NovelToon NovelToon
Sang Muhallil Yang Tidak Mau Pergi

Sang Muhallil Yang Tidak Mau Pergi

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyesalan Suami / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Keesokan pagi di ruang kerja Mehmet terasa jauh lebih damai dan profesional.

Setelah pembersihan besar-besaran yang ia lakukan kemarin sore, udara di kantor kini terasa lebih bersih dari gosip murahan.

Di sudut ruangan, Stela duduk bersantai di sofa, matanya fokus pada layar laptop.

Ia sedang menyusun draf proposal untuk proyek amal Mehmet, berusaha menghilangkan sisa-sisa amarah dan rasa malu kemarin dengan berkonsentrasi pada pekerjaan.

Mehmet duduk di balik meja kerjanya, sesekali mencuri pandang ke arah Stela, senyum kecil tersungging di bibirnya.

Ia merasa lega melihat istrinya kembali ceria dan sibuk.

Tiba-tiba, ponsel Mehmet yang berada di atas meja bergetar.

Sebuah nama yang seharusnya sudah hilang dari hidupnya muncul di layar: Tasya.

Raut wajah Mehmet langsung berubah tegang. Ia melirik sekilas ke arah Stela yang tampak tenggelam dalam ketikan, lalu meraih ponselnya dan bangkit, berjalan ke jendela yang menghadap ke kota, menjauh dari jangkauan dengar Stela.

"Halo," sapa Mehmet dingin.

"Mehmet! Beraninya kamu! Kamu pulang ke Jakarta tanpa memberitahuku! Aku di Bali, Met! Kamu mempermalukanku!" Suara Tasya terdengar keras dan penuh tuntutan dari seberang telepon.

"Tasya, aku sudah menyelesaikan urusanku di Bali. Dan aku tidak punya kewajiban melaporkan jadwalku padamu. Kita sudah selesai," jawab Mehmet berusaha mempertahankan ketenangannya.

"Tidak! Aku tidak mau selesai! Kita harus bicara! Sekarang, Met! Aku tahu kamu di kantormu. Aku sudah kembali ke Jakarta dan aku akan datang ke sana kalau kamu tidak mau menemuiku!" ancam Tasya, suaranya terdengar histeris.

Mehmet memejamkan mata sesaat. Dia tahu Tasya tidak main-main.

Drama di lobi kemarin sudah cukup, dia tidak ingin ada keributan lain yang melibatkan Stela.

"Baik. Jangan datang ke sini," putus Mehmet cepat.

"Aku akan menemuimu. Di mana?"

"Cafe biasa kita. Dalam satu jam," pinta Tasya dengan nada yang sedikit melunak karena berhasil.

"Lima belas menit," potong Mehmet.

"Aku hanya punya waktu lima belas menit, dan setelah itu, jangan pernah menghubungiku lagi."

Tanpa menunggu Tasya membalas, Mehmet langsung mematikan panggilan, menyimpan ponselnya di saku jasnya.

Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menormalkan ekspresinya sebelum mendekati Stela.

"Sayang, aku keluar sebentar," ucap Mehmet, mengambil kunci mobilnya.

Stela, yang masih asyik mengetik dan terfokus pada layar laptopnya, hanya mengangguk tanpa menoleh.

"Hati-hati, Met," sahut Stela singkat, sama sekali tidak bertanya ke mana suaminya akan pergi, terlalu percaya dan fokus pada pekerjaannya.

Mehmet menatap punggung Stela sejenak. Ada sedikit rasa bersalah karena menyembunyikan pertemuan ini, tetapi ia yakin ini adalah cara tercepat untuk membereskan sisa-sisa masalah masa lalu agar tidak kembali mengganggu kehidupannya dan Stela.

Ia mencium puncak kepala Stela dengan lembut, dan tanpa berkata apa-apa lagi, Mehmet melangkah cepat menuju pintu dan menghilang di baliknya, meninggalkan Stela yang tetap sibuk dengan ketikannya.

Mehmet melajukan mobil sport mewahnya menuju kafe langganan yang sudah mereka sepakati.

Jantungnya berdebar, bukan karena gairah, melainkan karena keengganan.

Ia hanya ingin menyelesaikan drama ini secepat mungkin.

Sesampainya di sana, Tasya sudah menunggu di salah satu meja pojok, tampak cantik namun tegang.

Begitu melihat Mehmet, wajah Tasya langsung bersinar penuh harap.

Ia segera bangkit, siap menyambut Mehmet dengan pelukan.

"Mehmet!" seru Tasya, melangkah mendekat.

Namun, Mehmet segera menghindar. Ia tidak membiarkan Tasya menyentuhnya sedikit pun.

Ia hanya menarik kursi di seberang meja dan duduk dengan sikap formal, menjaga jarak.

Raut wajah Tasya langsung terluka. Ia menarik tangannya yang mengambang di udara dan duduk kembali.

"Kamu datang," bisik Tasya, mencoba tersenyum, meskipun matanya terlihat sedih.

"Aku datang karena kamu mengancam akan membuat keributan di kantorku," jawab Mehmet datar, langsung ke inti masalah.

"Tidak ada waktu untuk basa-basi, Tasya. Katakan apa yang ingin kamu katakan."

Tasya menghela napas, raut wajahnya berubah menuntut.

"Baik. Kalau begitu, aku tidak akan basa-basi. Kapan kamu menceraikan istrimu?"

Pertanyaan itu meluncur tajam, membuat Mehmet mengernyit.

"Bukankah kamu dulu menikah dengan Stela karena membantu Uwais untuk rujuk dengan Stela yang di mana Uwais menjatuhkan talak tiga? Perjanjian kamu sudah selesai, Met. Kamu tidak mencintainya. Sekarang saatnya kita bersama," Tasya melanjutkan, nada suaranya penuh keyakinan.

Mehmet menyandarkan punggungnya di kursi, memandang Tasya dengan tatapan tenang yang justru terasa dingin.

"Tasya, sepertinya kamu salah informasi, atau mungkin kamu masih hidup di masa lalu," ujar Mehmet.

Ia tersenyum tipis, senyum yang sama sekali tidak mencapai matanya.

"Dulu, memang benar aku menikahi Stela untuk menyelesaikan masalah talak tiga Uwais. Itu adalah tugas yang aku terima. Tapi itu dulu. Sekarang, situasinya sudah jauh berbeda."

Mehmet mencondongkan tubuhnya ke depan, tatapannya mengunci Tasya.

"Dengar baik-baik. Aku mencintai istriku, dan tidak ada perceraian yang akan terjadi. Tidak hari ini, tidak besok, tidak akan pernah."

Wajah Tasya langsung memucat, matanya mulai berkaca-kaca. Ia tidak menyangka jawaban Mehmet akan sekeras ini.

"Lalu aku bagaimana?" Suara Tasya tercekat.

"Aku mencintaimu, Mehmet. Kamu tahu itu. Kita memiliki hubungan, dan kamu berjanji..."

"Janji itu dibuat saat aku berpikir ini adalah pernikahan kontrak tanpa perasaan. Sekarang aku sadar, Tasya, bahwa wanita yang aku butuhkan, yang aku cintai, dan yang akan menjadi pendamping hidupku selamanya adalah Stela," potong Mehmet tanpa ampun.

Ia bangkit dari kursinya, melihat jam di pergelangan tangannya.

"Waktu lima belas menitku sudah habis. Aku minta maaf, Tasya. Aku tidak bisa."

Mehmet menatapnya untuk yang terakhir kalinya, tatapan penuh penyesalan atas kesalahpahaman yang dia ciptakan, bukan karena perasaannya.

"Hiduplah. Cari kebahagiaanmu sendiri. Jangan sia-siakan waktumu lagi untuk mengejar sesuatu yang tidak akan pernah menjadi milikmu."

Tanpa menunggu balasan Tasya yang sudah mulai terisak, Mehmet berbalik dan berjalan cepat keluar dari kafe, meninggalkan Tasya sendirian dengan kenyataan pahit yang baru saja ia terima.

Sementara Itu di perusahaan Mehmet dimana Stela masih duduk di sofa, fokus pada laptopnya.

Jari-jarinya menari di atas keyboard, berusaha menyelesaikan draf proposal.

Ia sama sekali tidak menyadari drama yang baru saja terjadi di kafe langganan suaminya.

Pintu ruangan yang tertutup rapat tiba-tiba dibuka perlahan dari luar. Stela tidak mendengarnya karena terlalu fokus.

"Maaf, Nyonya Mehmet, saya sudah bilang Anda tidak bisa langsung..." Terdengar suara lirih sekretaris Mehmet, Diaz, dari ambang pintu, yang langsung terpotong.

Stela mendongak, merasa terganggu. Ia terkejut bukan main. Berdiri di ambang pintu, dengan senyum sinis yang familiar, adalah mantan suaminya, Uwais.

Uwais mengabaikan Diaz yang tampak pucat dan cemas, dan melangkah masuk dengan santai, menutup pintu di belakangnya, membiarkan Diaz berdiri kebingungan di luar.

Stela segera menutup laptopnya, instingnya langsung menyala.

Ia bangkit berdiri, menatap Uwais dengan tatapan tajam dan waspada.

"Ada apa Uwais? Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Stela, suaranya berusaha keras terdengar tenang, meskipun jantungnya berdebar kencang.

Ia tahu Uwais tidak akan datang tanpa membawa masalah.

Uwais tersenyum lebar, senyum yang tidak sampai ke matanya.

Ia melangkah lebih dekat, meneliti Stela dari ujung kaki ke ujung kepala dengan tatapan mengejek.

"Oh, tentu saja aku datang. Aku dengar drama resepsionis kemarin. Luar biasa, ya. Suasana kantor seorang direktur utama," ujar Uwais basa-basi, mengabaikan pertanyaan Stela. Ia berhenti beberapa langkah dari Stela.

"Bagaimana bulan madu mu? Bahagia?" tanya Uwais, nadanya penuh sindiran tajam.

"Aku yakin sangat bahagia, mengingat kamu harus berbohong tentang perasaanmu demi membantuku kembali padamu."

Stela menarik napas, mencoba mengendalikan emosinya. Ia sudah muak dengan permainan dan manipulasi Uwais.

"Aku tidak mengerti maksudmu," jawab Stela, berusaha bersikap tegar.

Tatapan Uwais semakin menajam, senyum sinisnya menghilang, digantikan oleh ekspresi menuntut.

"Jangan pura-pura, Stela. Aku tahu kamu dan Mehmet berlibur ke Bali. Aku tahu itu. Tapi rencana kalian sudah gagal. Tasya sudah kembali," desisnya.

Ia lalu melontarkan pertanyaan utama yang membawanya ke sana.

"Dan kapan kamu menceraikan Mehmet?"

Tubuh Stela menegang. Pertanyaan itu terasa seperti tamparan. Namun, kali ini, ia tidak terintimidasi. Ia tidak lagi wanita yang sama yang bersedia menjadi boneka dalam rencana mantan suaminya.

Stela menundukkan kepalanya sejenak, bukan karena rasa malu, tetapi untuk mengumpulkan keberanian dan kepastian dalam hatinya.

Ketika ia mengangkat wajahnya lagi, matanya memancarkan ketegasan yang dingin.

"Aku tidak akan menceraikan Mehmet," ucap

Stela, suaranya rendah dan penuh keyakinan.

"Pernikahan ini tidak akan berakhir, Uwais. Tidak sekarang, tidak pernah."

Wajah Uwais langsung berubah kaku, kejutan terlihat jelas di matanya.

"Apa?!" serunya, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Apa yang baru saja kamu katakan, Stela?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!