Terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak pernah dia impikan membuat kehidupan Anik Saraswati menjadi rumit.
Pernikahannya dengan seorang dokter tampan yang bernama Langit Biru Prabaswara adalah sebuah keterpaksaan.
Anik yang terpaksa menjadi mempelai wanita dan Dokter Langit pun tak ada pilihan lain, kecuali menerima pengasuh putrinya untuk menjadi mempelai wanita untuknya membuat pernikahan sebuah masalah.
Pernikahan yang terpaksa mereka jalani membuat keduanya tersiksa. Hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka.
Jika ingin membaca latar belakang tokoh bisa mampir di Hasrat Cinta Alexander. Novel ini adalah sekuel dari Hasrat Cinta Alexander
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasrat Langit
Dari kejauhan Nikita melihat Langit yang tengah berjalan menelusuri koridor rumah sakit. Dia pun langsung melirik jam yng melingkar di pergelangan tangan, dia yakin Langit sudah akan pulang.
Wanita itu pun langsung mengakhiri percakapannya dengan seorang perawat dan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Dengan penuh semangat, wanita yang masih mengenakan jas putih itu pun berjalan menyambut kekasihnya itu.
"Sayang,..." panggil Nikita saat berhasil menghentikan langkah Langit.
"Bisakah mengantarku pulang ke apartemen?" tanya Niki dengan nada membujuk.
"Hari ini aku tidak membawa mobil." desak wanita berkulit putih itu dengan manja.
"Baiklah, kebetulan aku juga akan pulang." jawab Langit yang langsung mengiyakan permintaan kekasihnya itu.
Mereka pun berjalan bersama menuju parkiran. Sepasang kekasih yang terlihat sangat serasi dan membuat cemburu banyak mata. Nikita dan Langit memang sejoli yang terlihat sempurna, selain fisik, pendidikan dan latar belakang yang sepadan.
Keduanya masuk ke dalam mobil sedan milik Langit. Kali ini Nikita merasa sangat bahagia, karena ada akhirnya Langit punya waktu untuk dirinya.
"Kamu sangat tampan, Lang!" goda Nikita ketika keduanya beradu pandang saat Langit memasangkan seat belt.
Mendengar pernyataan kekasihnya Langit hanya tersenyum. Meskipun semua orang mengaguminya, tetap saja hidupnya merasa hampa. Hidupnya hanya sebuah rutinitas dan menghabiskan banyak waktu dalam pekerjaan membuat hidupnya lebih berarti.
Mereka akhirnya pulang bersama. Setelah Niki membujuk berkali-kali akhirnya Langit pun setuju untuk mampir ke apartemen Nikita.
"Aku tidak bisa berlama-lama di sini, Niki. Akhir-akhir ini Ana sering murung dan sulit diatur." ucap Langit saat mereka memasuki ruangan mewah milik dokter cantik itu. Dia merasa dirinya seorang pria yang buruk tapi dia berusaha untuk menjadi seorang Papa yang baik.
"Sebentar saja, Lang. Akhir-akhir ini kita jarang ketemu! Apa kamu tidak merindukanku?" Gadis itu pun merajuk hingga Langit tersenyum.
" Baiklah tuan putri." sambut Langit membuat Niki tersenyum girang. Dalam batin Langit mereka bukan lagi remaja yang hanya memikirkan perasaan cinta dan kangen.
Mendengar jawaban kekasihnya, Niki pun meninggalkan Langit dan masuk ke dalam kamar untuk berganti.
Beberapa menit Langit menunggu Niki yang tak kunjung keluar. Pria tampan berwajah timur tengah itu akhirnya menyandarkan tubuhnya di sofa, matanya terpejam seakan mencari kesempatan untuk istirahat sejenak.
"Kamu capek, Lang?" suara Nikita yang terdengar dekat langsung membuat Langit membuka mata.
Pria itu semakin bertambah terkejut saat wanita di depannya sudah berganti dengan piyama tanktop yang dipadu dengan pasangan celana pendek berbahan satin.
"Mau aku buatin kopi dulu?" tanya Nikita saat melihat Langit salah tingkah saat menatapnya.
Dia memang sengaja menggoda langit, menaklukan pria itu adalah prioritasnya. Sebenarnya memang sudah lama dia menginginkan itu, hingga pernah dia nekat mencampurkan obat perangsang diminuman Langit. Tapi sayang, apa yang dia lakukan malah terlampiaskan dengan wanita Lain hingga lahirlah Ana.
"Nggak usah, aku nggak lama disini!" jawab Langit terlihat kaku.
Langit yang salah tingkah justru membuat Niki mendekatinya dan duduk di atas pangkuan pria itu.
" Nik..." panggilan Langit terdengar canggung.
"Bukankah kita sudah dewasa, selain perasaan bukankah orang dewasa butuh sesuatu yang menggairahkan?" lirih Niki dengan wajah yang mendekat ke arah Langit. Kedua tangannya melingkar di leher pria itu hingga pria tak bisa bergerak.
"Jangan sekarang, Nik. Jangan melakukan kesalahan hingga kita menyesal." tolak Langit berusaha mengendalikan diri.
"Kita sama-sama saling mencintai dan sebentar lagi kita menikah, lalu apa yang akan membuat kita menyesal?" tanya Nikita.
"Apa kamu tidak serius? Apa kamu berniat mempermainkan aku?" lanjut Niki membuat Langit semakin tidak bisa berkutik.
Niki menekan dadanya ke dada bidang pria yang tengah menegang. Wanita itu merasakan bagian bawah pria yang dia duduki itu sudah mulai mengeras. Niki pun mulai melabuhkan ciuman lembutnya pada pria yang kini tengah bertahan melawan hasratnya.
"Nik..." hingga akhirnya Langit menahan kedua lengan kecil itu.
"Kita bisa melakukannya setelah menikah." Sekuat tenaga Langit memberi keputusan. Meskipun jiwanya masih berperang melawan hasrat yang dibangunkan oleh wanita yang masih duduk di pangkuannya.
"Kapan? Kamu seperti mempermainkanku!" lirih Niki. Dia kembali merapatkan tubuhnya, mengikis jarak diantar wajah keduanya. Bahkan, aroma maskulin Langit tercium begitu menggoda.
Dia tidak akan membahas tentang Langit yang masih mencari mantan istrinya itu, tapi dia akan membuat pria itu mabuk kepayang hingga hanya bisa melihatnya saja.
Tangan kecilnya meraih lengan kekar milik Langit, merangah pria itu merengkuh pinggangnya untuk lebih erat. Sensasi luar biasa menyerah saat hembusan nafas pria itu menyapu wajahnya. Tatapannya mulai sayu.
" Berhenti, Nik!" tolak Langit segera menjauhkan tubuh Niki.
Dia memang tidak bisa melakukannya meskipun gairahnya mulai terpancing. Seketika dia mengingat sorot mata mengiba mantan istrinya, air mata yang terus menetes saat dia melakukannya dengan Anik.
" Kamu keterlaluan, Lang!" kesal Nikita.
Tapi perdebatan mereka terhenti saat ponsel Langit berbunyi. Ternyata panggilan itu dari mamanya.
Setelah mengangkat panggilan dari mamanya Langit langsung beranjak dari duduknya dengan wajah cemas.
"Ana jatuh dari tangga! Aku harus secepatnya pulang." ucap Langit dengan mengambil kunci mobilnya.
" Aku ikut, Lang!" sela Niki.
" Aku tidak bisa menunggu, lain kali saja kamu temui Ana." jawab Langit yang langsung pergi begitu saja.
Sebenarnya tidak hanya mantan istrinya yang membuat Nikita cemburu, tapi juga Ana. Ana seperti menjadi penghalang hubungannya dengan Langi
Di tempat yang berbeda, Anik merasa dadanya berdebar kencang. Sejak tadi dia merasa gelisah padahal tidak ada yang sedang dia cemaskan.
" Kamu kenapa?" tanya Rini saat melihat Anik menekan dadanya.
"Nggak ada apa-apa, Mbak." jawab Anik dengan lirih.
" Kandunganmu sehat, kan?" lanjut Rini.
" Iya. Kemarin, aku juga sempat USG , Mbak. Alhamdulillah sehat." jawab Anik.
" Cewek atau cowok?" Rini pun semakin penasaran dia tahu kandungan Anik sudah jalan bulan ke enam.
" Belum kelihatan, Mbak." jawab Anik kali ini mereka sedikit santai karena butik sedikit lenggang.
" Kalau bayinya cewek, dia butuh sosok ayah, Nik." ucap Rini yang tidak ditanggapi oleh Anik.
" Mas Langit sepertinya dia pria baik, dia juga sangat peduli dengan kehamilanmu. Kenapa kamu tidak menerimanya saja?" desak Rini, dia berharap Anik bisa meneruskan hidup ya seperti orang pada umumnya, menikah lagi dan ada yang melindunginya.
Sudah beberapa bulan Biru mendekati Anik, memberikan banyak perhatian, meskipun wanita itu belum juga menyambutnya.
" Justru jika anaku cewek, aku tidak akan menikah lagi, Mbak. Sedekat apapun bapak sambung dia tetap bukan mahromnya."
" Itu hanya alasan sebatas pemikiran pribadiku, Mbak." lanjut Anik yang sudah bertekad untuk tidak menikah lagi. Hanya ada dia dan anaknya saja....