NovelToon NovelToon
SETIAP HUJAN TURUN, AKAN ADA YANG MATI

SETIAP HUJAN TURUN, AKAN ADA YANG MATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Hantu
Popularitas:437
Nilai: 5
Nama Author: Dranyyx

Riski adalah pria yang problematik. banyak kegagalan yang ia alami. Ia kehilangan ingatannya di kota ini. Setiap hujan turun, pasti akan ada yang mati. Terdapat misteri dimana orang tuanya menghilang.

Ia bertemu seorang wanita yang membawanya ke sebuah petualangan misteri


Apakah Wanita itu cinta sejatinya? atau Riski akan menemukan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Apakah ia menemukan orang tuanya?

Ia pintar dalam hal .....


Oke kita cari tahu sama-sama apakah ada yang mati saat hujan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 : Mata-mata pengintai

Serangan dari Amira cukup membuat Riski tertegun, sekejap ia berdecak kagum dengan gerakan dari Amira yang luar biasa cepat. Bak di film aksi asal amerika, serangan yang mendadak itu bisa saja melukai Riski, jika saja tak ada bekal ilmu beladiri yang ia simpan selama beberapa tahun ini. Wajah Amira memerah, nafasnya yang tiba-tiba memburu menyiratkan rasa panik yang dalam. Hawa dan hasrat membunuh dari Amira sungguh pekat terpancar dari sorot matanya yang tajam.

"Kuakui saranganmu itu sudah cukup indah. Namun sebenarnya, dirimu itu masih terlalu cepat seratus tahun Amira, atau lebih tepatnya." Riski terdiam sejenak. Ia menghela nafas sedikit sebelum iya lanjut bicara. Matanya menyorot tajam ke arah wanita itu. "Nona mata-mata? "

Tanpa membuang waktu, tangan Riski kemudian menjepit pergelangan tangan Amira dan tiba-tiba di hentakkan. Seketika pisau itu langsung terjatuh ke lantai. Amira yang merasakan kesakitan, langsung saja menarik tangannya. Gerakan itu di ikuti Riski, akhirnya mereka terlempar ke atas ranjang. Pegangan itu belum terlepas. Riski membalikan tubuh Amira dan tangannya di putar—lalu di naikkan ke atas. "Aaarrgh." Suara jeritan Amira terdengar jelas. "Orang gila..!!! Tanganku bisa patah...! Lepaskan...! Sakit tau...! "

"Hmm, ucap seorang wanita yang mencoba menusukkan pisau ke seorang pria yang sedang bernostalgia di toko tua milik neneknya. Tidakkah kau merasa kasihan kepada pria malang yang telah di tinggalkan neneknya ini?" Riski menarik Amira dengan pelan. "Arggg... tolong lepaskanlah...,tanganku bisa patah Riski...!?"

Kemudian karena kasihan ia pun melepaskan pegangan itu. "Baiklah silahkan duduk dulu di situ."

Mereka pun duduk berhadapan di atas dua buah ranjang. Mata Riski menjadi sangat awas. Ia waspada sekali dengan sedikit saja pergerakan yang bisa saja di lakukan Amira.

"Sedikit saja ada gerakanmu yang mencurigakan, bisa kupastikan pisau yang sedang berada di lantai itu akan menembus lehermu, bahkan sebelum kau bisa menyadari hal itu. "

Amira masih sedikit kesakitan. Terlihat ia yang sedang duduk di atas ranjang , sementara tangan kirinya memutar-mutar pergelangan tangan kanannya. "Orang gila... ternyata kau cukup cerewet yah. Orang-orang mungkin harus tau hal ini. Haha."

"Iya, dan itulah saat terakhir kau bisa berbicara bebas seperti ini nona mata-mata." Riski menatap tajam. Seolah bola matanya hampir keluar dari tempatnya.

Riski kemudian berdiri, ia mondar-mandir dan sesekali menatap ke arah luar jendela. "Kau utusan dari mana? Tujuannya apa? Kenapa harus menyamar jadi karyawan kantoran biasa? Tiba-tiba saja mengintip ke dalam kamar loteng orang lain tanpa permisi. Dasar wanita yang sangat tidak sopan."

"Agak lucu sebenarnya melihat gaya bicaramu yang seperti itu Riski. Tapi, mungkin aku tidak akan banyak menjelaskan. Tapi maaf, wanita tak sopan ini tak ingin bicara.. "

Sebelum ia bisa menyelesaikan bicaranya, Riski tiba-tiba saja menghentakkan lantai, lalu ia cungkil pisau yang berada di lantai. Pisau itu terhempas ke atas. Dan Riski dengan sigap menangkap pisau itu sebelum benda itu jatuh kembali ke lantai.

Pisau itu lalu ditodongkan ke arah Amira. " Kamu tidak berhak untuk berbicara lebih dari yang dibutuhkan." Tatapan mata Riski tajam. Sangat mengintimidasi. Amira seketika terdiam.

Tak lama kemudian, Amira tersenyum." Kau minta jawaban? Baiklah aku akan mejawab dengan singkat yah. Riskiku yang tampan dan pemberani."

Amira mendekat perlahan, nafasnya pelan, tangannya dengan cepat mencoba mengambil pisau itu. Riski menepis lagi. Tangan Amira di tangkap dan dengan cepat Riski mengalungkan pisau ke leher Amira." Bisa tidak, jangan banyak gerakan tambahan nona mata-mata? Kita itu berteman, ingat? Aku ingin ini berjalan lebih mudah. Tapi jika kau tidak kunjung membuka mulut, maka pisau ini yang berbicara." Riski berbicara pelan dekat telinga amira bak suara angin pantai di bulan desember." Satu, bicaralah cepat. Dua, mungkin aroma darah yang sudah lama tak kucium akan beriringan dengan angka tiga. Ti... " Pisau itu sudah sangat dekat, bahkan hampir menyentuh kulit leher Amira.

"Baik... Baiklah. Aku agen dari WHITE EAGLE. Kode namaku White Wing. Aku di tugaskan mencari buku Delapan bintang Daud." Amira bercucuran keringat. Napasnya pelan. Matanya terpejam seolah tak sanggup melihat mata pisau yang akan mengiris lehernya itu.

"Hmm... Apakah semua yang keluar dari mulutmu itu benar?" Tangan Riski masih berada di leher Amira. Matanya mengeryit.

"Tolong bisa buka jendela? Panas sekali. Tidak lihat kah ini tubuhku bermandikan keringat. Sumpah apa yang aku katakan itu benar semua."

Riski pun melepaskan kuncian itu. Ia berjalan membuka jendela dengan pisau yang masih ia todongkan kembali ke arah Amira.

Suara burung gereja yang berkicau di luar. Dan semilir angin yang berhembus pelan membuat suasana sedikit adem.

Tak menunggu lama, Amira Tiba-tiba menerobos keluar jendela. Riski yang sedikit lengah pun tak sempat mencegah hal itu. Amira langsung meluncur kebawah. Atap yang terbuat dari tanah liat itu pecah-pecah. Amira bukan orang biasa. Ia terlihat seperti seseorang yang ahli dalam spionase." Ah.. sialan...!!"

Tanpa pikir panjang, Riski langsung segera menyusul lewat tangga turun.

Dari kejauhan Amira masih terlihat. Ia masuk ke lorong sempit di antara perumahan kecil itu. Riski mengejar Amira yang sedang berlari dengan cepat menuju lorong. Sesampainya di pertigaan, ia kehilangan jejak. Diperhatikannya sekeliling untuk mencari tanda keberadaan wanita itu." Bercak darah?"

Ia berhenti di depan bercak darah yang masih segar yang terdapat di tanah area lorong itu. "Sepertinya ia terluka. Seharusnya ia tak jauh dari tempat ini. Ia pun menelusuri dan mengikuti jejak darah itu. Riski mengendap dengan pelan. Tak ada sedikit pun suara yang ia keluarkan. Bak ninja di film Naruto. Tenang, pelan, bahkan suara nafasnya tak terdengar.

Di ujung gang terlihat seorang wanita yang berjalan tertatih-tatih. Darah menetes dari betisnya. Gerakannya seolah ingin terus berlari, tapi luka di kakinya menghambat pergerakannya.

"Amira? sudah cukup...!" Riski berteriak kepada wanita malang itu.

Wanita itu menoleh." Sejauh mana lagi kau mau mempermalukan aku hah... Dasar pria brengsek."

"Justru kau yang mempersulit keadaan ini. Kukira kau teman, tapi ternyata ku tidak lebih dari seorang penghianat." Tatapan tajam Riski tertuju jelas ke arah Amira.

Amira berhenti berjalan. Ia pun bersandar di tembok sebuah bangunan tua. "Lebih baik kau bunuh aku saja. Aku tak sanggup hidup di antara rasa malu."

"Tidak akan kubiarkan aku atau siapapun menyentuh kamu. Lagipula, tujuan aksimu ini masih belum aku ketahui." Riski perlahan mendekat.

Amira terlihat banyak kehilangan darah. Akhirnya tak sadarkan diri dengan tubuh yang masih bersandar di tembok.

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!