Pahit nya kehidupan yang membelengguku seolah enggan sirna dimana keindahan yang dulu pernah singgah menemani hari-hari ku terhempas sudah kalah mendapati takdir yang begitu kejam merenggut semua yang ku miliki satu persatu sirna, kebahagiaan bersama keluarga lenyap, tapi aku harus bertahan demi seseorang yang sangat berarti untuk ku, meski jalan yang ku lalui lebih sulit lagi ketika menjadi seorang istri seorang yang begitu membenci diri ini. Tak ada kasih sayang bahkan hari-hari terisi dengan luka dan lara yang seolah tak berujung. Ya, sadar diri ini hanya lah sebatas pendamping yang tak pernah di anggap. Tapi aku harus ikhlas menjalani semua ini. Meski aku tak tahu sampai kapan aku berharap..
Adakah kebahagiaan lagi untuk ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menunda Hasrat
BRAK
Yoga memukul setir mobilnya merasa sangat kesal dengan perkataan Gala tadi.
"Dimana kamu Alana" desisnya.
Drrt..Drrt..
"Baik" jawab Yoga gegas dia melajukan mobil menuju rumah.
"Papa.." Emir yang melihat Yoga turun dari mobil seketika berhenti memberi makan ikan dan kini menghampiri ayah sambungnya.
"Emir, ibu dimana?" tanya lembut Yoga.
"Di kamar pak" timpal bibi memberitahu.
"Emir sama bibi dulu ya, papa ke kamar dulu!" ujar lembut Yoga, meskipun hati dan perasaan nya masih merendam kesal, tapi semua itu tidak dia tunjukkan pada Emir. Emir mengangguk. Yoga pun melangkah masuk ke dalam rumah.
Klek..
Di dalam kamar Yoga tidak mendapati Alana, tapi mendengar gemercik air keran di dalam kamar mandi pasti Alana berada di dalam kamar mandi. Yoga memilih duduk di tepi ranjang seraya membuka kancing kemeja nya. Tatapan nya beralih pada tas Alana yang tergeletak di atas nakas. Yoga penasaran, kemana Alana tadi, buru-buru dia bangkit dari duduk nya dan mengambil tas Alana mengecek apa yang ada di dalam nya. di atas nakas juga ponsel Alana nampak di changer.
"Pantes ponsel nya kehabisan daya" guman Yoga ketika melihat ponsel milik Alana. Di bukanya tas Alana, ada obat dari klinik, dan dilihat nya dompet Alana. Ada foto Alana dengan seorang lelaki berangkulan dengan senyum bahagia, membuat hati Yoga getir.
"Kamu masih mencintai dia" lirih Yoga getir, di tutup nya dompet itu yang tersemat tinggal tiga lembar uang lima puluh ribuan, seketika menyentil hati kecilnya. Mendengar suara yang sudah berhenti membuat Yoga langsung mengembalikan dompet itu ke dalam tas dan menaruh kembali tas di tempat asalnya. Buru-buru Yoga membuka kemejanya dan menaruh di keranjang kosong.
Klek..
Benar saja pintu kamar mandi terbuka menampilkan Alana yang keluar dari dalam, langkah Alana terhenti ketika dia melihat Yoga yang berdiri di pinggir keranjang. Alana menarik nafas dalam pikiran saat ini Yoga akan mencecarnya sekaligus hukuman pasti Yoga berikan pada nya karena kejadian di kantor yang membuat gaduh, meski bukan Alana yang salah, apalagi tadi pak satpam bilang jika Yoga mencari keberadaan nya. Tapi dugaan Alana salah besar nyatanya Yoga malah berlalu dari hadapan nya dan masuk ke dalam kamar mandi begitu saja tanpa berkata apa pun. Alana menghela nafas panjang, dia menyiapkan baju ganti terlebih dahulu untuk Yoga, setelah itu dia akan menemani Emir.
"ibu, lihatlah ikan nya pada belebut makanan" ucap Emir di kalah Alana menghampirinya di kolam ikan.
"Wah, beneran, seru kan?" timpal Alana. Emir menatap ibu nya dengan anggukan.
"Emil kasih lagi.." Emir menuang lagi makanan untuk ikan. Alana dan bibi pun mengulas senyum.
"Bibi gak pulang?" tanya Alana mengarah pada bibi. Bibi menggeleng.
"Bibi mau temenin Emil bobok Bu, kata bibi kangen sama Emil" timpal Emir menatap sang ibu.
"Bener mbak, lagian anak bibi sudah balik, di rumah gak ada siapa-siapa mending bibi disini" ungkap bibi. Alana mengerti.
Alana dan bibi menata makanan di meja makan untuk makan malam, tak lama Yoga turun, sedangkan Emir duduk manis memperhatikan ibu dan bibi.
"Papa.." sapa Emir pada Yoga ketika Yoga menarik kursi untuk dia duduki.
"Hai" seulas senyum di berikan Yoga untuk Emir, Alana melihat semua itu membuat hati nya menghangat.
"Wah, buburnya sepertinya enak" ujar Yoga menggoda Emir.
"Papa mau?" tawar Emir begitu polosnya. Yoga menggeleng.
"Untuk Emir saja, kasihan bibi sudah masak banyak, kalau papa makan bubur terus semua ini siapa yang makan" balas lembut Yoga.
"Ibu dan bibi juga pakde" balas Emir.
"Pakde sudah makan, bibi juga" bibi menimpali.
"Tuh kan, kalau ibu sendiri yang makan kan gak habis" timpal Yoga menerangkan.
"Bial gendut" celetuk Emir. Yoga mendekat pada Emir lalu berbisik.
"Kalau ibu gendut papa gak kuat gendong" mereka pun tertawa bersama seraya menatap Alana. Alana yang di tatap pun memilih acuh. Dia tidak ingin mengacaukan kebahagiaan Emir meski tak tahu apa yang di bisikan oleh Yoga.
"Emir ini minumnya sayang" alih Alana menaruh gelas yang berisi air di depan Emir. Dan mulai mengisi nasi juga lauk pauk untuk Yoga. Mereka pun menikmati makan malam ini dengan hangat.
Usai makan malam Emir masuk kamar di temani bibi, sedangkan Alana memilih ke kamar badan nya cukup lelah, apalagi kepalanya juga masih sakit. Sampai di kamar Alana memilih sholat terlebih dahulu.
Klek..
Alana menatap ke arah pintu ketika dia usai minum obat, dimana terlihat Yoga masuk ke dalam, Alana memilih mengambil bantal dan selimut dia hendak berbaring diatas karpet.
"Pindah!" pinta Yoga, Alana pun menurut dia gegas pindah ke ranjang. Sebenarnya Yoga ingin sekali bertanya pada Alana dan meminta maaf, tapi rasa ego dan gengsinya terlalu tinggi. Apalagi melihat mata Alana yang sudah terpejam, membuatnya bungkam. Yoga memilih berbaring di samping Alana.
Pagi pun tiba, seperti biasa Alana usai melakukan pekerjaan rumah di bantu bibi, sedangkan Emir masih belum bangun, Yoga keluar rumah usai jamaah di masjid, lagi joging di area komplek perumahan.
"Bi, saya bangunin Emir dulu ya!" pamit Alana pada bibi usai menyiapkan sarapan juga membungkus untuk bekal dia nanti.
"Ya mbak, biar bibi yang beresin dapur" balas bibi. Alana pun segera masuk ke dalam kamar Emir berada dan membangunkan Emir.
"Emir, sama bibi dulu ya, ibu mau siap-siap dulu" pinta Alana pada Emir ketika keluar dari dalam kamar Emir dimana Emir sudah rapi dengan baju santai.
"Baik ibu" jawab Emir menghampiri bibi yang sedang menyiapkan makan untuk pak satpam.
"Ayo ikut bibi antar ini ke pakde" ajak bibi, Emir pun ngikut bibi. Sedangkan Yoga juga baru kembali dari joging dengan handuk tersemat di pundak nya.
"Papa.." panggil Emir ketika berpapasan di pintu.
"Hai boy, mau kemana?"
"Ikut bibi ke pakde" jawab Emir.
"Ya sudah, papa mandi dulu ya, bau keringat" balas Yoga bergegas ke masuk ke dalam rumah. Emir mengacungkan jempol nya ke Yoga.
Sampai kamar Yoga buru-buru masuk ke dalam kamar mandi apalagi melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh.
"Sial, aku kesiangan!" umpatnya seraya masuk ke kamar mandi, karena dia ada jadwal ke perusahaan.
Klek..
"Aww..." pekik Alana yang kaget ketika pintu kamar mandi di buka, dimana dia baru memakai dalaman saja.
"Kak.." buru-buru dia menyambar handuk. Sedangkan Yoga nampak terpaku melihat tubuh Alana membuat yang di bawah terbangun.
'Sial' umpat dalam hati Yoga, dimana gairah nya terbangun tapi dia harus segera pergi ke perusahaan pak Johan untuk meeting bulanan, jadi dia harus menunda hasrat nya pada Alana.
"Ma-af, saya keluar dulu" ujar Alana berlalu dari kamar mandi begitu saja dengan mengrutuki dirinya dalam hati.