Sebagai seorang istri Maysa adalah seorang istri yang pengertian. Dia tidak pernah menuntut pada sang suami karena wanita itu tahu jika sang suami hanya pegawai biasa.
Maysa selalu menerima apa pun yang diberi Rafka—suaminya. Hingga suatu hari dia mengetahui jika sang suami ternyata berbohong mengenai pekerjaannya yang seorang manager. Lebih menyakitkan lagi selama ini Rafka main gila dengan salah seorang temannya di kantor.
Akankah Maysa bertahan dan memperjuangkan suaminya? Atau melepaskan pria itu begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Dio
Akhirnya Riri, Lidya dan dua anak kecil yang dibawanya, sampai juga di depan ruangan Maysa. Riri mengetuk pintu terlebih dahulu, terdengar sahutan dari dalam untuk memintanya masuk.
"Kak, ada Kak Lidya," ucap Riri diambang pintu.
"Suruh masuk saja, Ri."
"Assalamualaikum," ucap Lidya sambil berjalan memasuki ruangan Maysa diikuti anak dan keponakannya.
"Waalaikumsalam. Kamu apa kabar?" ucap Maysa sambil memeluk sahabatnya itu.
"Baik. Kamu sendiri apa kabar?"
"Aku juga baik," jawab Maysa yang kemudian pandangannya beralih pada dua anak berbeda jenis kelamin itu. "Siapa mereka?"
"Perkenalkan, yang ini putriku. Kamu pasti masih ingatkan saat datang ke pesta ulang tahunnya. Kalau yang ini keponakanku, namanya Dio."
"Halo, Sayang. Perkenalkan nama Tante, Maysa, temannya Mama Lidya," ucap Maysa sambil mengeluarkan tangannya pada Dio.
"Halo, Ante. Namatu Dio. Ante cantik cekali," ucap bocah tiga tahun itu membuat Maysa dan Lidya tertawa.
"Benar, nih, Tante cantik?" tanya Maysa dengan nada menggoda.
"Iya, Ante cantik sekali. Seperti di TV Ica."
"Terima kasih, kamu juga tampan, tapi Tante enggak punya apa-apa di sini. Sebentar, biar Tante minta Tante Riri buat beli cemilan."
"Nggak perlu, May. Aku udah bawain cemilan buat mereka," sela Lidya sambil memperlihatkan kotak yang dia bawa. "Lagian tadi sebelum ke sini, mereka sudah makan, kok."
"Beneran nggak perlu? Aku jadi nggak enak."
"Iya, May. Kami ke sini mau lihat gaun terbaru punya kamu sekalian ngobrol sebentar," ucap Lidya kemudian beralih pada anak dan ponakannya. "Oh, ya, kalian main dulu. Mama mau ngobrol sama Tante Maysa, ya!"
"Iya, Ma," sahut Ica—putri Lidya.
Lidya membawa ke dua anak itu ke sofa, sambil memutarkan video di ponsel agar anak dan keponakannya tidak banyak bertingkah dulu. Dia juga meminta keponakannya untuk bermain supaya tidak bosan.
"Kamu kenapa? Sepertinya ada masalah?" tanya Maysa setelah Lidya duduk di kursi kerjanya dengan saling berhadapan dan terhalang meja.
"Sebenarnya bukan masalahku, sih. Lebih ke masalah papanya Dio."
"Papanya Dio? Memangnya kenapa? Sepertinya Dio terlihat biasa saja."
"Justru itu, Dio terlalu banyak menyimpan luka. Dia selalu memendam apa pun yang diinginkannya. Sepertinya sifat itu menurun dari papanya. Apa pun yang dia inginkan, dia tidak akan pernah mengatakannya, kecuali orang lain yang menebak sendiri."
"Kasihan sekali, anak seusia dia tidak bisa mengungkapkan apa yang diinginkan."
"Itulah, May. Aku jadi kasihan sama Dio. Tante Mirna berharap, ayahnya Dio menikah lagi, tapi Mas Tama sangat mencintai anaknya. Hingga dia tidak mau menikah lagi, takut jika nanti dia memiliki istri, anaknya yang akan disia-siakan atau bahkan lebih, nantinya malah akan disiksa."
"Menikah lagi? Jadi ayahnya Dio sudah bercerai?"
"Bukan bercerai, lebih tepatnya istrinya meninggal saat melahirkan Dio."
"Innalillahi, maaf aku tidak tahu."
"Ya, begitulah, jadi Tante sudah menjodohkan Kak Tama dengan seorang wanita, tapi dia menolak. Padahal kata tante, wanita itu orang yang baik. Bahkan dia juga sering ke rumah dan mengajak Dio main. Anak itu juga nyaman-nyaman saja sama wanita itu, tapi entah apa yang membuat Kak Tama menolaknya."
"Mungkin dia masih trauma, Lid. Aku sangat tahu bagaimana perasaannya. Ada dua hal yang mendasari itu. Yang pertama mungkin dia masih sangat mencintai istrinya. Yang kedua seperti yang kamu katakan tadi, dia takut jika putranya tidak mendapat kasih sayang, seperti yang dia bayangkan. Semua masih wajar. Mungkin sepupu kamu itu hanya perlu waktu agar hatinya terbuka."
"Tapi itu sudah tiga tahun yang lalu, May. Mau sampai kapan dia sendiri? Dio juga membutuhkan sosok seorang ibu untuk bisa menjaga dan menyayanginya. Selama ini, setiap Kak Tama kerja Dio selalu sama Tante Mirna. sedangkan sekarang kesehatan tante sudah menurun. Tante juga sering keluar masuk rumah sakit. Dia tidak bisa selamanya menjaga Dio. Itu jugalah yang mendasari alasan tante untuk menjodohkan Kak Tama."
Maysa hanya menganggukkan kepala. Entahlah, itu urusan mereka, tapi jauh di lubuk hatinya yang dalam. Dia berdoa agar siapa pun yang menjadi ibu sambung untuk Dio. Mudah-mudahan wanita itu bisa benar-benar menyayangi anak itu seperti putranya sendiri, bukan hanya topeng sementara di depan keluarga besar saja.
Apalagi setelah mendengar bagaimana karakter Dio, anak itu tidak akan mengatakan yang sejujurnya jika dia disakiti ibu sambungnya. Mungkin itu juga yang membuat papa Dio enggan menikah. Betapa beruntungnya anak itu memiliki ayah seperti dia.
Wanita yang menjadi istri ayah Dio, pasti sangat beruntung bisa memiliki pria yang begitu baik. Dia tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga anaknya.
"May, apa tidak sebaiknya aku memperkenalkanmu pada Kak Tama? barangkali saja kalian cocok," ujar Lidya seketika membuat Maysa melotot ke arah sahabatnya itu. Bisa-bisanya dia memiliki pikiran seperti itu.
"Kamu jangan aneh-aneh, ya, Lid. Aku sama sekali tidak ada niat untuk berumah tangga lagi. Sudah cukup semua yang aku alami kemarin."
"Iya, deh, maaf. Aku tadi cuma bercanda, kok! Tapi, May, kamu jangan samakan semua pria seperti Rafka. Bagaimanapun Eira juga butuh sosok papa sebesar apa pun kamu berusaha untuk menjadi keduanya, tetap akan berbeda yang akan diterima oleh Eira. Maaf jika aku terlalu ikut campur, tapi cobalah untuk membuka hati. Tidak semua pria sama di dunia ini."
Maysa menatap sahabatnya. Memang benar apa yang dikatakan Lidya. Tidak semua pria memiliki sifat yang sama, tetapi dia sama sekali tidak berpikir untuk merajut rumah tangga kembali. Wanita itu takut jika apa yang dialaminya kemarin, akan terulang lagi.
Sebenarnya Mama Rafiqah juga pernah bicara seperti itu. Maysa juga sedang berusaha, tapi jauh di dalam hatinya, rasa takut itu sangat-sangat besar. Mungkin ini juga yang dialami oleh papanya Dio. Dia merasa takut yang berlebihan.
Maysa sudah berusaha untuk menepisnya, tetapi semakin aku berusaha, justru rasa sakit itu semakin nyata. Semua kilasan masa lalu tiba-tiba hadir begitu saja. Melihat Maysa yang melamun, membuat Lidya merasa tidak enak.
"Maafin aku, ya, May. Bukan maksudku untuk membuka lukamu kembali. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Semoga saja hatimu bisa terbuka suatu saat nanti. Seperti katamu, seiring berjalannya waktu, semuanya akan baik-baik saja."
"Amin. Terima kasih doanya," sahut Maysa sambil tersenyum.
"Aku jadi banyak curhat sama kamu."
"Nggak pa-pa, aku juga nggak ada kerjaan."
"Ayo, kita keluar! Aku mau lihat-lihat baju buatanmu. Minggu depan acara ulang tahun pernikahanku, kamu harus datang sama Eira. Ajak juga Mama Rafiqah sama Riri. Kali ini kamu harus lama di sana. Tidak seperti kemarin, baru sebentar datang, sudah pulang," ucap Lidya cemberut.
"Iya, maaf. Kemarin kan Eira lagi ngambek di rumah."
"Makanya besok kamu bawa dia dan semua keluargamu."
"Insya Allah."
.
.
mknya muka nya familiar
sayang nya sama Eira tulis bgt
entah dia dari keluarga yg penuh tekanan,semua udah dia atur dia dia harus ngikutin semua aturan itu.
dan dia udah punya jodoh sendiri
kadang bingung ya..sama lelaki.
udah punya yg spek bidadari malah nyari yg kyk gelandang.
yah... begitu lah seni nya peselingkuhan.
lu makan aja tu pilihan lu
kadang bingung ya..sama lelaki.
udah punya yg spek bidadari malah nyari yg kyk gelandang.
yah... begitu lah seni nya peselingkuhan.
lu makan aja tu pilihan lu