Niat hati hanya ingin mengerjai Julian, namun Alexa malah terjebak dalam permainannya sendiri. Kesal karena skripsinya tak kunjung di ACC, Alexa nekat menaruh obat pencahar ke dalam minuman pria itu. Siapa sangka obat pencahar itu malah memberikan reaksi berbeda tak seperti yang Alexa harapkan. Karena ulahnya sendiri, Alexa harus terjebak dalam satu malam panas bersama Julian. Lalu bagaimanakah reaksi Alexa selanjutnya ketika sebuah lamaran datang kepadanya sebagai bentuk tanggung jawab dari Julian.
“Menikahlah denganku kalau kamu merasa dirugikan. Aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku.”
“Saya lebih baik rugi daripada harus menikah dengan Bapak.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Kumis Tebal
Kumis Tebal
“Pak Julian jangan macam-macam sama saya. Saya ini bisa karate, silat, taekwondo, wushu, dan masih banyak lagi jenis bela diri. Bapak berani macam-macam, saya patahkan semua tulang-tulang Bapak.” Alexa memberi ancaman karena takut Julian lepas kendali seperti malam itu.
Tangan Julian yang berada di atas pahanya itu mulai mengelus pahanya pelan-pelan. Membuat degup jantungnya bergemuruh riuh. Ia pun langsung berada pada mode waspada. Terlebih ketika Julian membuka jaket yang dia kenakan. Pikirannya pun mulai beragam, dan peristiwa di malam itu terbayang-bayang kembali dalam benaknya.
Walaupun mereka sudah berencana untuk menikah, tetapi ia tidak ingin melakukan hal seperti itu sebelum ada ikatan yang sah diantara mereka.
“Coba saja kalau kamu bisa,” tantang Julian kemudian mencondongkan tubuh, merapatkan diri pada Alexa yang sudah terpojok sampai membentur pintu mobil. Ia bertindak seolah seperti pria mesum yang hendak berbuat tak senonoh, sampai membuat Alexa semakin tegang bercampur takut.
“Jangan coba-coba ya. Saya ini ahli bela diri.”
“Siapa peduli. Mau kamu ahli bela diri atau ahli-ahli apapun, aku tidak takut. Aku ingin melihat seberapa besar tenagamu melawanku.” Julian tersenyum miring, berlagak meremehkan Alexa.
Gadis itu terlihat semakin tegang. Tubuhnya semakin merapat ke pintu mobil. Di tempat yang sempit seperti ini Alexa tidak bisa berbuat banyak. Ruang geraknya sangat terbatas. Sehingga yang bisa ia lakukan hanya mengancam.
Namun ketika ancaman tidak membuahkan hasil sama sekali, Alexa pun memejamkan matanya rapat-rapat, lalu refleks menoleh saat wajah Julian memangkas jarak dengan cepat. Hampir saja bibir mereka bersentuhan andai ia tidak memalingkan wajahnya.
“Katanya ahli bela diri, kenapa tidak melawan?” ledek Julian tersenyum tipis melihat reaksi Alexa seperti bocah yang sedang ketakutan.
“Atau kamu memang ingin aku macam-macamin? Hm?” godanya tanpa menjauhkan wajahnya. Menelisik paras Alexa dari jarak teramat dekat seperti ini menghadirkan desiran halus di dadanya. Andai tidak sedang menjaga imagenya, Julian mungkin sudah lepas kendali.
Setelah Sofia, tidak ada satu pun wanita yang sanggup memikat hati Julian selama bertahun-tahun. Hingga ia bertemu dengan Alexa, seorang gadis yang berkarakter unik di matanya.
Saat sedang memberikan materi di depan kelas, diam-diam ia sering memperhatikan Alexa. Dalam satu kesempatan gadis itu bisa serius. Tak jarang pula ia melihat gadis itu sering bercanda dengan teman-temannya, baik teman sesama perempuan maupun dengan lawan jenis.
Dibilang pecicilan, Alexa tidak terlihat demikian. Dibilang centil juga Alexa bukan gadis seperti itu. Alexa hanyalah seorang gadis periang yang mudah berbaur dengan siapa saja.
Pernah pada suatu hari ada salah seorang mahasiswa yang menyatakan perasaannya pada Alexa, namun langsung ditolak mentah-mentah oleh Alexa.
“Aku akui kamu memang ganteng. Postur tubuhmu bagus, kulitmu bersih, senyummu juga manis. Tapi sayang, kamu tidak punya kumis yang tebal. Aku lebih suka laki-laki berkumis tebal. Jadi, mendingan kamu tumbuhin dulu kumismu sampai tebal baru kamu boleh datang lagi padaku. Oke?”
Alexa tidak pernah kehabisan akal. Ada-ada saja alasan Alexa untuk menolak setiap laki-laki yang mendekatinya. Laki-laki itu hanyalah salah satu dari beberapa yang pernah mendekatinya.
Kalimat penolakan Alexa pada setiap laki-laki yang menyatakan cinta pada gadis itu masih Julian ingat dengan jelas. Kalimat yang membuat Julian hampir terpingkal-pingkal mendengarnya pada saat itu.
Jika dibandingkan dengan Sofia, kedua perempuan itu jelaslah sangat berbeda. Sofia adalah wanita yang anggun, feminim, dan selalu menjaga tutur katanya dengan baik. Hal itulah yang dulu pernah membuat Julian jatuh hati pada Sofia.
Lalu Alexa, gadis yang berkarakter unik ini justru membuat jiwa dan nyalinya sebagai lelaki tertantang untuk menaklukannya.
“Jangan ge-er ya, Pak. Saya bukan cewek seperti itu. Makanya Pak Julian jangan dekat-dekat. Saya mana bisa bergerak kalau sudah terpojok begini.” Alexa memberikan alasan, masih dengan mata terpejam tak berani menoleh, apalagi melihat wajah Julian. Bibir mereka akan langsung bertemu jika ia berani menoleh sedikitpun.
“Kamu memang paling pandai membuat alasan. Bilang saja kalau kamu memang tidak bisa beladiri.”
“Iya, iya, saya memang tidak bisa beladiri. Makanya sana jauh-jauh, jangan dekat-dekat. Nanti Bapak curang lagi seperti waktu itu.”
Julian akhirnya menjauh, kembali ke posisi duduk semula. Kedua tangannya ia letakkan di atas kemudi. Beberapa kali ia meniupkan napasnya demi menetralisir desir-desir halus yang merambat ke setiap nadinya, yang tanpa sengaja membangunkan naluri kelelakiannya yang sudah tertidur kembali sejak peristiwa malam itu.
“Buka matamu sekarang,” titahnya kemudian. Menoleh kembali pada Alexa yang tengah membuka matanya pelan-pelan.
Gadis itu pun bernapas lega setelah Julian menjauh. Tangannya refleks mengusap-usap dadanya, menenangkan kembali degup jantungnya yang gaduh.
“Apa semua laki-laki bisanya hanya memanfaatkan kelemahan perempuan? Ishhh ... menyebalkan sekali,” desis Alexa kesal dengan wajah masam.
“Tidak semua laki-laki. Jangan sembarangan berargumen. Kalau laki-laki berkumis tebal, mungkin iya.”
Alexa tersentak. Menoleh cepat pada Julian yang tersenyum miring menatapnya. Kemudian menaikkan kedua alisnya meledek Alexa. Membuat Alexa salah tingkah.
“Laki-laki berkumis tebal? Memang apa hubungannya?” gumam Alexa seraya menghindari tatapan Julian. Namun dalam hati ia ingin tertawa, sebab ia teringat pernah menolak laki-laki yang menyatakan cinta padanya sewaktu kuliah dulu dengan alasan ia lebih menyukai laki-laki berkumis tebal. Padahal ia hanya iseng berkata seperti itu agar tidak ada laki-laki yang mendekatinya.
“Bukankah itu tipe laki-laki idamanmu?”
Alexa tergelak juga akhirnya. Tak tahan ia menahan geli jika teringat hal itu.
“Kalau aku berkumis tebal, apa aku bisa masuk kategori laki-laki idamanmu?” goda Julian masih menoleh pada Alexa yang sedang tertawa-tawa sendiri.
Alexa pun lantas memiringkan tubuhnya ke kanan menghadap pada Julian.
“Emm ... Mungkin bisa. Kalau kumis Pak Julian setebal ini.” Jari telunjuk dan jempol Alexa mengilustrasikan ketebalan kumis yang ia maksud. Kemudian menempelkan jarinya itu ke atas bibir Julian. “Pak Julian pasti makin ganteng kalau punya kumis yang tebal,” imbuhnya sambil tertawa-tawa geli membayangkan wajah lucu Julian yang dihiasi kumis tebal.
“Oh ya?”
Alexa mengangguk. Tangannya hendak ia tarik kembali, namun ditangkap cepat oleh Julian. Tawanya pun seketika terhenti saat pandangan Julian terpaku pada wajahnya. Sepasang mata elang pria itu menatapnya lekat-lekat.
Suasana mendadak hening, namun hangat oleh suasana yang tercipta dari dua pasang mata yang saling menyelami dalamnya tatapan yang saling bertaut.
Pandangan mereka kini sudah saling terkunci satu sama lain. Jarak yang tercipta pun mulai terkikis perlahan-lahan. Hingga kemudian dua bibir saling bersentuhan tak ada yang menyadarinya. Entah siapa yang memulai lebih dulu.
Satu tangan Julian menelusup pelan di antara helaian rambut Alexa, menuju ke belakang leher, kemudian menahan tengkuk Alexa agar ciuman semakin dalam dan intim.
Tak ada yang mengajari Alexa tentang apa yang harus ia lakukan dalam situasi ini. Nalurinya sebagai perempuan normal menuntunnya membalas ciuman itu walaupun tidak selihai Julian.
Kedua mata Alexa memejam, menikmati dan merasakan setiap gerakan lembut yang diciptakan Julian pada bibirnya. Mengalirkan desir-desir hangat pada seluruh nadinya. Alexa hanyut terbawa arus suasana dalam sekejap.
Hening suasana yang sebelumnya sempat tercipta di dalam mobil itu, kini dihiasi merdunya suara dua bibir yang saling mencecap, mereguk manisnya madu asmara.
Ciuman itu semakin panas dan rakus. Seolah didesak oleh tuntutan untuk saling merenda asmara lebih jauh. Menggerus akal sehat keduanya yang semakin lenyap ditelan hasrat.
Namun akal sehat itu pun kembali ke tempatnya saat kemudian dering ponsel menyentak keduanya dalam seketika. Memaksa keduanya untuk saling menjauh, mengambil jarak kembali ke tempat semula.
Alexa salah tingkah. Tangannya sedikit gemetaran saat mengambil ponselnya yang berdering.
“Papa tungguin dari tadi, kok kamu belum pulang juga?” Suara Wira terdengar di ujung telepon.
“Iya, Pa. Ini aku balik sekarang. Tidak sengaja ketemu teman soalnya, jadi keasikan ngobrol,” sahutnya berbohong.
Telepon kemudian berakhir. Tak perlu menunggu Alexa meminta, Julian mulai mengemudikan mobilnya pelan-pelan menyusuri jalan raya.
Beberapa menit berkendara, tidak ada yang membuka suara. Keduanya seolah tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sampai kemudian mobil menepi di depan pagar rumah Alexa.
“Hati-hati pulangnya ya, Pak. Selamat malam,” kata Alexa melambaikan tangannya saat turun dari mobil.
“Lusa malam nanti tolong kamu jangan ke mana-mana. Malam itu mungkin akan menjadi malam yang penting,” ujar Julian.
To Be Continued ...
ayooo berjuangg.. rebut Al dari robin/Determined/
kurang gercep
jadi gemeuss sama Alexa
saat sama pak Julian nyerocos gak bisa diem
giliran sama Robin kalah telak
heduuh
sabar sabaar. semoga dadamu Makin lebar pak Julian