Bagaimana perasaan kamu kalau teman SMAmu melamar di akhir perkuliahan?
Itulah yang dialami Arimbi, selama ini menganggap Sabda hanya teman SMA, teman seperjuangan saat merantau untuk kuliah tiba-tiba Sabda melamarnya.
Dianggap bercanda, namun suatu sore Sabda benar-benar menemui Ibu Arimbi untuk mengutarakan niat baiknya?
Akankah Arimbi menerima Sabda?
Ikuti kisah cinta remaja ini semoga ada pembelajaran untuk kalian dalam menghadapi percintaan yang labil.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MASAKAN PERTAMA
Sabda tersenyum puas, sembari mengusap rambutnya yang basah, ia tertawa menang melihat Arimbi yang memancarkan aura permusuhan padanya. Bagaimana tidak, Sabda sudah tak peduli rengekkan Arimbi lagi. Diakuinya egois sekali demi membobol pertahanan Arimbi. Gadisnya menangis, meminta berhenti namun Sabda tak mau menuruti. Memaksa masuk dengan perlahan, agak lama memang tapi sampai tujuan juga.
Sabda mulai menenangkan Arimbi seiring bagian bawah terus bergerak, ucapan cinta dan ciuman sayang terus ia berikan agar Arimbi bisa menikmati ibadah halal mereka. Tangis mulai reda berganti dengan rintihan Arimbi, mungkin antara sakit dan nikmat, hingga Sabda sudah tak kuasa ingin sampai pada surga dunia. Ia semakin mempercepat ritmenya, Arimbi menahan perih namun hatinya menghangat saat wajah Sabda berada di atasnya sangat menikmati ibadah ini, dengan rambut acak-acakan dan tubuh lengket bercampur keringat, menambah rasa cinta Arimbi pada sang suami.
"Bisa turun gak? Atau mau aku gendong?" tawar Sabda tulus, namun Arimbi malah berdecak sebal. Sok-sok an gendong, pasti ada modus. Beruntung kamar mandi juga di dalam kamar, tak perlu jauh melangkah, maklum saat turun ranjang pun, Arimbi merasa perih.
Hujan turun di ujung senja. Keduanya sudah melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim di sore hari. Tak mungkin pulang karena hujan sangat deras, mereka menunggu adzan maghrib sembari menatap air hujan yang mengenai jendela kamar.
"Maaf ya, dan makasih," ucap Sabda sembari tidur di pangkuan Arimbi yang masih berbalut mukenah. Arimbi tersenyum dan mengangguk saja, tadi memang sempat kesal, cuma melihat senyum Sabda, ia pun menyadari kewajibannya sebagai istri.
"Nanti malam lagi," lanjut Sabda menyebalkan. Arimbi langsung melengos, dan jelas ekspresinya membuat Sabda tertawa lebar.
Drt..drt...
"Tolong dong, hp aku," pinta Arimbi yang masih belum nyaman kalau terlalu banyak gerak. "Siapa?" tanyanya saat Sabda menyerahkan ponselnya. Ternyata panggilan dari ibu.
"Mbak, nanti gak usah pulang. Hujannya deras banget, cocok banget buat malam pertama," hidung Arimbi langsung membesar, Sabda menahan tawa agar tidak terdengar oleh ibu mertua. Bisa-bisanya ibu berbicara malam pertama sekeras itu, entah bersama siapa beliau sekarang. Awas saja kalau Sadewa di dekat ibu, bisa-bisa remaja tanggung itu travel otak.
"Ibu loh," protes Arimbi tak suka kalau ibu terus mengurus malam pertamanya.
"Iya iya maaf, jangan lupa makan, da da putri ibu Sayang," ucap Ibu sembari tertawa.
Sabda mengelus kepala Arimbi yang masih berbalut mukenah itu, "Ibu cuma menggoda Sayang," ucap Sabda lembut. Tahu kalau Arimbi belum terbiasa dengan pembahasan dewasa begitu.
"Aku tahu, cuma gak usah dibahas terus," ucap Arimbi cemberut.
Beruntung mood Arimbi kembali setelah melakukan sholat maghrib, dia bisa tertawa lebar ketika mendengar perutnya keroncongan. "Melasnya gak dikasih makan sama suami," ucap Arimbi pura-pura sedih, padahal diringa malu ketahuan lapar.
Ini kali pertama Arimbi memasak di rumah sang suami. Melihat kulkas Sabda yang hanya berisi telor dan cabe, sangat mengenaskan. "Mulai besok harus diisi nih kulkas, masa' duitnya banyak isinya telor dan cabe doang," mode ngomel on, Sabda hanya menjawab Iya dengan pasrah.
"Beras juga gak ada, melas amat sih ya Allah," keluh Arimbi yang perutnya sudah sangat lapar tapi gak ada beras. Terpaksa ia mengambil 3 mi instan, dan 3 telor dikasih cabe. Ia akan membuat omelete mi saja. Memasak mi dulu kemudian saat mi sudah matang dicampur ke dalam kocokan telor, ditambah segala macam bumbu mi instan dan cabe, baru digoreng. Sabda hanya melihat saja, tak mau merusak mood Arimbi yang sudah lapar.
Tak butuh waktu lama, omelete mi pun jadi, Arimbi memisahkan omelete mi nya dan milik Sabda. "Mau saos pedes gak?" tanya Arimbi pada Sabda yang duduk bersama laptopnya.
"Mau tapi jangan banyak-banyak," ucap Sabda kemudian menyingkirkan laptopnya, ia pun berinisiatif mengambilkan dua gelas air dingin.
Sabda tertawa saat melihat saos di atas omelete mi nya, berbentuk love. Ia melihat Arimbi, eh si istri tersenyum manja saja. "Bisa romantis juga ternyata, makasih."
"Iya dong, buat suami tercinta," balas Arimbi yang langsung duduk hendak makan, namun Sabda mencegahnya.
"Tumben gak difoto?" Sabda mengingatkan kebiasaan Arimbi yang tiap moment akan mengabadikannya. "Sini aku foto," ucap Sabda sudah mengarahkan ponsel kameranya pada omelete yang ada love nya, lalu memposting di status WA Sabda. Arimbi tertawa, kebiasaannya sudah menular ke Sabda rupanya.
foto itu pun diberi caption yang romantis pula.
Masakan pertama istriku ❤️
"Kirim ke aku juga," pinta Arimbi girang.
"Makan dulu," Sabda menolak, pasalnya kalau sang istri posting pasti banyak yang mengomentari.
Tadi saja Arimbi sempat memposting air hujan yang mengenai jendela dengan caption Syahdu. Chat masuk ke ponsel sang istri beruntun. Apalagi teman kuliah Arimbi, seperti pengangguran saja, cepat banget updatenya.
Pengantin baru hujan-hujan begini ngapain?
Adem ya Mbi.
Mbi, ini jendela kamar.
Sabda ikut membaca sampai menggelengkan kepala, kepo tingkat maksimal, dan begitu Arimbi juga membalasnya. Makin ramai saja tuh chat.
Setelah makan, Sabda mengirim foto itu. Keduanya sedang bersantai, Sabda berniat lihat film di ruang tengah, Arimbi pun sudah rebahan di sofa dengan berbantal paha Sabda.
Couple goals: Sabda ❤️ Arimbi...eh hujan dan mi 😃 maksudnya.
Begitu caption yang ditulis Arimbi menyertai foto omelate yang ia unggah di status Wa. Sabda tersenyum membaca caption itu, lalu mencium kening sang istri.
Arimbi mendongak, "Aku lucu ya," ucapnya percaya diri.
"Iya kamu lucu, tapi nangisan," ujar Sabda kemudian tertawa karena ingat moment Arimbi menangis kesakitan. Arimbi ikut tertawa juga, kalau dipikir-pikir ngapain juga nangis ya.
"Wajarlah emang sakit banget."
"Lebih sering bikin gak sakit," sahut Sabda mulai mengeluarkan jurus rayuan untuk mendapatkan jatah mendesah di malam hari.
Suasana sangat mendukung, hujan deras pengantin baru lagi. Di rumah cuma berdua, mau apalagi selain explore gaya baru.
"Masih sakit, Sayang!"
Sabda mendekatkan ke wajah Arimbi, sekaligus mencium kening istrinya lagi. "Tapi yang terakhir tadi kamu udah gak kesakitan," ucapnya lirih.
"Iya sih," jawab Arimbi polos, sembari balas chat temannya. Tak tahu saja pembicaran sederhana begini sudah bisa membangkitkan gejolak diri Sabda.
"Ayo kalau gitu," Arimbi langsung menghentikan chattingannya. Bangun dan menatap Sabda dengan wajah melas.
"Lagi?"
Sabda mengangguk. "Udah bangun juga," ujarnya dengan wajah tak berdosa sembari menunjuk area yang dimaksud. Arimbi melongo, perasaan sejak tadi kepalanya dekat dengan area situ deh, kok gak kerasa kalau bangun.
"Nyoba di sini?" tawar Sabda.
"Emang bisa?" sepolos itu Arimbi, Sabda tak perlu menjelaskan segera saja mematikan lampu ruang tengah, dan meyalakan lampu duduk di dekat sofa. Arimbi melihat saja gerak-gerik Sabda, ia masih tak punya bayangan untuk melakukan hal itu di ruang tengah.
Sabda mengajak Arimbi baca doa, dan mulai melakukan pemanasan, Arimbi mengikuti saja apa yang dilakukan Sabda. Sudah mulai bisa mengimbangi lumatan sang suami.
Tangan Sabda sudah tidak bisa dikondisikan, menjalar ke mana-mana, hingga kaos Arimbi mulai terlepas, menampakan kain penutup bukit kembarnya.
"Sayang," Arimbi mulai tak kuasa menahan desahan, terlebih posisi Arimbi yang berhadapan dengan Sabda di atas pangkuan pula. Otaknya mulai paham bagaimana alur percintaan mereka nanti.
"Turun dulu Sayang, dilepas semua aja," pinta Sabda sangat soft spoken, hingga Arimbi tak pernah membantahnya.
Posisi Arimbi sudah kembali seperti semula, Sabda memancing gejolak Arimbi hingga saat ia cek, lahannya sudah siap. Arimbi dibantu Sabda dengan posisi ia sebagai pengendali. Bibir bawahnya sudah digigit, tanda kalau hawa panas karena gejolak itu mulai menjalar ke seluruh tubuh.
"Gak bisa," keluh Arimbi setelah penyatuan sudah sempurna. Sabda mencium bibir sang istri dulu, kemudian mengarahkan agar Arimbi bergerak sesuai arahan Sabda. Tangannya berpegang pada pundak Sabda dan mereka mulai menyelami nikmat dunia.
Untung saja hujan deras, menyamarkan suara dua insan yang sedang dimabuk cinta ini. Arimbi yang awalnya mengaku tak bisa, ternyata berhasil membuat Sabda terlena. Sungguh, moment otodidak yang bekerja sesuai naluri saja.
Awalnya aku kira daerah jabodetabek soalnya panggilan teman & keluarganya lo gue kalo ngomong... Tapi ini semakin jelas daerahnya.. ada Kota Batu disebut... trus yg ke pantai itu daerah selatan alias Malang selatan ya Kak?
Jadi penasaran jg, kakak orang mana.. kayaknya tau banget daerah² di Jatim... ☺️