NovelToon NovelToon
Wanita Istimewa

Wanita Istimewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Mafia / Single Mom / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Berkisah mengenai Misha seorang istri yang baru saja melahirkan anaknya namun sayangnya anak yang baru lahir secara prematur itu tak selamat. Radit, suami Misha terlibat dalam lingkaran peredaran obat terlarang dan diburu oleh polisi. Demi pengorbanan atas nama seorang istri ia rela dipenjara menggantikan Radit. 7 tahun berlalu dan Misha bebas setelah mendapat remisi ia mencari Radit namun rupanya Radit sudah pindah ke Jakarta. Misha menyusul namun di sana ia malah menemukan sesuatu yang menyakitkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gosip Panas

Lampu jalanan di gang kecil dekat warung Pak Raharjo memancarkan cahaya kekuningan, menyinari jalanan yang basah setelah hujan. Misha melangkah gontai, lelah setelah seharian bekerja. Pikirannya masih dipenuhi bayangan Radit dan pria sombong yang nyaris menabraknya. Hatinya terasa perih, namun ia mencoba untuk tetap tegar.

Saat melintasi rumah-rumah warga, Misha mendengar bisik-bisik yang tidak menyenangkan. Ia berhenti di balik tembok, mencoba mendengarkan. Suara itu berasal dari Bu Ratmi, seorang ibu-ibu yang dikenal paling nyinyir di gang itu. Ia sedang mengobrol dengan tetangganya, Ibu Susi.

"Lihat tuh, Misha. Pura-pura kerja keras, padahal ya... kita semua juga tahu dia kerja apa," bisik Bu Ratmi, suaranya dipenuhi nada mencemooh.

Ibu Susi mengerutkan dahi. "Maksud Ibu apa? Misha itu baik kok, rajin juga. Dia bantu-bantu di warung Pak Raharjo."

Bu Ratmi tertawa sinis. "Rajin? Dia dari mana? Padang? Katanya dari Padang, tapi kok di sini sendirian? Suaminya mana? Jangan-jangan suaminya kabur karena kelakuannya."

Hati Misha mencelos. Ia mengepalkan tangannya, menahan amarah yang meledak di dadanya. Ia ingin keluar dan membela diri, namun ia tahu, itu hanya akan memperkeruh suasana.

"Maksud Ibu... dia wanita tidak benar?" tanya Ibu Susi, suaranya terdengar ragu.

"Tentu saja! Perempuan baik-baik enggak mungkin luntang-lantung sendirian di kota sebesar ini. Apalagi, lihat saja dandanannya. Pakaiannya sederhana, tapi lihat matanya. Lincah, kan? Jangan-jangan dia jual diri," ujar Bu Ratmi.

Misha tidak bisa lagi menahan amarahnya. Ia keluar dari balik tembok. "Bu Ratmi!" panggilnya dengan suara bergetar.

Bu Ratmi dan Ibu Susi terkejut. Mereka menatap Misha dengan wajah panik. Bu Ratmi segera memalingkan wajah, pura-pura tidak mendengar.

"Kenapa Ibu menyebarkan fitnah tentang saya?" tanya Misha, matanya berkaca-kaca. "Saya tidak pernah melakukan hal-hal kotor itu. Saya kerja di warung Pak Raharjo dengan keringat saya sendiri."

Bu Ratmi melipat tangannya di dada. "Fitnah apa? Memang begitu kenyataannya, kan? Kalau kamu wanita baik-baik, mana suamimu? Mana anakmu? Kenapa kamu tinggal di sini sendirian?"

"Suami saya... sudah meninggal," jawab Misha, suaranya parau. "Anak saya... juga meninggal."

"Halah, alasan! Kalau sudah meninggal, kenapa kamu tidak pulang saja ke Padang? Kenapa malah ke sini?" cecar Bu Ratmi.

"Itu urusan saya, Bu! Kenapa Ibu harus mencampuri urusan saya?" Misha berteriak, air matanya tumpah. "Ibu tidak tahu apa yang saya rasakan. Ibu tidak tahu penderitaan saya. Kenapa Ibu tega menghina saya seperti ini?"

Bu Ratmi tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya menatap Misha dengan tatapan dingin, lalu berjalan pergi meninggalkan Misha dan Ibu Susi. Ibu Susi menatap Misha dengan iba.

"Sabar ya, Misha," ucap Ibu Susi. "Jangan dengarkan omongan Bu Ratmi. Semua orang di sini tahu kamu wanita baik-baik."

****

Pagi itu, Warung Bahagia milik Pak Raharjo tampak sangat ramai. Pembeli silih berganti datang, kebanyakan dari mereka adalah para pekerja kantor laki-laki yang turun dari angkot atau ojek daring. Suasana warung yang biasanya tenang, kini dipenuhi tawa dan percakapan. Misha melayani dengan cekatan, senyum tak pernah luntur dari wajahnya. Ia mengambil pesanan, mengantar makanan, dan membersihkan meja.

"Wah, Mas, tumben Warung Bahagia ramai sekali hari ini?" seorang pembeli bertanya pada Pak Raharjo.

Pak Raharjo tersenyum bangga. "Alhamdulillah, Mas. Berkat Misha. Sejak ada dia, banyak pelanggan baru datang."

Ucapan itu memang benar. Kabar tentang Warung Bahagia yang kini memiliki karyawan wanita berparas cantik menyebar dengan cepat. Misha tidak menyadarinya, ia hanya fokus pada pekerjaannya. Namun, omongan-omongan itu sampai ke telinga Bu Ratmi. Ia yang sudah tidak suka dengan Misha, kini semakin gencar menyebarkan gosip.

"Lihat tuh, Bu Endah. Warung Pak Raharjo ramai kan sekarang?" Bu Ratmi memulai, duduk di teras rumahnya. Di sebelahnya, ada Bu Endah, Bu Yatmi, dan Bu Nanik yang sedang berkumpul.

Bu Endah mengangguk. "Iya, ramai sekali. Padahal kan biasanya tidak seramai ini."

Bu Ratmi tertawa sinis. "Jelas saja ramai! Dia kan pakai modus baru. Pakai wanita cantik untuk menarik pelanggan!"

"Maksud Ibu apa, Bu Ratmi?" tanya Bu Yatmi, bingung.

"Ya, maksud saya ya itu! Si Misha itu! Dia itu bukan karyawan biasa. Dia itu pasti punya niat lain. Tidak mungkin wanita secantik itu mau kerja di warung kecil seperti ini. Pura-pura baik, padahal aslinya kan..." Bu Ratmi menggantung kalimatnya, lalu tertawa meremehkan.

"Pura-pura polos, padahal sudah banyak yang dia layani. Makanya, kalau ada suami yang sering makan di sana, hati-hati! Bisa-bisa suami kalian digoda!" Bu Ratmi menambahkan, suaranya dipenuhi hasutan.

Bu Nanik mengangguk-angguk. "Benar juga kata Ibu. Saya jadi khawatir sama suami saya. Dia kan sering makan di sana."

Tiba-tiba, Bu Susi yang baru pulang dari pengajian, melintas. Ia mendengar percakapan mereka, dan langsung mengelus dada. "Astaghfirullah, Ibu-ibu! Kenapa membicarakan orang lain seperti itu?" tegurnya.

Bu Ratmi melotot. "Kenapa, Bu Susi? Apa kamu juga termakan tipu daya sama si Misha itu?"

"Terhasut apa? Saya hanya tidak mau Ibu-ibu semua berdosa karena menyebarkan fitnah. Misha itu wanita baik-baik. Dia bekerja keras untuk hidupnya," jawab Bu Susi.

Bu Ratmi mendengus. "Baik-baik dari mana? Buktinya, Warung Pak Raharjo jadi ramai karena dia. Kalau bukan karena dia jual diri, terus kenapa? Para laki-laki itu tidak akan mau datang ke sana kalau bukan karena dia!"

"Ibu! Jaga ucapan Ibu!" Bu Susi meninggikan suaranya. "Ibu tidak punya bukti apa-apa. Kenapa Ibu tega memfitnah dia seperti itu? Ingat, Ibu bisa kena karma!"

Bu Ratmi tidak peduli. Ia hanya tertawa sinis, menantang Bu Susi. "Saya tidak takut! Biar saja! Pokoknya saya sudah bilang, kalau ada apa-apa sama suami kalian, jangan salahkan saya!"

****

Hawa panas siang itu tidak sebanding dengan panasnya gosip yang disebarkan Bu Ratmi. Ia mendatangi rumah Bu RT, yang sedang menyapu halaman. Dengan wajah dibuat-buat panik dan prihatin, Bu Ratmi mendekat.

"Bu RT, saya mau bicara," bisik Bu Ratmi, matanya melirik ke sekeliling, seolah ada rahasia besar yang harus dijaga.

Bu RT menghentikan sapuannya, menatap Bu Ratmi dengan curiga. "Ada apa, Bu? Kelihatannya penting sekali."

Bu Ratmi mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan sebuah foto pada Bu RT. "Ini, Bu. Lihat sendiri. Saya dapat foto ini dari tetangga saya."

Bu RT melihat foto itu. Matanya membulat. Di foto itu, terlihat suaminya, Pak RT, sedang makan di Warung Bahagia. Di sampingnya, duduk Misha, sambil tersenyum.

"Itu... itu suami saya kan?" tanya Bu RT, suaranya bergetar.

"Iya, Bu! Saya yakin sekali itu Pak RT! Dan lihat, Bu... tatapan Pak RT ke Misha itu... aneh! Saya khawatir, Bu RT! Saya sudah bilang, Misha itu wanita tidak benar! Dia datang ke sini untuk menggoda suami-suami kita!" hasut Bu Ratmi, suaranya dipenuhi amarah.

Bu RT menggelengkan kepala, mencoba menyangkal. "Tidak mungkin! Suami saya tidak mungkin begitu!"

"Kenapa tidak mungkin, Bu? Pria mana yang tidak tertarik sama wanita cantik? Apalagi, Misha itu jago sekali menggoda. Dia pura-pura baik, pura-pura polos. Padahal, dia datang ke sini untuk menjual diri!" Bu Ratmi menambahkan bumbu. "Warung Pak Raharjo itu sudah tidak benar, Bu RT. Itu disinyalir tempat prostitusi terselubung! Mereka pakai kedok warung makan!"

****

Mendengar kata-kata itu, hati Bu RT terasa perih. Ia menatap foto itu lagi, dan kini ia melihatnya dengan pandangan yang berbeda. Senyum Misha yang dulu terlihat ramah, kini terlihat seperti senyum penuh godaan. Ia mulai percaya dengan ucapan Bu Ratmi.

"Jadi... apa yang harus saya lakukan?" tanya Bu RT, suaranya penuh keputusasaan.

"Tutup warungnya, Bu!" jawab Bu Ratmi, antusias. "Minta Pak RT untuk menutup warung itu. Itu sudah meresahkan warga. Kalau tidak, bisa-bisa para suami di sini jadi korban Misha!"

Bu RT menunduk, pikirannya kacau. Ia bimbang. Di satu sisi, ia tahu Pak Raharjo adalah orang baik. Di sisi lain, ia melihat foto suaminya dan Misha. Kecemburuan dan amarah membutakan matanya.

"Baiklah," putus Bu RT, suaranya tegas. "Saya akan bicarakan ini dengan Pak RT. Saya tidak mau suami saya jadi korban wanita itu!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!