kembali hilang setelah peperangan usai namun ketidakadilan senantiasa datang untuk merobohkan kedamaian
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon krist junior., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Langit di atas dataran Arkael memancarkan semburat jingga pucat, seakan-akan matahari sendiri ragu untuk menampakkan dirinya. Angin gurun yang panas bergulung di antara celah batu-batu besar, menyapu debu dan bisikan masa lalu yang tersisa. Di tengah dataran sunyi itu, Kiwang berdiri sendirian. Bajunya compang-camping, peluh menetes dari dahinya, dan napasnya tersengal. Namun matanya tetap tajam, terpaku pada simbol bercahaya di depan kakinya: rune waktu yang setengah terbuka, masih mengeluarkan denyut energi dari lorong temporal yang telah ia lewati.
"Lia... Elira..." gumamnya lirih, suara seraknya terbawa angin.
Ia telah terlempar dari timnya. Lorong waktu yang muncul saat mereka menelusuri reruntuhan di wilayah utara telah memisahkan mereka secara acak. Tidak ada peringatan. Tidak ada petunjuk. Hanya gelap, lalu cahaya, lalu tempat ini. Dataran Arkael, salah satu zona terlarang yang bahkan tidak diajarkan di Akademi Rune.
Kiwang menarik napas dalam, kemudian duduk bersila di tengah rune. Tangannya membentuk formasi aktivasi, dan sistem di dalam tubuhnya segera menyala.
[Sistem Rune Master Aktif] [Deteksi Level: 20.03] [Status: Terdampar di Dimensi Retakan Waktu] [Efek Lingkungan: Fluktuasi Mana Tinggi - Regenerasi Cepat - Leveling Bonus 5%]
"Kalau begini... setidaknya aku bisa berlatih. Mungkin sampai aku cukup kuat untuk menembus dimensi ini dan menemukan mereka."
Ia segera mengeluarkan senjata utamanya, bilah rune bermata dua yang terbuat dari kombinasi elemen api dan angin. Lalu, dari balik tanah, makhluk-makhluk asing mulai bermunculan. Wujud mereka seperti bayangan, tak memiliki wajah, hanya mata berwarna putih menyala dan tubuh seperti asap yang memadat.
[Entity Ditemukan: Wraith Temporal - Level 22] [Weakness: Serangan Kombinasi Elemen Petir & Rune Kecepatan]
"Baik... mari kita mulai."
Pertarungan pun terjadi. Kiwang berlari, tubuhnya dibalut aura petir yang meletup. Ia menyerang dengan cepat, menciptakan percikan energi di setiap sabetan. Satu Wraith berusaha menusuknya dengan duri bayangan, namun ia memutar tubuh dan membalas dengan sabetan berputar yang membelah udara dan menghancurkan tubuh makhluk itu.
[+EXP 92]
Namun dua makhluk lain muncul dari balik celah batu, mengepungnya. Kiwang melompat ke udara dan meluncurkan rune kecepatan ke tanah di bawah, menciptakan ledakan dorongan yang mempercepat gerakannya. Ia melayang seperti bayangan, menebas keduanya dalam satu ayunan silang.
[+EXP 184]
Pertarungan berlangsung lama, dan Kiwang mengandalkan semua teknik yang telah ia pelajari. Ia bahkan mencoba menggabungkan elemen yang belum stabil: api dan tanah, menciptakan semacam ledakan lava kecil yang membakar area sekitar. Namun itu menguras banyak energi.
Beberapa jam kemudian, tubuhnya dipenuhi luka. Tapi levelnya naik pesat.
[Level: 20.03 → 21.14]
Ia terhuyung, lalu jatuh terduduk. Di kejauhan, horizon retak seperti kaca. Langit sendiri seakan akan roboh.
"Lorong ini... akan runtuh. Aku harus keluar dari sini sebelum celah ini menutup. Tapi ke mana arah keluarnya...?"
Tiba-tiba, suara lembut terdengar.
"Kau tak akan keluar hanya dengan berlari, Rune Master."
Kiwang menoleh cepat. Dari balik kabut, sosok seorang gadis muncul. Ia mengenakan jubah hitam legam dengan benang-benang rune emas menyilang di lengan. Matanya ungu terang, seperti memantulkan dimensi lain. Gadis misterius itu mendekat dengan langkah ringan.
"Siapa kamu?"
"Namaku Althaea. Aku... seperti kamu, tersesat di sini. Tapi sudah lebih lama. Dan aku tahu... jalan keluar."
Kiwang memperhatikan dengan waspada. Aura gadis itu sangat aneh, tidak menunjukkan fluktuasi rune, namun tekanan yang ia pancarkan lebih berat daripada makhluk manapun yang ia hadapi sebelumnya.
"Kau tahu cara keluar? Tapi kenapa masih di sini?"
Althaea tersenyum pahit. "Karena... pintunya hanya bisa dibuka oleh dua orang. Dan sebelumnya, aku sendirian. Sekarang... kau di sini."
Kiwang bangkit perlahan. Luka-lukanya mulai sembuh karena fluktuasi energi tinggi di sekitarnya. Tapi rasa lelah belum hilang.
"Apa kau yakin kau bukan bagian dari Radiant?"
Althaea menatapnya tajam. "Jika aku bagian dari Radiant, kau sudah mati saat kau membuka rune pertama."
Mereka saling menatap beberapa saat. Lalu Kiwang mengangguk.
"Kalau begitu, tunjukkan jalannya."
Gadis itu berjalan, dan Kiwang mengikutinya, menuruni lembah batuan yang anehnya berbentuk seperti jam pasir. Setiap langkah mereka memicu resonansi kecil di udara. Semakin dalam mereka masuk, semakin terang sinar biru dari dinding.
"Di ujung lembah ini... ada gerbang waktu. Tapi sebelum itu, kita harus melewati penjaga terakhir. Waktu itu sendiri akan menilai siapa yang boleh pergi."
Kiwang mengencangkan cengkeraman pada pedangnya.
"Aku siap."