NovelToon NovelToon
Istri Simpananku, Canduku

Istri Simpananku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO / Ibu Pengganti
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Revana Arnelita...tidak ada niatan menjadi istri simpanan dari Pimpinannya di Kantor. namun kondisi keluarganya yang mempunyai hutang banyak, dan Ayahnya yang sakit-sakitan, membuat Revana menerima tawaran menjadi istri simpanan dari Adrian Wijaksana, lelaki berusia hampir 40 tahun itu, sudah mempunyai istri dan dua anak. namun selama 17 tahun pernikahanya, Adrian tidak pernah mendapatkan perhatian dari istrinya.
melihat sikap Revana yang selalu detail memperhatikan dan melayaninya di kantor, membuat Adrian tertarik menjadikannya istri simpanan. konflik mulai bermunculan ketika Adrian benar-benar menaruh hatinya penuh pada Revana. akankah Revana bertahan menjadi istri simpanan Adrian, atau malah Revana menyerah di tengah jalan, dengan segala dampak kehidupan yang lumayan menguras tenaga dan airmatanya. ?

baca kisah Revana selanjutnya...semoga pembaca suka 🫶🫰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25. Bab 25

...“Aku capek melawan perasaan ini… Aku memang jatuh cinta sama kamu, Adrian.” -Revana...

Langit sore mulai menguning, matahari hampir tenggelam. Jam kantor telah usai, Revana sangat lelah hari ini, tapi sebuah pesan membuatnya semakin tak bertenaga.

“Cepat ke mobil. Aku tunggu.”

Revana menarik napas panjang, lalu menggeleng pelan.

“Apa lagi sih yang akan di lakukannya…” gumam Revana tak habis pikir dengan tingkah Adrian.

Suasana parkiran kantor sudah tak seramai siang tadi. Revana melangkah cepat, sepatu haknya beradu dengan lantai semen. Wajahnya masih menahan kesal setelah seharian penuh digoda Adrian,

Ia mendekat ke mobil hitam mewah itu. Adrian sudah berdiri di sampingnya, bersandar santai dengan tangan di saku celana. Tatapan matanya langsung jatuh ke arah Revana, sorotnya hangat sekaligus penuh arti.

Adrian tersenyum, manatap wanita pujaannya.

“Lama sekali. Kupikir kamu akan kabur.”

Revana memutar bola matanya malas.

“Apa ada kesempatanku untuk kabur ?" Revana menghela nafas sejenak, laku berkata kembali. "Ada apa, Pak? Bukannya hari ini sudah cukup melelahkan?”

Bukannya menjawab, Adrian malah membuka pintu mobil untuknya, membuat Revana sedikit ragu tapi akhirnya masuk juga.

Begitu mesin mobil menyala, Adrian meliriknya sekilas.

“Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan untukmu...kamu harus siapkan hatimu ya...” Adrian mengerlingkan matanya genit.

Revana mendesah pelan, meremas tas di pangkuannya.

“Hadiah? aku tidak butuh apa-apa, Pak. jangan aneh-aneh, aku benar-benar capek hari ini.”

Adrian terkekeh kecil, matanya tak lepas dari jalan.

“Tenang saja. Bukan hal aneh. Aku sudah menyiapkan banyak hal untuk alasan yang manis, bukan yang membuatmu marah.”

Mobil melaju keluar area kantor, meninggalkan gedung tinggi yang perlahan tenggelam dalam cahaya senja. Revana menatap keluar jendela, hatinya berdebar. Ia tahu, bersama Adrian selalu ada sesuatu yang sulit ia tebak, antara kejutan manis, atau sesuatu yang membuatnya ingin berteriak.

tiga puluh menit kemudian, Mobil Adrian memasuki basement gedung tinggi bertuliskan, Apartement Phoniex place, apartement mewah yang ada di tengah kota.

"Kenapa kita kesini ?" tanya Revana heran.

Adrian hanya tersenyum, ia membuka pintu mobil dan keluar, lalu pria itu membukakan mobil untuk Revana yang masih diam sambil kebingungan.

"Jangan bengong gitu, nanti aku jelasin " ucap Adrian mengulurkan tangannya.

Revana pun menurut, ia turun dari mobil, tangan Revana terus di genggam Adrian ketika berjalan ke arah lift.

Lift berhenti di lantai paling atas. Adrian melangkah duluan, sementara Revana mengikutinya dengan hati yang gelisah. Koridor tampak sunyi, lampu-lampu kristal menggantung dengan elegan.

Adrian membuka pintu dengan kode digital, lalu melangkah masuk.

Adrian tersenyum tipis.

“Selamat datang di rumah barumu, Baby....”

Revana menahan napas. Begitu pintu terbuka lebar, pandangannya langsung disambut ruang tamu luas dengan jendela kaca tinggi membentang, menampilkan panorama kota yang berkilauan diterpa senja. Interior modern, sofa kulit elegan, lukisan abstrak yang mahal, hingga perabotan canggih—semua terasa asing baginya.

Revana terkesiap, dengan suara berbisik ia berkata.

“Astaga… tempat ini… mewah sekali. Untuk apa semua ini..?”

Adrian menutup pintu perlahan, lalu melangkah mendekatinya.

“Ini apartemen khusus untuk kamu untuk kita. Aku tak mau kamu terus tinggal di rumah kecil itu. Kamu pantas hidup dengan layak, Beby. Pindahlah kemari.”

Revana menoleh cepat, wajahnya ingin sekali menolak.

“Tidak bisa, Pak! Rumah itu memang kecil, tapi itu rumah saya, tempat orang tua saya biasa singgah. Saya tidak bisa seenaknya meninggalkan itu semua.”

Adrian menghela napas, tangannya menyelip ke saku celana.

“Dengar… aku tidak nyaman datang ke rumahmu yang berada di pemukiman padat. Orang-orang suka bergosip, dan aku tak mau namamu jadi bahan omongan. Di sini, kita lebih bebas. Tak ada yang berani mengusik.”

Revana menggeleng cepat, jantungnya berdetak keras.

“Bebas? Apa maksudnya ? jadi aku sekarang jadi wanita simpanan yang harus Anda sembunyikan di balik apartemen mahal..?”

Adrian mendekat, sorot matanya tajam tapi juga mengandung ketulusan.

“Kamu berbeda, Revana. Justru karena itu aku ingin melindungimu. Aku ingin kamu merasa aman. Kalau kamu terus keras kepala… aku akan tetap terus datang kerumahmu kapanpun aku mau, sampai kamu mau menerima kenyataan bahwa aku ingin kamu ada di sisiku.”

Revana terdiam. Hatinya berkecamuk antara takut, marah, tapi juga tersentuh oleh cara Adrian mengungkapkan niatnya.

Revana berdiri di tengah ruangan mewah itu, menatap sekeliling dengan perasaan campur aduk. Hatinya berontak, tapi logikanya perlahan mengalahkan rasa penolakannya. Kata-kata Adrian terus terngiang, gosip tetangga, kedatangannya yang tak kenal waktu, dan posisinya sebagai wanita yang selalu jadi sorotan jika ada pria yang sering datang ke rumahnya.

Ia menarik napas panjang, lalu berkata pelan.

“Baiklah… aku akan menuruti permintaanmu. Kalau tidak, kamu pasti akan tetap datang ke rumah ku, dan benar… cepat atau lambat orang-orang akan mulai berbisik-bisik. Biarlah rumah itu nanti aku kontrakkan saja, bisa menambah penghasilan juga.”

Adrian menatapnya lekat, lalu tersenyum puas. Ia mendekat, menyentuh pundak Revana dengan lembut.

“Terima kasih, Baby. Kamu tidak akan menyesal. Aku hanya ingin kamu hidup dengan tenang… tanpa harus khawatir pada apapun.”

Revana menarik pelan tangannya.

“Apa ucapanmu bisa aku percaya ? Jangan-jangan kamu yang nanti malah ninggalin aku begitu saja, apa jaminannya jika kamu bersungguh-sungguh ?” tantang Revana, dirinya sudah kepalang tanggung, Adrian sudah merebut kehormatannya, kali ini Revana tidak akan diam menerima nasib itu begitu saja, meskipun hatinya bergetar jika sedang bersama Adrian, tapi Revana akan bersikap realistis.

Adrian tersenyum tipis, tapi jelas ada kepuasan dalam sorot matanya.

“Jaminan apa yang kamu mau ? Akan aku berikan selama aku mampu. Mulai besok, biar aku yang mengurus semua. Kamu hanya perlu fokus pada dirimu dan aku saja.”

Revana menatap Adrian lama, hatinya terasa berat. Ada ketakutan bahwa ia sedang masuk ke dalam lingkaran yang semakin sulit dilepaskan. Namun di sisi lain, ia sadar, kini Adrian semakin nyata menjadi sebuah pengharapan masa depannya.

⚘️

⚘️

Adrian menggandeng tangan Revana, membawanya berkeliling apartemen dengan penuh kebanggaan. Setiap sudut ruangan terlihat tertata rapi, wangi lembut memenuhi udara. Revana masih terpaku, tak habis pikir bagaimana Adrian bisa mempersiapkan semuanya secepat ini.

Ketika sampai di kamar utama, Adrian membuka pintu dengan sedikit teatrikal.

Adrian tersenyum puas.

“Selamat datang di kamar kita, Baby.”

Mata Revana membesar. Lemari besar dengan pintu kaca bening menampilkan deretan pakaian yang beragam, dari gaun anggun, blazer kantor, hingga pakaian santai, pakaian dalam dengan ukuran Revana, tertata rapi di dalamnya. Tak hanya itu Beberapa tas mewah berjejer rapi di rak, lengkap dengan sepatu bermerek yang tersusun seperti butik.

Revana terkejut, suaranya meninggi.

“Apa semua ini?!”

Adrian mendekat, menatapnya penuh arti.

“Kamu tidak perlu repot membawa barang-barangmu dari rumah. Di sini sudah lengkap. Aku tidak mau kamu merasa kurang atau canggung… Revana yang aku kenal pantas tampil seperti seorang nyonya, bukan sekadar pegawai kantoran biasa.”

Revana melangkah ke dalam kamar, menyentuh salah satu gaun yang tergantung. Jarinya gemetar.

“Tapi ini… terlalu berlebihan. apa aku butuh semua ini ?”

Adrian tersenyum miring, lalu menyandarkan tangannya di kusen pintu.

“Bukan soal butuh atau tidak, tapi soal pantas. Dan kamu pantas, Baby...kamu nyonya Adrian sekarang, satu-satunya.”

Revana hendak membantah, tapi matanya tertumbuk pada meja rias yang dipenuhi kosmetik baru, wangi parfum yang mahal, bahkan seprai kasur yang terlihat jelas baru diganti. Semua begitu detail, seakan Adrian ingin benar-benar menghapus jejak kehidupannya yang sederhana.

Adrian lalu menambahkan dengan nada serius.

“Dan ada satu lagi. Aku sudah memperkerjakan seseorang untuk beberes apartemen ini setiap hari. Dia hanya datang pagi sampai sore, lalu pulang. Aku tidak nyaman jika ada orang lain yang menginap di sini. Apartemen ini… hanya untuk kita.”

Revana tercekat mendengarnya. Ada rasa kagum sekaligus takut. Adrian benar-benar mempersiapkan segalanya dengan sangat detail—terlalu detail. Seolah-olah ia ingin mengikat Revana tanpa celah untuk kabur.

Malam itu suasana apartemen terasa tenang. Dari balkon, cahaya lampu kota berkelip seperti bintang yang jatuh di bumi. Revana duduk di sofa ruang tamu, masih belum terbiasa dengan suasana mewah dan luas yang begitu berbeda dengan rumah sederhananya.

Adrian keluar dari kamar dengan pakaian santai, lalu berjalan mendekat sambil membawa dua gelas kopi. Ia duduk di samping Revana, menatapnya dengan senyum hangat.

“Apa tidak sebaiknya kamu pulang saja malam ini? Kasihan anak-anak kalau ditinggal.”

Adrian menghela napas, lalu menyandarkan tubuhnya di sofa sambil menyerahkan gelas kopi itu pada Revana.

“Mereka baik-baik saja, sayang. Pagi tadi aku sudah berpamitan dengan mereka. Aku bilang, malam ini papi tidak pulang.”

Revana menoleh, keningnya berkerut.

“Tidak pulang? Lalu… mereka tidak bertanya?”

Adrian menatapnya dengan mata yang teduh tapi juga penuh arti.

“Tentu saja mereka bertanya. Dan aku menjawab… kalau malam ini papi sedang bersama mommy mereka.”

Mata Revana membesar, gelas di tangannya hampir jatuh.

“Mommy mereka?!” kata Revana terkejut.

Adrian hanya tersenyum enteng, menyentuh pipi Revana lembut dengan ujung jarinya.

“Iya, mommy mereka. Siapa lagi kalau bukan kamu ?”

Revana tercekat, tubuhnya kaku seketika. Jantungnya berdegup kencang, tak tahu harus marah, tersinggung, atau terhanyut oleh ucapan Adrian.

“Jangan bicara sembarangan. Aku bukan siapa-siapa…” kata Revana gugup, mencoba menghindari tatapan Adrian

Adrian mendekat, menundukkan wajahnya hingga hampir menyentuh wajah Revana.

“Kamu segalanya. Bagi aku… bagi Alesya dan Andrew. Cepat atau lambat, mereka akan benar-benar memanggilmu mommy. Karena memang itu yang kuinginkan.”

Revana menunduk, wajahnya merah padam. Ucapan Adrian itu terasa terlalu dalam, terlalu nyata, hingga membuatnya tak sanggup berkata apa-apa.

Revana masih terdiam, matanya bergetar menatap kilau kota dari jendela. Kata-kata Adrian terus terngiang di telinganya—“Cepat atau lambat, mereka akan memanggilmu mommy.”

Adrian tidak memberi ruang pada kebimbangannya. Dengan lembut, ia menggenggam tangan Revana, lalu membawa tubuhnya mendekat.

Adrian berbisik lembut.

“Berhenti membohongi hatimu. Aku tahu… kamu juga merasakan apa yang aku rasakan.”

Revana menelan ludah, matanya berkaca-kaca. Ia mencoba menolak, tapi tubuhnya justru bergerak mengikuti tarikan Adrian. Detik berikutnya, Revana sudah berada dalam pelukan hangatnya, dada bidang Adrian menjadi tempatnya bersandar.

“Kenapa kamu begitu yakin aku akan memilihmu…?” bisik Revana.

Adrian merunduk, bibirnya menyentuh pelipis Revana, memberi kecupan lembut yang membuat bulu kuduknya meremang.

“Karena sejak awal aku tahu… kamu adalah wanita yang selalu kucari. walaupun kamu selalu galak padaku, tapi perhatianmu selalu terasa menenangkan hati.”

Revana menutup mata, air matanya menetes tanpa sadar. Ia tak lagi melawan, melainkan membalas genggaman Adrian dengan erat. Dalam keheningan malam itu, ia akhirnya menyerah pada perasaannya.

“Aku capek melawan perasaan ini… Aku memang jatuh cinta sama kamu, Adrian.” gumam Revana pasrah, ia kalah setelah berseteru panjang dengan hatinya sendiri.

Adrian tersenyum lega, menunduk dan menangkap bibir Revana dengan ciuman dalam, hangat, penuh hasrat sekaligus kelembutan. Kali ini Revana tidak menolak, ia membalas, bahkan meraih leher Adrian untuk memperdalam pelukan mereka.

Malam itu, di apartemen yang penuh cahaya lampu kota, Revana benar-benar jatuh dalam pelukan Adrian. Tak ada lagi jarak, tak ada lagi keraguan. Ia menerima Adrian sebagai sosok pria yang selama ini ia idam-idamkan.

...⚘️...

... ⚘️...

...⚘️...

...Bersambung.......

1
Ma Em
Sudahlah Revana terima saja Adrian dan menikahlah dgn Adrian .
Ma Em
Revana sdh terima saja pemberian Adrian karena kamu emang membutuhkan nya , lbh baik cepatlah halalkan segera hubungan Revana dgn Adrian .
Ma Em
Adrian kalau benar serius dgn Revana segera resmikan hubunganmu dgn Revana jgn ditunda lagi , semoga Revana bahagia bersama Adrian .
Ma Em
Adrian segera resmikan hubunganmu dgn Revana jgn cuma janji 2 doang buat Revana hdp nya bahagia cintai dan sayangi Revana dgn tulus .
Ma Em
Semangat Revana tunjukan pesonamu pada sang calon mertua agar mereka bisa melihat ketulusan dan kebaikan hatimu Revana 💪💪💪
Ma Em
Ya terima saja Revana lamaran Adrian lagian Revana tdk salah2 amat karena emang Adrian sdh tdk bahagia hdp bersama istrinya karena istrinya Adrian tdk mau mengurusi suami juga anak2 nya .
Ma Em
Bagaimana Adrian tdk terpesona sama Revana jika Adrian selalu diperhatikan dan dilayani setiap keperluannya sangat berbeda jauh dgn sikap istrinya Adrian yaitu Nadya yg tdk pernah diperhatikan dan dilayani dgn baik sama istrinya
Ma Em
Pantas Adrian cari perempuan lain yg membuatnya nyaman , dirumah nya selalu dicuekin sama Nadya istrinya dan tdk pernah diurus semua keperluan suami dan anak2 nya .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!