 
                            S2 
Ketika dua hati menyatuh, gelombang cinta mengalir menyirami dan menghiasi hati.
Ini adalah kisah Raymond dan Nathania yang menemukan cinta sesungguhnya, setelah dikhianati. Mereka berjuang dan menjaga yang dimiliki dari orang-orang yang hendak memisahkan..
Ikuti kisahnya di Novel ini: "SANG PENJAGA "
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. 🙏🏻❤️ U 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. SP
...~•Happy Reading•~...
Belvaria tidak tahan berada satu ruangan dengan Devino dan Jennie. Bukan saja hatinya sakit, tapi juga matanya tidak tahan melihat Jennie menebar kemesraan bersama Devino. Seakan Jennie sedang menusuk mata dan hatinya dengan belati.
Sedangkan Devino bagaikan dipenjara oleh sikap Belvaria dan tindakan Jennie yang tidak mau melepaskan Belvaria. Hatinya bergolak dan ingin berontak, tetapi dia tidak bisa lakukan sesuatu untuk melepaskan diri, karena bayangan kehancuran karier menjadi momok yang menakutkan baginya.
Popularitas, fasilitas, hidup berkelimpahan harta bagaikan belenggu yang mengikat dan menekan langkahnya. Hati dan pikirannya lumpuh pada satu titik, rasa takut. Sehingga dia hanya bisa diam melihat yang terjadi, tanpa mampu melawan.
Sedangkan Belvaria yang ditinggal sendiri setelah kena sabetan pedang kata Jennie, jadi oleng. Tanpa sadar, tangannya mencari pegangan, agar tidak jatuh. "Ada apa?" Bisik asistennya yang tiba-tiba datang menolong dengan memegang lengannya.
"Poket, bawa aku keluar dari sini. Jangan sampai aku muntah." Bisik Belvaria sambil balik memegang asistennya. Mulutnya tiba-tiba terasa asam dan emosi akan meledakan sarafnya.
"Mari duduk sebentar. Aku harus pamit." Poket bergerak dan berpikir cepat melihat kondisi Belvaria yang tidak stabil. Dia berusaha menyelamatkan Belvaria dari kejadian yang lebih buruk.
Sejak Devino datang, Poket terus memperhatikan Belvaria. Dia khawatir Belvaria lakukan sesuatu yang bisa merusak acara gala dinner. Dia berpikir demikian, karena Belvaria sudah uring-uringan sejak berangkat dari apartemen.
Dia khawatir Belvaria lepas kontrol dan memaki Devino. Tapi dia tidak menyangka Devino akan datang bersama Jennie. Oleh sebab itu, dia terus memperhatikan dan matanya tidak beralih dari Belvaria. Agar bisa tahu yang terjadi.
Setelah pamit dari produsen dan sutradara, Poket membawa Belvaria keluar dari ballroom menuju tempat parkir. Dia terkejut merasakan lengan Belvaria sangat dingin. "Mau aku bawa ke rumah sakit?" Tanya Poket yang mulai was-was dengan kondisi Belvaria.
"Bawa aku ke toilet." Bisik Belvaria yang berusaha menahan cairan keluar dari mulutnya. Poket mengangguk dan membawa Belvaria menuju toilet terdekat.
Setelah Belvaria mengeluarkan isi lambungnya, dia keluar dari toilet dengan perasaan sedikit lega. Tanpa menghiraukan dandanannya berantakan dan tidak enak dilihat. "Ini, minum dulu." Poket menyerahkan botol minuman air mineral.
"Kuatkan hatimu. Jangan sampai orang-orang itu tertawa. Apa gunanya kau berusaha tampil spektakuler untuk acara ini, tapi berakhir di toilet?" Poket menyemangati sambil mengingatkan usaha Belvaria untuk hadiri acara gala dinner.
"Kita pulang saja. Aku sudah tidak bersemangat." Belvaria menyerah karena tidak tahan melihat Devino mengabaikan dia dan mendengar kata-kata sinis Jennie.
Belvaria tidak bersemangat, karena Devino tidak menunjukan sikap mau membelanya. Justru diam mendengar Jennie memaki dia, tanpa sedikit pun menunjukan rasa peduli dan mengikuti Jennie pergi.
"Kau harus terima sikap Devin. Dia terjepit di antara kau dan Jennie. Jika dia salah bersikap, hubungan kalian akan jadi trending dan mengalahkan film yang sedang diputar di bioskop." Poket mengingatkan setelah Belvaria duduk dalam mobil.
"Apa dia tidak bisa menunjukan sedikit perhatian padaku? Dia tidak mempedulikan aku." Belvaria berkata dengan nada geram bercampur sedih. Poket hanya bisa menggelengkan kepala dan tidak berkomentar.
Tiba-tiba Belvaria ingat Raymond. 'Walau marah atau bicara dengan nada keras, tapi Ray masih menanggapiku.' Matanya berembun ingat bagaimana Raymond selalu membelanya. Hatinya makin sakit ingat Raymond sudah tidak ada lagi untuknya.
"Mari kita pulang untuk hadapi hari esok." Poket berkata kepada Belvaria. Dia yakin, berita tentang Belvaria yang tiba-tiba menghilang dari acara gala dinner akan jadi perbincangan.
~*
Di sisi lain ; setelah Belvaria meninggalkan ballroom, Devino berbicara dengan Jennie. "Apa kau tidak bisa menahan mulutmu untuk tidak berkata kasar padanya?" Bisik Devino saat melihat Belvaria keluar dengan Poket.
"Mengapa? Kau merasa kasihan padanya? Mengapa tidak mengejar untuk menghibur dia?" Jennie balik berbisik, dingin.
"Ada perayaan begini, akan jadi perhatian dan pertanyaan kalau dia tiba-tiba tidak ada di tempat ini." Devino coba menahan diri untuk menjelaskan dan tidak membalas Jennie.
"Itu deritamu dan deritanya setelah bersenang-senang di atas penderitaan orang-orang yang mempercayai dan mendukung kalian." Ucap Jennie, pahit.
Tiba-tiba salah satu aktor pendukung mendekati Devino. "Mas Devin, boss minta waktu." Bisiknya sambil melihat Jennie.
"Silahkan." Jennie mempersilahkan, karena sudah tidak ada Belvaria yang akan mengganggu Devino.
Devino berjalan cepat mendekati produsen dan sutradara yang sedang berbicara serius. "Devin, apa terjadi sesuatu dengan Belva?" Tanya sutradara serius.
"Tidak, Pak. Ada apa?" Devino bersikap seakan tidak tahu.
"Tadi poket pamit, karna Belva tidak sehat."
"Tadi kami bicara, Belva baik-baik saja." Devino berusaha menutupi kejadian yang sebenarnya.
"Ok. Hati-hati dengannya. Kita sedang masa promo film, jangan sampai kegiatan promo terganggu karena dia sakit." Produser mengingatkan. Devino terdiam dan hanya bisa mengangguk.
Dia kembali duduk di dekat Jennie tanpa berkata-kata. Pikirannya terbagi ingat yang dikatakan produser dan sutradara juga kondisi Belvaria. Tapi dia tidak bisa lakukan sesuatu untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Di Bandung ; Raymond sudah masuk ke kamar paviliun setelah berbicara dengan Nathania. Dia tidak bisa langsung tidur. Keterangan Didit dan Nathania mengganggunya.
Ketika sedang berpikir, telponnya bergetar. "Iya, Jac." Raymond langsung merespon panggilan Jacob.
"Ray, masih bersama Thania?" Tanya Jacob.
"Ngga. Aku sudah di paviliun. Ada apa?"
"Aku kira ada bersama Thania. Aku mau kasih info mengenai anak buah Frans."
"Sudah ada info?" Raymond menegakan punggung.
"Sudah. Anggotaku baru kasih tahu. Pengendara itu, baru dua yang ditangkap. Pemilik motor yang satu pernah kunjungi Frans di tahanan..." Jacob melaporkan hasil penyelidikan anggota teamnya.
"Ok. Thanks. Aku akan bicara dengan Muel."
Setelah bicara dengan Jacob, Raymond bicara dengan Samuel. Tidak lama kemudian, Raymond menelpon Thania.
"Thania, sudah mau tidur?" Tanya Raymond saat Nathania merespon panggilannya.
"Belum, Pak. Masih lihat jari..." Nathania tidak meneruskan, karena mendengar nada suara Raymond.
"Ok. Tolong keluar ke teras, ya." Raymond meminta dan langsung keluar kamar.
"Ada apa, Pak." Nathania was-was dan bertanya sambil mendekati Raymond di teras.
Raymond menarik bahu Nathania dan memeluk. "Begini, tolong dengar aku. Ada sedikit perubahan. Besok aku harus kembali ke Jakarta bersama pengacara Samuel. Aku mau ikut mobilnya...." Raymond menjelaskan rencananya sambil mengelus punggung Nathania, agar tenang.
Dia khawatir Nathania akan sedih karena mereka baru bertemu dan dilamar, sudah harus berpisah lagi. "Apa terjadi sesuatu, Pak." Nathania bertanya ragu-ragu sambil menegakan kepala untuk menatap mata Raymond.
Sontak Raymond mencium lembut dahi Nathania. "Belum terjadi sesuatu. Tapi lebih baik mencegah dari pada sudah terjadi..."
Nathania mengangguk pelan dan menyandarkan kepala ke dada sambil mempererat pelukan sebagai tanda dia menerima keputusan Raymond.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
tak apa tidak mulus nantinya jalan kalian yg penting skrg happy dulu lah ya