Langit Neo-Kyoto malam itu selalu sama: kabut asam bercampur polusi elektronik yang membuat bulan tampak seperti koin usang. Hujan buatan yang beraroma logam membasahi jalanan, memantulkan cahaya neon raksasa dari papan reklame yang tak pernah padam. Di tengah kekacauan visual itu, sosoknya berdiri tegak di atap gedung tertinggi, siluetnya menentang badai.
Kaelen. Bukan nama asli, tapi nama yang ia pilih ketika meninggalkan masa lalunya. Kaelen mengenakan trench coat panjang yang terbuat dari serat karbon, menutupi armor tipis yang terpasang di tubuhnya. Rambut peraknya basah kuyup, menempel di dahi, dan matanya memancarkan kilatan biru neon yang aneh. Itu adalah mata buatan, hadiah dari seorang ahli bedah siber yang terlalu murah hati. Di punggungnya, terikat sebuah pedang besar. Bukan pedang biasa, melainkan Katana Jiwa, pedang legendaris yang konon bisa memotong apa saja, baik materi maupun energi.
WORLD OF CYBERPUNK: NEO-KYOTO
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FA Moghago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Pelatihan Intensif dan Kekuatan Baru
Setelah mengetahui kebenaran yang mengejutkan, Kaelen dan timnya kembali ke asrama dengan tekad membara. Kepala Sekolah menepati janjinya. Keesokan harinya, mereka dipanggil ke ruang latihan pribadi yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Ruangan itu luas, dilengkapi dengan teknologi simulasi tercanggih, dan di tengahnya, menunggu sebuah tim instruktur elite.
"Mulai hari ini," kata Kepala Sekolah, yang juga hadir di ruangan itu. "Kalian akan dilatih oleh tim khusus. Tujuan kita adalah meningkatkan kekuatan kalian ke tingkat 3 dalam waktu secepat mungkin."
Tim pelatih terdiri dari tiga orang MUT di tingkat 7. Salah satunya, seorang pria berotot dengan rambut pendek cepak dan sarung tangan besi, mendekati Patra. "Aku akan melatihmu," katanya. "Kau memiliki potensi fisik yang luar biasa. Aku akan membantumu menguasai setiap pukulan."
Seorang wanita dengan rambut pirang panjang dan sebuah tongkat menghampiri Mita. "Aku akan melatihmu. Kelincahan dan kecepatanmu adalah aset terbesar. Kita akan menguasai setiap pergerakan."
Seorang pria pendiam dengan dua pedang Blade mendekati Kenzo dan Tenma. "Aku akan melatih kalian," katanya. "Seni pedang kalian berdua sangat unik. Kita akan menguasai setiap tebasan."
Dan seorang pria tua dengan jubah hitam, yang ternyata adalah Elias, mendekati Kaelen. "Aku akan melatihmu, Nak," katanya dengan senyum hangat. "Sudah waktunya bagimu untuk menguasai Katana Jiwa dengan sempurna. Kau tidak akan lagi bergantung pada insting, tapi pada kekuatan dan tekad yang kuat."
Bab 75: Ujian Terberat di Bawah Tekanan
Pelatihan itu brutal. Setiap hari, Kaelen dan timnya didorong hingga batas kemampuan mereka. Mereka berlatih dari pagi hingga malam, tubuh mereka dipenuhi luka, namun tekad mereka tidak pernah pudar. Mereka dilatih untuk bekerja sama sebagai satu kesatuan, bertarung melawan musuh yang jauh lebih kuat dari mereka.
Elias, dengan kebijaksanaannya, mengajari Kaelen cara menyelaraskan auranya dengan Katana Jiwa. Kaelen belajar untuk mengendalikan aura keemasan dari pedang itu, tidak hanya saat ia marah, tetapi juga saat ia tenang. Ia belajar untuk memanggil kekuatan itu kapan pun ia mau, dan ia belajar untuk menguasai setiap ayunan pedangnya.
Setelah beberapa bulan, Kaelen dan timnya berhasil. Mereka semua berhasil mencapai tingkat 3. Mereka tidak lagi hanya anak-anak yang diremehkan, mereka kini adalah prajurit yang tangguh.
Bab 76: Persiapan untuk Pertarungan Terakhir
Kaelen dan timnya, yang kini sudah menjadi MUT tingkat 3, kembali ke ruang Kepala Sekolah. Wajah mereka penuh dengan tekad, dan mata mereka memancarkan kekuatan.
"Kalian sudah siap," kata Kepala Sekolah. "Sekarang, kita akan menyusun strategi. Kita akan menyerang markas pemberontak itu, dan kita akan menghentikan senjata rahasia mereka. Kita akan mengalahkan pemimpin mereka, dan kita akan membawa kedamaian kembali ke Neo-Kyoto."
Kaelen dan timnya mengangguk. Mereka siap. Mereka tahu, ini adalah pertarungan yang akan menentukan takdir Neo-Kyoto. Namun, mereka tidak takut. Mereka memiliki kekuatan, mereka memiliki tekad, dan yang terpenting, mereka memiliki satu sama lain.
Setelah berbulan-bulan latihan yang keras, Kaelen dan timnya, yang kini sudah mencapai tingkat 3, bersiap untuk misi terakhir mereka. Mereka berangkat dengan kendaraan khusus yang disediakan oleh sekolah, menuju titik pertemuan yang sama di hutan rawa. Kali ini, mereka tidak bertemu dengan tim Seraphina, melainkan dengan tim lain dari Sekolah Qpo Syss.
Tim itu terdiri dari seorang pria dingin dengan rambut putih panjang, seorang pria berotot, dan seorang wanita dengan dua pedang Blade. Pemimpin mereka adalah pria dingin itu, yang menatap Kaelen dengan tatapan meremehkan. "Kau adalah Kaelen," katanya, suaranya dingin. "Aku Arion. Aku dengar kau adalah pemimpin tim yang akan bekerja sama dengan kami."
"Ya, itu aku," jawab Kaelen, suaranya mantap. "Ini Patra, Mita, Kenzo, dan Tenma."
Arion tidak membalas. Ia hanya menatap Kaelen dengan tatapan meremehkan, seolah Kaelen adalah anak kecil yang bermain-main. Namun, Kaelen tidak peduli. Ia tahu, ia harus membuktikan dirinya.
Bab 78: Bantuan Tak Terlihat dari Hhiga
Di saat yang sama, Kepala Sekolah dan Takeda melihat Kaelen dan timnya dari ruang observasi di Qpo Xeas. Mereka tahu, misi ini sangat berbahaya. Mereka tahu, Kaelen dan timnya tidak akan bisa melakukannya sendiri.
"Mereka membutuhkan bantuan," kata Takeda.
Kepala Sekolah mengangguk. "Ya. Kita tidak bisa membiarkan mereka gagal. Mereka adalah satu-satunya harapan kita."
Ia menyuruh dua Hhiga, murid terkuat di Qpo Xeas, untuk mengikuti Kaelen dan timnya. Kedua Hhiga itu adalah pemuda dengan dua pedang Blade dan seorang gadis pendiam dengan kapak, yang Kaelen lihat saat ujian. Mereka adalah Kaito dan Luna.
"Pergi," kata Kepala Sekolah. "Lindungi mereka. Tapi jangan biarkan mereka tahu bahwa kalian ada di sana. Bantu mereka hanya jika mereka benar-benar terdesak."
Kaito dan Luna mengangguk. Mereka melesat, meninggalkan Qpo Xeas, dan mengikuti Kaelen dan timnya dari bayangan. Mereka adalah pelindung tak terlihat, guardian yang akan memastikan Kaelen dan timnya berhasil dalam misi terakhir mereka.
Kaelen dan timnya, bersama dengan tim Arion dari Qpo Syss, bergerak perlahan menuju markas pemberontak. Kawasan pesisir itu dipenuhi dengan bangunan-bangunan yang terbengkalai dan kabut tebal, menciptakan suasana yang mencekam. Tim gabungan ini bergerak dalam formasi senyap, menyelinap di antara bayangan. Di bawah pengawasan dua Hhiga yang tak terlihat, mereka tahu bahwa mereka harus berhati-hati.
"Markas mereka ada di sana," bisik Kaelen, menunjuk sebuah bangunan besar yang tersembunyi di balik kabut. "Ada ratusan pasukan di luar."
"Kita harus memancing mereka keluar," balas Arion, suaranya dingin dan penuh perhitungan. "Mita, kau bisa mengacaukan sistem keamanan mereka dari sini?"
Mita mengangguk. Ia mulai meretas sistem keamanan pemberontak. Dalam beberapa menit, alarm palsu berbunyi, dan pintu-pintu gudang terbuka. Puluhan pasukan pemberontak, yang bersenjata lengkap, menyerbu keluar, mencari sumber masalah.
Bab 80: Pertarungan dan Kekuatan Sejati
Saat pasukan itu keluar, Kaelen dan timnya, bersama dengan tim Arion, melancarkan serangan. Mereka tidak menyerang secara frontal, melainkan menggunakan taktik gerilya. Kaelen dengan Katana Jiwa-nya, Patra dengan sarung tangan besinya, Mita dengan tongkatnya, Kenzo dengan dua pedang Blade-nya, dan Tenma dengan kapaknya. Mereka semua bertarung sebagai satu kesatuan.
Pertarungan itu sangat brutal. Pasukan pemberontak tidak hanya banyak, tetapi juga memiliki senjata canggih. Kaelen dan timnya, yang kini sudah mencapai tingkat 3, menunjukkan kekuatan mereka. Mereka berhasil mengalahkan puluhan pasukan, namun ratusan pasukan masih tersisa.
Di tengah pertarungan, Arion dan timnya juga bertarung dengan sengit. Mereka adalah petarung yang kuat, dan mereka berhasil mengalahkan banyak pasukan. Namun, mereka juga menyadari, mereka tidak bisa menang. Pasukan itu terlalu banyak.
Di saat yang paling kritis, Luna dan Kaito, dua Hhiga yang mengawasi mereka, mulai bergerak. Mereka tidak menyerang secara langsung, melainkan menggunakan kekuatan mereka untuk mengacaukan sistem persenjataan para pemberontak, membuat senjata mereka tidak berfungsi. Mereka adalah malaikat pelindung tak terlihat yang membantu tim gabungan.
"Kita akan mundur," teriak Kaelen. "Mereka terlalu banyak!"
Mereka bertarung sambil mundur, mencoba untuk keluar dari markas pemberontak. Namun, di tengah-tengah kekacauan, mereka semua melihatnya. Pemimpin pemberontak, seorang pria tua dengan bekas luka di wajahnya, keluar dari gudang. Matanya menyala dengan aura hitam, aura tingkat 6.
"Selamat datang," bisiknya, suaranya menggelegar. "Kalian pikir kalian bisa menghentikan kami? Kalian salah!"
Keren Thor Aku ikutin novelnya😉😉😉