NovelToon NovelToon
DRAGUNOV SAGA : Love That Defies The Death

DRAGUNOV SAGA : Love That Defies The Death

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / CEO / Mafia / Romansa / Enemy to Lovers / Roman-Angst Mafia
Popularitas:541
Nilai: 5
Nama Author: Aruna Kim

Apollo Axelion Dragunov, seorang mafia berhati batu dan kejam, tak pernah percaya pada cinta apalagi pernikahan. Namun hidupnya jungkir balik ketika neneknya memperkenalkan Lyora Alexandra Dimitriv, gadis polos yang tampak ceroboh, bodoh, dan sama sekali bukan tipe wanita mafia.
Pernikahan mereka berjalan dingin. Apollo menganggap Lyora hanya beban, istri idiot yang tak bisa apa-apa. Tapi di balik senyum lugu dan tingkah konyolnya, Lyora menyimpan rahasia kelam. Identitas yang tak seorang pun tahu.
Ketika musuh menyerang keluarga Dragunov, Apollo menyaksikan sendiri bagaimana istrinya berdiri di garis depan, memegang senjata dengan tatapan tajam seorang pemimpin.
Istri yang dulu ia hina… kini menjadi ratu mafia yang ditakuti sekaligus dicintai.
❝ Apakah Apollo mampu menerima kenyataan bahwa istrinya bukan sekadar boneka polos, melainkan pewaris singgasana gelap? Atau justru cinta mereka akan hancur oleh rahasia yang terungkap? ❞

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aruna Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Langit di luar tampak pucat, cahaya matahari masuk lewat jendela besar, memantulkan bias keemasan di atas perabot antik keluarga Dragunov.

Nenek Elira duduk di kursi berlengan tinggi, mengenakan setelan satin warna perak lembut. Di pangkuannya, secangkir teh hitam mengepulkan aroma mawar.

“Duduklah, Lyora,” katanya lembut namun mengandung wibawa dingin. Lyora menunduk sopan dan duduk di sofa seberang, menaut kan jemarinya di pangkuan.

“Bagaimana kabar Apollo hari ini?” tanya Elira tanpa mengalihkan pandangannya dari cangkir.

“Masih sibuk, Nenek,” jawab Lyora pelan. “Dia tampak lelah. mungkin karena urusan perusahaan.”

Elira tersenyum tipis, seperti seseorang yang tahu lebih banyak daripada yang dikatakan. “Lelaki itu memang terlalu keras kepala untuk tenang.”Hening sejenak. Elira menaruh cangkirnya di meja, lalu menatap Lyora dengan pandangan tajam, menusuk.

“Lyora, aku memanggilmu bukan hanya untuk minum teh. Aku ingin membicarakan pernikahanmu dengan cucuku.”

Lyora mengangkat kepala perlahan. “Pernikahan , kami?”

“Ya.” Elira menegakkan punggung. “Aku tidak melihat alasan untuk menunda lebih lama. Pertunangan sudah selesai, para pemegang saham juga sudah mengetahui. Maka—” ia berhenti sejenak, senyumnya muncul pelan namun tegas, “kita akan mempercepat tanggal pernikahan kalian.”

Jantung Lyora berdegup keras, tapi wajahnya tetap tenang. “Kenapa secepat itu, Nenek?”

“Karena aku tidak ingin rumor-rumor di luar berkembang. Kau tahu, Dragunov selalu punya musuh. Dan dengan menikah secara resmi, posisimu akan aman. Begitu juga reputasi Apollo.”

Lyora menunduk, menatap cangkir teh di hadapannya. Dalam benaknya, suara Elira terasa seperti keputusan pengadilan tanpa ruang untuk menolak.

Namun di balik ekspresinya yang lembut, matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam. Bukan takut, tapi seperti sedang menghitung sesuatu.

“Baik, Nenek,” ujarnya akhirnya, suaranya datar. “Kalau itu keputusan keluarga.”

Elira menatapnya lama, lalu tersenyum samar. “Bagus. Aku tahu kau gadis yang mengerti waktu."

Sementara itu, Eliot berjongkok di dekat pot bunga besar yang siang tadi disentuh Lyora. Ia mengenakan sarung tangan hitam, menyingkirkan tanah dengan alat kecil.

“Katanya dia menanam thyme…” gumamnya, suaranya pelan tapi penuh curiga.

Ia menggali pelan, lapisan demi lapisan, namun tidak menemukan apa-apa selain akar dan tanah lembap.Tidak ada chip. Tidak ada benda asing. Seolah-olah tak pernah ada apa pun di sana. Eliot memicingkan mata.

“Tidak mungkin aku salah tempat.”

Ia berdiri, mengelap tangannya, menatap sekeliling taman yang sepi. Burung-burung berkicau lembut di atas, tapi udara terasa terlalu tenang untuk disebut alami.

Ia merogoh saku, menyalakan alat kecil pemindai logam, hasil modifikasi internal Dragunov Security.Namun layar alat itu tetap menunjukkan hasil kosong.

Eliot mematikan alatnya, menarik napas pendek.“Dia memindahkannya…” katanya pelan, nyaris seperti gumaman untuk dirinya sendiri. “Pertanyaannya , kapan?”

Di kejauhan, dari arah jendela lantai dua, tirai bergerak pelan. Sekilas, seolah ada seseorang yang mengamati Eliot dari baliknya bayangan lembut berwajah cantik, yang tersenyum samar sebelum menghilang.

...****************...

Malam harinya kemudian...

Lampu kristal bergantung tinggi di langit- langit, memantulkan cahaya keemasan yang lembut ke permukaan meja panjang berlapis kain satin abu-abu.Suasana hening, hanya terdengar dentingan halus sendok dan garpu.

Elira duduk di ujung meja, elegan dengan kalung mutiara yang berkilau lembut di bawah cahaya lampu. Lyora duduk di sisi kanan, tampak tenang, sesekali mengaduk sup di piringnya tanpa benar-benar memakannya.

Apollo baru masuk dari pintu sisi barat—mantelnya masih menempel, wajahnya kelam.

“Duduklah, Apollo,” suara Elira lembut, tapi tegas seperti perintah halus yang tidak bisa ditolak.

Apollo menatapnya singkat, lalu menatap Lyora. Wanita itu menunduk sopan.Ia duduk, namun pandangannya tetap tajam, curiga.

“Eliot bilang Nenek memanggilku karena hal penting.”Elira menaruh sendoknya perlahan. “Benar. Aku sudah memutuskan sesuatu dan kau perlu mengetahuinya malam ini juga.”

Suara Elira terdengar lembut, namun tajam seperti ujung pisau yang disembunyikan dalam sutra.

Lyora mengangkat kepala perlahan, menatap Apollo dari ujung meja.“Kau dan Lyora akan menikah bulan depan,” kata Elira tenang, tanpa basa-basi.

Suara dentingan sendok Lyora berhenti di udara. Eliot yang berdiri di pojok ruangan menatap Apollo dengan ekspresi oh tidak..., sementara Johan memilih menatap langit-langit.

Apollo membeku sesaat.Lalu ia bersandar pelan di kursinya, menatap Elira lama. “Apa yang Nenek katakan?”

Elira menegakkan tubuh. “Aku mempercepat tanggal pernikahan kalian. Tidak ada alasan untuk menunda. Semua sudah siap, bahkan para pemegang saham menyetujuinya. Ini bukan hanya urusan keluarga, tapi juga urusan nama besar Dragunov.”

Ruangan mendadak terasa sempit. Api di perapian memantul di mata Apollo, menam bah kesan dingin pada ekspresinya.“Apa ini keputusan keluarga ” katanya pelan, “atau perintah?”

Elira menatapnya lurus. “Keduanya.”

Lyora yang sedari tadi diam, menatap meja tanpa bicara. Suara detak jam dinding terdengar jelas di antara keheningan.

Apollo berdiri tiba-tiba. Kursinya bergeser keras di lantai marmer, membuat Lyora sedikit tersentak.

“Pernikahan bukan proyek yang bisa kau atur dengan rapat direksi, Nenek,” suaranya rendah, tapi penuh tekanan.

“Aku tahu. Tapi untuk keluarga ini, cinta selalu datang setelah kewajiban,” jawab Elira datar.

Apollo menatapnya lama, lalu berpaling ke arah Lyora. Pandangan mereka bertemu , singkat, tapi cukup membuat dada Lyora terasa berat.Tatapan Apollo tajam, seperti menuduh sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya.

“Dan kau tahu tentang ini?” tanya Apollo akhirnya.Lyora membuka mulut, tapi suaranya lirih, nyaris seperti angin. “Aku hanya mendengar keputusan Nenek…”

“Dan kau tidak menolak?”

Lyora menatapnya, mata birunya redup di bawah cahaya lampu. “Apa aku punya pilihan, Apollo?”Sunyi.

Apollo menghela napas keras, matanya tertutup sejenak, lalu berbalik pergi tanpa menunggu izin. Mantelnya berayun ketika ia melangkah cepat keluar ruangan. Pintu besar menutup keras di belakangnya.

Elira tetap duduk tenang, menyesap tehnya lagi seolah tidak terjadi apa-apa.Sementara Lyora masih diam, menatap pintu yang baru saja menelan sosok Apollo, dan berbisik hampir tak terdengar:

“Kadang, bahkan pilihan yang kita tolak… tetap akan menarik kita ke arah yang sama.”

Sementara itu, Di luar Mansion..

Suara salju yang jatuh lembut terdengar samar di antara hembusan angin malam. Paviliun kaca itu berkilau di bawah cahaya bulan pucat—dindingnya tertutup lapisan embun beku, memantulkan siluet seorang pria yang duduk membelakangi pintu.

Apollo menunduk, jemarinya yang besar mengusap pelipis. Nafasnya berat, tercampur uap dingin dan amarah yang belum reda.

Ia baru saja keluar dari rumah itu—dari percakapan yang membuat darahnya mendidih.

Tiba-tiba, langkah ringan terdengar mendekat.

Lyora muncul di ambang pintu paviliun, mantel putihnya hampir menyatu dengan warna salju di sekeliling. Di tangannya ada mug hangat, aroma jahe samar menguar, tapi ia tak berani terlalu dekat.

“Tak apa kalau kau tidak ingin...”

suara Lyora lirih, hampir tenggelam di antara desir salju. “Aku tahu... ini bukan pernikahan yang kau harapkan. Kau masih mengingat wanita dari masa lalumu, ya?.,"

Apollo mendongak pelan. Cahaya dari lampu taman menyorot wajahnya,dingin, tak terbaca, tapi jelas ada sesuatu yang bergetar di balik tatapan itu.Alisnya berkerut tajam.

“Kau tahu dari siapa?”

Lyora menelan ludah. Ia tidak mundur, meski napasnya berembus gugup di udara beku.

 “Aku hanya menebak,” jawabnya pelan.

Hening. Beberapa detik yang terasa seperti menit. Lalu Apollo berdiri. Tubuhnya menjulang tinggi dan tegas di bawah cahaya bulan, sorot matanya kini berubah tidak lagi semarah sebelumnya, tapi lebih... terluka.

 “Jangan menebak hal yang tak kau pahami, Lyora,” ucapnya datar, tapi suaranya nyaris seperti bisikan yang pecah.

Ia melangkah pergi, meninggalkan Lyora yang memandangi jejak kakinya di salju , jejak yang perlahan terhapus oleh dingin malam.Salju kembali turun, menutupi jejak langkah Apollo yang makin menjauh. Suara pintu paviliun berderit perlahan saat tertutup oleh angin.

Lyora masih berdiri di sana, menatap punggung pria itu sampai benar-benar lenyap di balik tirai putih malam. Wajahnya tampak sendu matanya berembun, bibirnya bergetar seolah menahan sesuatu yang lama ingin pecah.

Namun perlahan, senyum samar muncul di sudut bibirnya. Senyum yang bukan karena bahagia, melainkan karena luka yang sudah terlalu dalam untuk dibiarkan diam.

“Kau juga merebut dia dariku,” bisiknya pelan.

Ucapannya bukan untuk Apollo , tapi untuk seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang dulu memanggilnya dengan lembut, lalu meninggalkannya dalam diam.

Pria itu... mungkin suaminya.

Atau mungkin, orang yang sama yang kini berdiri di tubuh berbeda.

1
tefa(♡u♡)
Thor, aku tunggu cerita selanjutnya, kasih kabar dong.
Aruna Kim: siap !. update menunggu
total 1 replies
shookiebu👽
Aduh, abis baca ini pengen kencan sama tokoh di cerita deh. 😂😂
<|^BeLly^|>
Ga nyangka bisa terkena hook dari karya ini. Jempol atas buat author!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!