Pemain Terahir DiGame Sampah Mendapatkan Class Dewa!
Langit Kota Zenith selalu menyala. Bahkan pada pukul tiga dini hari, lautan cahaya dari papan-papan iklan holografik raksasa dan jalur-jalur mobil terbang yang melesat di antara gedung pencakar langit membuat malam tak pernah benar-benar datang. Ibukota Federasi Astravan adalah monumen kemajuan umat manusia, sebuah kota yang tidak pernah tidur.
Di dalam salah satu unit apartemen sempit yang menjulang tinggi, Kenji tidak peduli dengan semua itu.
Baginya, satu-satunya dunia yang nyata saat ini adalah yang terpantul di ketiga monitornya. Cahaya biru dan ungu dari layar menjadi satu-satunya penerangan di kamarnya yang berantakan, menyoroti tumpukan kaleng minuman energi yang kosong, bungkus mi instan, dan kabel-kabel yang berserakan seperti ular logam. Udara terasa pengap, dipenuhi dengungan kipas pendingin dari rig komputernya yang bekerja keras. Di luar, tahun 2027 mungkin adalah puncak peradaban. Di sini, di dalam sangkarnya, Kenji sedang menaklukkan sebuah dunia yang telah lama mati.
Di monitor utama, sebuah pemandangan yang kacau balau terpampang. "Realms of Oblivion". Sebuah nama yang pernah membawa secercah harapan di kalangan penggemar MMORPG satu dekade lalu, kini telah menjadi lelucon—sebuah game "ampas" yang legendaris karena kegagalannya. Grafisnya kaku, animasinya sering kali patah, dan bug di dalamnya lebih banyak daripada jumlah pemain aktifnya.
Faktanya, jumlah pemain aktifnya saat ini adalah satu. Hanya Kenji.
"Lima tahun..." gumam Kenji pada dirinya sendiri, matanya yang kering dan memerah tak berkedip dari layar. Jari-jarinya menari di atas keyboard mekanis dengan kecepatan dan presisi yang menakutkan, sebuah simfoni klik-klak yang menjadi musik pengiring hidupnya. "Lima tahun grinding, eksploitasi bug, dan penderitaan. Semua untuk hari ini."
Prinsipnya sederhana, sebuah aturan yang ia tanamkan pada dirinya sendiri sejak pertama kali memegang controller game: apa yang sudah dimulai, harus diselesaikan. Prinsip konyol itulah yang menahannya di sini, di server kosong "Realms of Oblivion", jauh setelah semua temannya, semua guild, dan bahkan mungkin beberapa developernya sendiri, telah menyerah.
Di layar, karakternya, seorang prajurit raksasa bernama 'Ken'—nama yang tidak kreatif, ia akui—berdiri di depan gerbang takhta yang retak. Zirahnya adalah pemandangan yang aneh, gabungan dari berbagai set yang tidak serasi. Ada pelindung bahu dari set raid level 60 yang memiliki bug statistik pertahanan, helm dari quest level 45 yang secara tidak sengaja memberikan resistensi sihir yang abnormal, dan sepatu bot dari event musiman yang sudah terlupakan yang memungkinkannya melompat menembus tekstur dinding jika dilakukan dengan sudut yang tepat. Itu bukan set zirah yang indah, tapi bagi Kenji, itu adalah mahakarya efisiensi yang lahir dari ribuan jam penelitian.
Di hadapannya, duduk di atas takhta yang terbuat dari batu kosmik yang pecah, adalah tujuannya.
[Malakor, Sang Raja Glitch dari Kehampaan]
Bos terakhir dari "Realms of Oblivion". Entitas yang menurut rumor di forum-forum lama, tidak pernah benar-benar dimaksudkan untuk bisa dikalahkan. Desainnya adalah mimpi buruk. Sosok humanoid setinggi sepuluh meter yang diselimuti zirah hitam legam, tetapi teksturnya sering berkedip dan terkadang beberapa bagian tubuhnya menghilang sesaat. Di tangannya ada sebuah pedang besar yang mengeluarkan partikel-partikel data yang rusak alih-alih api neraka.
"Oke, Malakor," Kenji meregangkan jari-jarinya. "Mari kita selesaikan ini untuk selamanya."
Pertarungan dimulai. Malakor bangkit dari takhtanya dengan gerakan kaku yang tidak wajar. Ia mengangkat pedangnya, dan sebuah serangan proyektil ungu melesat ke arah Ken. Kenji tidak menghindar. Ia justru berlari ke kiri, ke sebuah pilar yang separuh hancur, dan berdiri di atas satu piksel spesifik di lantai. Proyektil itu menembus pilar seolah-olah pilar itu tidak ada, dan melewati tepat di atas kepala karakternya tanpa menimbulkan kerusakan.
"Hitbox bodoh," cibir Kenji. Itulah pesona "Realms of Oblivion". Pertarungan ini bukan tentang refleks atau strategi yang brilian. Ini adalah tentang menghafal cacat dalam program.
Selama satu jam berikutnya, ruang takhta itu dipenuhi oleh suara dentingan logam digital, ledakan sihir yang salah sasaran, dan geraman bos yang suaranya terkadang menjadi statis. Kenji bergerak seperti seorang penari yang hafal setiap langkah. Ia tahu bahwa serangan tebasan horizontal Malakor memiliki jangkauan yang lebih pendek dari yang terlihat. Ia tahu bahwa mantra hujan meteornya akan selalu jatuh di area yang sama jika ia memancing bos untuk bergerak ke koordinat tertentu. Ia bahkan tahu bahwa jika ia menggunakan "Potion Kekuatan Minor" tepat saat Malakor memulai animasi serangan pamungkasnya, AI bos akan mengalami error selama 1,7 detik—jendela waktu yang cukup untuk mendaratkan tiga serangan kritis.
Ini bukanlah pertarungan yang epik. Ini adalah eksekusi yang dingin dan terhitung. Setiap gerakan Kenji adalah hasil dari lima tahun penderitaan, lima tahun menjelajahi dunia kosong, melawan monster yang sama berulang kali, dan membaca ribuan baris kode permainan yang bocor di forum-forum lama. Dia bukan sekadar pemain; dia adalah arkeolog dari sebuah peradaban digital yang gagal.
HP Malakor perlahan-lahan terkuras. 90%... 75%... 50%...
Saat bar kesehatannya mencapai 40%, fase kedua dimulai. Tubuh Malakor mulai berkedip-kedip tak menentu, dan ia mulai berteleportasi secara acak ke seluruh ruangan. Bagi pemain normal, ini akan menjadi fase yang mustahil. Tapi Kenji sudah siap.
"Tiga teleportasi acak, diikuti satu ke tengah ruangan. Selalu begitu," desisnya, matanya melesat mengikuti pergerakan bos yang kacau.
Seperti yang diperkirakan, setelah tiga kali berpindah tempat secara gila, Malakor muncul kembali di tengah ruangan, meraung dengan suara yang terdistorsi. Inilah saatnya.
Kenji membuka inventarisnya dengan cepat. Ia tidak menggunakan pedang utamanya. Sebaliknya, ia mengeluarkan sebuah item yang tampak konyol: [Palu Karet Bugged]. Item dari event April Mop bertahun-tahun lalu yang seharusnya tidak memiliki nilai kerusakan sama sekali. Tapi Kenji tahu rahasianya. Jika item ini digunakan untuk menyerang target yang memiliki status 'Overload'—sebuah status debuff yang hanya bisa dipicu oleh Malakor pada fase keduanya—program game akan mengalami kebingungan perhitungan dan menganggap kerusakan palu itu sebagai nilai negatif, yang kemudian dibaca oleh sistem sebagai kerusakan maksimum.
Itu adalah eksploitasi paling konyol yang pernah ia temukan, tersembunyi di utas forum yang sudah mati selama delapan tahun.
Karakternya, Ken, berlari ke depan saat Malakor masih dalam animasi raungannya. Dengan satu ayunan yang tampak lemah, Palu Karet itu mengenai tulang kering sang Raja Glitch.
-9,999,999
Sebuah angka kerusakan berwarna merah darah memenuhi layar. Bar kesehatan Malakor yang tadinya masih 40% langsung anjlok ke 1%.
Bos itu terhuyung, seolah-olah sistem di belakangnya berteriak kesakitan. Animasinya menjadi sangat lambat. Kenji dengan cepat mengganti senjatanya kembali ke pedang utamanya. Ini adalah kesempatan terakhirnya. Ia mengaktifkan semua skill buff-nya, menuangkan sisa MP-nya yang terakhir ke dalam satu serangan pamungkas.
"Final Strike!"
Pedang di layar bersinar terang, dan dengan satu tebasan kuat, ia menghantam dada Malakor.
0 HP
Keheningan total.
Tubuh raksasa Malakor membeku di tempat. Selama beberapa detik, tidak ada yang terjadi. Kemudian, seperti kaca yang retak, teksturnya mulai pecah. Garis-garis kode hijau muncul di sekujur tubuhnya. Ia hancur menjadi jutaan partikel digital, meninggalkan ruang takhta yang kosong dan sunyi.
Kenji terengah-engah, lalu menyandarkan punggungnya di kursi dengan keras. Jantungnya berdebar kencang karena adrenalin dan kafein. Ia berhasil.
Ia benar-benar berhasil.
Sebuah senyum tipis yang langka terukir di wajahnya. Ia menunggu. Menunggu layar kemenangan, cutscene penutup, atau setidaknya credits yang berisi nama-nama developer yang telah menciptakan mahakarya gagal ini.
Satu menit berlalu. Tidak ada apa-apa. Layar hanya menampilkan ruang takhta yang kosong dan sedikit berkedip.
"Jangan bilang..." Kenji merasakan kekecewaan pahit menjalari dirinya. "Game ini настолько ampas sampai tidak punya layar penutup?"
Semua usahanya selama lima tahun... untuk ini? Untuk layar kosong? Ia merasakan gelombang tawa getir yang nyaris keluar dari tenggorokannya. Tentu saja. Ini adalah akhir yang paling pas untuk "Realms of Oblivion". Sebuah akhir yang sama kosongnya dengan dunianya.
Ia hendak menekan Alt+F4 untuk menutup program itu selamanya saat sebuah jendela baru tiba-tiba muncul di tengah layar. Jendela itu berbeda. Desainnya bersih, modern, dan sama sekali tidak cocok dengan antarmuka kuno game itu. Teks putih muncul dengan font yang tajam dan elegan.
[GAME TELAH DISELESAIKAN.]
Kenji mengerutkan kening. "Apa ini?"
Sebuah baris teks baru muncul di bawahnya.
[SELAMAT, PEMAIN TUNGGAL.]
'Pemain Tunggal'? Jantung Kenji berdetak sedikit lebih cepat. Sistem ini... tahu bahwa hanya dia yang tersisa? Ini bukan bagian dari game. Ini terasa seperti sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih... nyata.
BRMMMMMM....
Getaran halus mulai terasa dari lantai apartemennya. Lampu di kamarnya berkedip-kedip sebelum padam total, meninggalkan hanya cahaya dari monitornya. Dengungan aneh dan bernada rendah mulai memenuhi udara, seolah-olah berasal dari segala arah sekaligus.
Dengan firasat buruk, Kenji menoleh ke jendela. Pemandangan Kota Zenith di luar sana sedang mengalami kekacauan. Papan-papan iklan holografik raksasa berkedip-kedip dengan liar, menampilkan baris-baris kode acak sebelum lenyap menjadi statis. Mobil-mobil terbang mulai berjatuhan dari jalurnya seperti lalat mati.
Langit. Sesuatu yang aneh terjadi pada langit. Langit malam yang diterangi cahaya kota itu tampak... retak. Seperti kaca raksasa yang dihantam oleh sesuatu yang tak terlihat. Retakan-retakan itu memancarkan cahaya ungu yang menakutkan.
Kenji kembali menatap monitornya dengan ngeri, tetapi pesan di sana telah hilang. Sebagai gantinya, sebuah pesan baru yang lebih besar dan lebih mengerikan muncul, tidak hanya di layarnya, tetapi juga membakar dirinya di dalam retina matanya, seolah-olah itu diproyeksikan langsung ke otaknya.
Sebuah pesan yang dilihat oleh setiap manusia di planet ini.
[SINKRONISASI BESAR DIMULAI.]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments