Toni Lion, seorang petarung bebas yang ditakuti setiap lawannya di atas ring, seperti nama panggilan yang di sematkan padanya LION, seekor singa sang raja hutan yang bertahan hidup dengan keras seorang diri di tengah kehidupan yang kejam.
Takdir mempertemukannya dengan Raya, seorang gadis manja anak seorang pengusaha kaya raya yang sedang menjadi korban kejahatan ibu tiri yang ingin menguasai harta kekayaannya.
Tanpa di sadari Toni selalu berdiri sebagai pelindung Raya saat gadis malang itu menerima berbagai serangan dari orang orang yang menginginkan kematiannya demi warisan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teteh lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Empat
Raya mengurai pelukannya di pinggang Toni yang mendadak menjadi kaku, bak manekin di etalase toko, berhadapan dengan wanita memang bukan hal yang asing bagi dirinya, sebagai pria dewasa dan normal juga sering berada di lingkungan dunia malam yang penuh dengan para wanita malam penggoda, dia juga terkadang beberapa kali menuntaskan hasrat biologisnya pada wanita malam yang dia temui di klub, itupun biasanya terjadi apabila dirinya sedang mabuk berat, dan hanya sebatas pake, bayar, setelah itu tak saling mengenal lagi, bahkan ada juga wanita yang tak mau di bayar, dia merasa cukup beruntung telah di pilih seorang Lion untuk menemani menghangatkan ranjangnya, tapi jangan pernah berharap lebih, apalagi berangan angan setelah berhasil tidur dengan Toni, dia akan menjadi akrab dengan pria itu, karena di kamus Toni tak ada wanita manapun yang akan dia pakai lebih dari satu kali, itu semua demi menghindari adanya rasa baik di diri si wanita itu maupun untuk dirinya sendiri.
"Kemasi baju mu seperlunya,!" titah Toni pada Raya saat mereka baru saja tiba di kamar Raya.
"Tapi, mau kemana ?" bengong Raya, kebingungan karena tengah malam buta begini dia di suruh berkemas.
"Apa kau akan tidur di kamar dengan pintu yang terbuka seperti itu ?" sinis Toni, kembali ke kodratnya setelah tadi dia bersikap agak manis.
"Siapa suruh, kurang kerjaan ngerusak pintu kamar orang !" gerutu Raya kesal.
"sudahlah cepat ! Tak usah terlalu banyak, seperlunya saja !" tegur Toni saat Raya akan memasukan lagi beberapa potong pakaian dan alat make up nya ke dalam tas.
Bahkan Toni melarangya saat Raya berinisiatif akan mengganti baju yang sedang di pakainya saat ini.
"Eh, jangan gila kamu, masa aku pergi dengan pakaian seperti ini ?"protes Raya.
Namun Toni tak menjawabnya, dia hanya menyambar tas yang sudah di isi beberapa lembar pakaian oleh Raya dan menarik gadis itu dengan segera.
Raya kemudian menganga tak percaya ketika ternyata dirinya hanya di bawa ke kamar tamu sebelah kamarnya persis, dimana kamar itu sekarang di tempati oleh bodyguard tengilnya itu.
"Tidak usah banyak bertanya, untuk sementara kau tinggal di kamar ku dulu sampai perbaikan pintu kamar mu selesai !" tukas Toni yang tentu saja tak menerima bantahan.
"La- lantas kamu ?" pikiran Raya mulai berkelana membayangkan akan tidur satu kamar dengan bodyguard tampannya itu.
"Tentu saja aku tak tidur di sana, aku akan berjaga di sekitar rumah ini, singkirkan pikiran gila itu dari kepala mu !" sentilan jari Toni kembali mendarat di jidat Raya dan lagi lagi berhasil membuat wajah Raya memerh karena merasa sangat malu dengan pikiran kotornya yang dapat dengan mudah di tebak oleh Toni.
"Jangan pergi lagi !" pinta Raya dengan pandangan memohon.
Toni hanya mengangguk lalu menutup pintu kamarnya yang akan di tempati Raya untuk sementara.
Toni memang sengaja menempatkan Raya di kamar itu, selain karena pintu kamar Raya yang memang rusak, dirinya juga akan lebih tenanga jika Raya tidur di kamarnya karena dirinya yakin kalau malam ini Martin akan menginap di rumah mewah itu, Toni tak ingin itu di jadikan kesempatan Martin untuk menemani Raya semalaman, hanya membayangkan itu semua saja sudah membuat dirinya bergidik ngeri dan pasti menggila.
Benar saja selang beberapa menit setelah Raya menutup pintu kamar dan menguncinya di kamar Toni, Martin menyusul ke kamar Raya yang pintunya sudah rusak itu.
"Sayang,,, apa kamu di dalam kamar mandi ?" teriak Martin, dengan pintu kamar yang rusak, dia menjadi lebih leluasa dan gampang masuk kamar tunangannya itu.
Jujur saja ini pertama kalinya Martin masuk ke ruang pribadi Raya, meski mereka sudah bersama selama hampir du tahun sebagai kekasih lalu sebagai tunangannya, Raya tak pernah mengjinkan orang lain untuk masuk ke dalam kamarnya kecuali ayahnya, Karina, dan asisten rumah tangga yan biasa membersihkan kamarnya.
Toni adalah satu satunya orang asing yang pernah masuk ke kamar itu, sebelum Martin kini sedang mengeksplore setiap sudut kamar gadis itu.
Toni melangkah masuk ke ruang kamar yang di dominasi warna putih dimana Martinsaat ini berada,
"Apa yang kau lakukan di sini,? lancang sekali kau masuk kamar calon istri ku, sebaiknya kau lebih sadar diri, siapa kau di rumah ini, kau tak jauh beda derajatnya dengan Maman dan para babu yang sama sama di pekerjakan caon mertua ku di sini !" Martin terlihat seperti tak dapat lagi enyembunyikan rasa marahnya pada Toni yang dia tahan sejak tadi di klub.
Toni hanya mendengus sambil tersenyum miring, "Keluarlah, aku ngantuk !" seloroh Toni.
"Bangsaaat, bajiiingan, apa maksud mu ? Ini kamar calon istri ku, jangan terus menguji kesabaran ku, jangan pikir aku tak bisa memecat mu dan mencarikan calon istri ku pengawal baru, Raya,,,,Raya,,,,,,!" teriak Martin memanggil manggil nama tunangannya dengan membabi buta.
Toni hanya menggelenkan kepalanya pelan melihat tingkah Martin yang seperti kebakaran jenggot, apalagi saat pria itu menggedor gedor pintu kamar mandi yang berada di kamar itu.
"Toni,,,, apa yang terjadi, kenapa ribut sekali, apa penjahat itu datang lagi ?" Raya keluar dari kamar yang biasanya Toni tempati, membuat Martin yang berada di ambang pintu kamar Raya membellalakan matanya dengan begitu lebar, saat melihat calon istrinya itu justru malah keluar dari kamar milik pria yang saat ini palng di bencinya.
"Raya,,,, apa yang kamu lakukan di sana, bukan kah itu kamar dia ?!" jari telunjuk Martin mengacung ke arah wajah Toni yang melipatkan kedua tangannya di dada dengan santainya.
"Pintu kamar ku rusak, apa kamu tak melihatnya ? Apa kamu tega aku tidur di kamar dengan pintu terbuka seperti itu ? lalu bagaimana jika penjahat it datang lagi, mereka akan dengan mudahnya masuk ke kamar ku !" cerosos Raya seakan membenarkan apa yang menjadi keputusannya saat ini, yaitu untuk tidur sementara di kamar Toni, walaupun sebenarnya itu adalah ide dari bodyguardnya.
"Aku bisa menemani mu tidur di kamar ini, tak akn terjadi apapun, aku jamin kamu akan tetap aman, karena aku akan menjaga mu," ucap Martin.
"Tidak, kamu hanya akan mencari kesempatan di balik niat baik mu itu, aku tetap akan tidur di sini,!" keukeuh Raya, jelas dia tak akan pernah sudi untuk tidur sekamar di temani Martin, apalagi setelah Raya melihat rekaman cctv yang menampilkan gambar kemesraan dan kegiatan panas anatara Martin dan Karina di kantor, itu benar benar membuatnya jijik dan ingin muntah.
Tanpa menunggu waktu lagi, Raya pun langsung masuk kembali ke kamar Toni dan mengunci kamar itu dari dalam.
"Apa kau akan tidur bersaa ku di kamar ini ?" senyum meledek Toni sungguh melukai harga dirinya.
"Jangan senang dulu, aku akan pastikan kalau sebentar lagi aku akan menendang mu dari rumah ini, dan memastikan kau jauh dari calon istri ku !" ancam Martin.
"Dan aku pastikan akan membunuh mu dengan tangan ku sendiri kalau sampai aku mendapatkan bukti kau terlibat dalam rentetan penyerangan terhadap Raya yang melibatkan Cobra di dalamnya, mulai dari kecelakaan mobil, dan penyerangan yang baru saja terjadi," Toni mengancamnya balik.
"Kecelakaan mobil ? Siapa yang kecelakaan ?" Martin mengernyit bingung.
"Cih,,, tentu saja Raya, calon suami macam apa kau ini, masa calon istrinya hampir mati karena kecelakaan mobil tak tau !" sinis Toni.
***
Karina yang baru saja bersiap tidur di kejutkan oleh Martin yang tiba tiba masuk menyelinap ke dalam kamarnya.
"Ah, sayang,,,kenapa kamu kesini ? Ini berbahaya, banyak orang di sini, kamu nakal !" Karina langsung menghampiri Martin yang juga berjalan mendekat ke arahnya.
Namun bukan pelukan atau belaian mesra seperti yang biasa dia dapatkan dari pria yang sudah lama menadi selingkuhannya itu, melainkan cengeraman erat di leher wanita kegatelan itu.
"Sa- sayang,,, apa yang kamu lakukan ini sakit, aku tak bisa napas !" dengan susah payah Karina mengeluarkan suaranya, kedua tangannya yang berusaha melepaskan tangan Martin yang mencekiknya pun terasa sia sia karena selain tenanga pria itu lebih besar darinya, sepertinya Martin juga sedang di liputi emosi yang sangat membara, terlihat dari kilatan di matanya.
"Ma- martin,,, lepas--kan A-- aku ini sa--kit !" suara Karina semakin lemah dan terputus putus, wajahnya bahkan memerah hampir membiru karena kehabisan pasokan oksigen akibat cekikan Martin di lehernya, tenanga nya sudah hampir habis tak bisa lagi berontak apa lagi melawan pria yang bak kesetanan itu.
"Mati lah kau !" pekik Martin tanpa belas kasih.
tpi lupa" ingat.
seingatku cilla playvictim orgnya..
trus si raya jdi istri toni..
kyk nya gtu ceritanya