudian hendak meninggalkan Raksa dan Wanandra agar mereka bisa melanjutkan pertarungan. Namun Raksa segera mencegahnya.
"Bantu aku mengalahkan jin tua ini!" pintanya.
"Oh... jadi kau sudah mengaku sekarang?" Balas Bisma dengan menyunggingkan senyum mengejek, "Akan aku buktikan kalau kekuatan adalah segalanya," lanjutnya.
Bisma kemudian menolehkan kepalanya ke arah Wanandra.
"Apa pembicaraan kalian sudah selesai? Aku sampai mengantuk menunggu kalian berdebat. Tadinya aku berharap kalian akan bertarung, dan aku yang jadi penontonnya," ejek Wanandra.
"Kau jangan banyak bicara, Jin Tua. Aku pastikan hari ini akan membunuhmu!" bentak Bisma.
Di sampingnya, Raksa menatap tajam ke arah Wanandra.
Namun dalam hati kecilnya, akal licik sudah dia rencanakan.
"Apa kalian sudah yakin ingin mengeroyokku?" ucap Wanandra sebelum menancapkan tongkatnya ke tanah.
"Sudah mau mampus, masih banyak bicara kau, Jin Tua!"Bisma tanpa aba-aba langsung menyerang Wanandra dengan segenap kemampuannya.
Ledakan pertama langsung tercipta, bisa dibilang kemampuan mereka seimbang. Itupun karena tenaga dalam Wanandra sudah cukup habis ketika melawan Raksa.
Pertarungan jarak dekat pun tak terhindarkan. Wanandra bisa merasakan kalau kemampuan Bisma lebih hebat dari pada Raksa. Itu terbukti Bisma bisa mengimbangi kekuatannya.
Masih dalam keadaan segar bugar, Bisma terus menggempur pertahanan Wanandra yang sangat rapat. Berbagai variasi serangan pun dia gunakan untuk bisa membuat celah pertahanan Wanandra terbuka.
Berulang kali mencoba, Bisma semakin dibuat bingung karena setiap serangannya bisa dipatahkan jin tua tersebut.
"Kenapa kau diam saja, Raksa!" bentak Bisma sambil terus bergerak menyerang Wanandra.
Raksa mengangguk malas. Dia sebenarnya ingin segera pergi dari tempat itu dan menghindari pertarungan dengan Wanandra yang terbukti sudah membuatnya terdesak hebat.
Sriiiing!
Suara pedang Raksa yang membelah udara terdengar samar. Namun bagi pendekar yang sudah berada di tingkat pendekar pilih tanding tahap akhir ke atas, suara desingan tersebut akan terdengar dengan jelas. Kecuali pendekarnya tuli.
Wanandra dengan cepat memberikan tangkisan dan berhasil membuat Raksa sedikit terdorong mundur karena kalah kekuatan dan kuda-kudanya pun sedikit goyah
Tidak ingin kehilangan momentum bagus, Wanandra menyodoknya ujung tongkatnya ke arah Raksa yang terpekik kaget. Beruntung pedang Bisma datang dan menangkis serangan Wanandra.
Raksa menghembuskan nafas lega karena lolos dari luka berat. Dia kembali membantu Bisma yang tidak berhenti memberikan serangan ke arah Wanandra.
Setelah melalui ratusan pertukaran serangan, Wanandra berhasil di desak oleh dua orang panglima perang kota Wentira tersebut. Sebuah luka sabetan tipis melintang di tangan kirinya. beruntung dia masih bisa refleks menghindar meski baju dan kulitnya harus robek.
Jin tua itu mulai terdesak mundur. Kekuatan tenaga dalamnya harus terkuras karena mengimbangi keduanya.
Kalau hanya Bisma atau Raksa saja, dia yakin bisa menang. Tapi dikeroyok dua orang panglima perang yang kekuatannya setara dengan pendekar tanpa tanding tahap awal dan menengah sekaligus bukanlah sesuatu hal yang mudah dihadapi.
"Mati kau ...! Pedang Penghancur Raga!"
Bisma melompat tinggi dan menebaskan pedangnya dari atas.
Wanandra melintangkan tongkatnya untuk menangkis serangan tersebut.
Tiiingg!!!
Bugh!
"Aaakh"
Wanandra terlempar ke belakang setelah tendangan Raksa menghujam keras ke dadanya. Dia memang berhasil menangkis pedang Bisma, tapi pertahanannya terbuka lebar hingga Raksa berhasil menyarangkan tendangannya.
Lontaran tubuh Wanandra berhenti setelah menabrak sebuah pohon.Kota Wentira yang dikelilingi hutan lebat kini keadaannya tak ubahnya menjadi sebuah ladang pembantaian. Puluhan ribu mayat sudah bergeletakan di tanah. Bahkan di beberapa tempat, mayat-mayat itu sampai menggunung saking banyaknya yang bertumpukan.
Lokasi pertempuran yang semakin meluas hingga sekitar 5 hektar, dipenuhi dengan bau anyir darah dari jasad yang sudah tidak bernyawa.
Wanandra berdiri sambil memegangi dadanya. Belum sempat dia mengalirkan tenaga dalam untuk memulihkan luka dalamnya, Raksa dan Bisma sudah melesat ke arahnya.
Dua bilah pedang meluncur dengan cepat diikuti Raksa dan Bisma di belakangnya berusaha untuk membunuhnya.
Wanandra membuang tubuhnya ke samping untuk menghindari salah satu serangan. Namun naasnya dia tersandung sebuah mayat hinga jatuh bergulingan.
Raksa tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, dia melompat tinggi dan menebaskan pedangnya dengan kuat.
Blaaar
Benturan hebat yang diakhiri dengan sebuah ledakan menimbulkan debu mengangkasa bercampur rerumputan yang tercabut beserta akarnya.
Raksa terpental balik meski dia dalam posisi menyerang.
Perbedaan kekuatan di antara mereka menjadi penyebabnya.
Tapi meskipun begitu, tubuh Wanandra bahkan sampai amblas ke dalam tanah meski tidak dalam.
Wanandra bangkit berdiri dan bertopang pada tongkatnya.
"Terpaksa aku harus menggunakannya kembali setelah sekian lama," ucapnya dalam hati. Tangannya menekan tongkatnya hingga berdiri di tanah.
Wanandra tersenyum tipis. Tiba-tiba saja, tongkatnya yang ditancapkan ke tanah mengepulkan aura merah yang sangat terang.
Aura merah itu mengepul semakin tebal dan membentuk satu sosok mahkluk berwarna merah menyala seperti api.
Makhluk itu menyeringai menunjukkan taring panjang yang juga berwarna merah kepada Raksa dan Bisma.
Grrrrgggh!
"Jambrong ... sudah saatnya kau minum darah lagi. Mereka berdua sebenarnya juga manusia. Hisap sampai habis darah mereka!"
"Terima kasih, Tuan Raksa. Grrrrrgggh!"
Makhluk bernama Jambrong tersebut air liurnya meleleh keluar setelah mengetahui kalau Bisma dan Raksa adalah manusia.
Wajah Raksa berubah masam. Tujuannya untuk menghabisi Wanandra dan Bisma sekaligus, terancam tidak bisa terlaksana.
Di hadapan mereka berdua, muncul sebuah makhluk yang memiliki wajah sangat menyeramkan.
Raksa yang memiliki akal licik berusaha memanfaatkan Bisma untuk melawan Wanandra dan makhluk menyeramkan tersebut sekaligus.
Pelan-pelan dia bergerak ke belakang dan akhirnya melesat cepat meninggalkan tempat pertarungan tersebut. Dia tidak ingin mati dengan cepat hingga melupakan sifat ksatria seorang pendekar.
"Kau habisi dia, aku akan mengejar satunya!" perintah Wanandra.Jambrong mengangguk lalu menggeram keras.
Setelah mengambil tongkatnya yang tertancap di tanah, Wanandra melesat mengejar Raksa. Bisma yang berusaha menghadangnya harus mengurungkan niatnya karena Jambrong sudah bergerak menyerangnya.
Wanandra tanpa kesulitan bisa mengejar Raksa yang berada di depannya. Dalam waktu singkat, jin tua itu sudah berada di depan Raksa.
"Kau mau lari ke mana manusia pengecut!" desis Wanandra.
Raksa menelan ludahnya berkali-kali. Semua rencananya sudah buyar termasuk rencana terakhirnya untuk menyelamatkan diri.Tidak seberapa jauh dari tempat wanandra dan Raksa berdiri, Suropati berjibaku melawan Rakuti.
Meski pertarungan mereka sudah berlangsung lama, tapi belum kelihatan siapa yang lebih unggul di antara mereka.
Pedang besar yang memiliki bobot puluhan kilogram itu, bagai sebuah ranting di tangan Rakuti. Panglima perang ketiga berjuluk panglima serigala itu begitu lincah memainkan pedangnya.
Namun meski begitu, dia belum mampu untuk mendesak Suropati yang terlihat lebih berpengalaman dalam pertarungan.
Menggunakan tombak sebagai senjatanya, Suropati berhasil menangkis semua serangan yang mengincarnya.
Bobot pedang Rakuti yang begitu berat juga tidak berpengaruh sedikitpun kepada tombaknya. Dengan lincah dia menggerakkan tombak besinya sesuai kemauannya baik untuk bertahan maupun menyerang.
Tombak dan pedang besar itu terus beradu, entah sudah yang ke berapa ratus kalinya.