NovelToon NovelToon
Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Identitas Tersembunyi / Harem / Romansa / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: ZhoRaX

Mati tertabrak truk? Klise.
Tapi bangun di dunia penuh sihir, monster, dan wanita cantik berbahaya?
Shen Hao tidak menyangka, nasib sialnya baru dimulai.

Sebagai pria modern yang tengil dan sarkastik, ia terjebak di dunia fantasi tanpa tahu cara bertahan hidup. Tapi setelah menyelamatkan seorang gadis misterius, hidupnya berubah total—karena gadis itu ternyata adik dari Heavenly Demon, wanita paling ditakuti sekaligus pemimpin sekte iblis surgawi!

Dan lebih gila lagi, dalam sebuah turnamen besar, Heavenly Demon itu menatapnya dan berkata di depan semua orang:
“Kau… akan menjadi orang di sisiku.”

Kini Shen Hao, pria biasa yang bahkan belum bisa mengontrol Qi, harus menjalani hidup sebagai suami dari wanita paling kuat, dingin, tapi diam-diam genit dan berbahaya.
Antara cinta, kekacauan, dan tawa konyol—kisah absurd sang suami Heavenly Demon pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZhoRaX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH 30

Setelah pesta dan upacara berakhir, bulan merah perlahan naik tinggi di langit malam.

Musim semi menebar aroma lembut bunga spirit lotus di halaman istana, sementara lentera merah masih berayun pelan di sepanjang koridor menuju kediaman utama sang Ketua Sekte.

Di sisi lain, Shen Hao berjalan pelan melewati aula besar itu dengan langkah kikuk dan wajah tegang.

Ia baru saja menerima tatapan tajam dari Enam Penatua Agung sebelum beranjak — tatapan yang bahkan lebih tajam daripada pedang spiritual mana pun.

Huo Lian sempat menepuk pundaknya keras sekali, api spiritual hampir menyambar dari tangannya.

“Satu hal saja, bocah,” ucapnya dengan senyum manis tapi aura mencekam. “Jika kau berani macam-macam pada Ketua kami malam ini, bahkan tulangmu pun tidak akan tersisa.”

Shen Qiyue menyilangkan tangan, petir halus bergetar di udara.

“Aku bisa mendengar dari jauh kalau kau melangkah satu inci melewati batas, paham?”

Hu Yue hanya tersenyum genit, ekor-eko rubahnya bergoyang pelan di udara.

“Hehe~ tapi kalau memang tidak tahan, panggil saja aku. Aku bisa menggantikan Ketua untuk ‘mengetes’ kesetiaanmu.”

Shen Hao hampir tersedak udara sendiri saat mendengarnya, sementara Bai Zhenya menatap datar, suaranya lembut tapi dingin.

“Aku sudah menyiapkan boneka roh sebagai penjaga. Kalau kau berbuat yang tidak-tidak, boneka itu akan langsung muncul.”

Lan Xiuying hanya menatap tanpa bicara, tapi ruang di sekitarnya bergelombang pelan, seolah memperingatkan bahwa ia bisa menghilangkan Shen Hao dari dimensi kapan pun.

Dan terakhir, Mei Ling’er, dengan wajah lembut dan senyum manisnya berkata paling halus—namun justru paling menakutkan:

“Kakakku memang tampak tenang, tapi jangan salah, ia bisa memusnahkan sekte besar hanya karena satu emosi. Jadi… tolong, perlakukan dia dengan hormat, ya?”

Setelah semua “petuah” itu, Shen Hao hanya bisa berdiri tegak, tersenyum kaku, dan menunduk berulang kali seperti orang yang hendak dihukum mati.

“Baik… baik… aku paham. Aku hanya akan bicara. Tidak macam-macam, tidak sentuh, bahkan napas pun aku atur…”

Dan kini, beberapa menit kemudian, ia berdiri di depan pintu kamar megah yang dihiasi tirai merah lembut.

Cahaya lentera di depannya menyorot bayangan samar seorang wanita yang duduk di dalam ruangan.

Suara lembut tapi jelas terdengar dari balik pintu,

“Masuklah.”

Shen Hao menelan ludah, lalu membuka pintu perlahan.

Di dalam, Mei Xian’er sudah duduk di kursi kayu berukir, rambut hitam panjangnya tergerai sampai menyentuh lantai, gaun merahnya berpendar di bawah cahaya lilin spiritual.

Tatapan matanya tenang, namun auranya—meski disembunyikan—tetap membuat Shen Hao ingin segera berlutut.

“Kau datang juga,” ucap Mei Xian’er datar, namun bibirnya sedikit melengkung.

“Aku kira kau sudah kabur dari sekteku setelah semua perhatian hari ini.”

Shen Hao menggaruk kepalanya, berusaha tersenyum kaku.

“Kabur? Hahaha… tidak, tidak, mana mungkin. Kalau aku kabur, aku yakin enam penatua itu sudah menunggu di setiap gerbang untuk membakarku hidup-hidup.”

Ucapan itu membuat sudut bibir Mei Xian’er terangkat sedikit lebih tinggi, nyaris menjadi tawa.

Ia menatapnya lama, lalu berdiri perlahan dan berjalan mendekat.

Gerakannya tenang, lembut, tapi langkah kakinya seolah menggetarkan udara.

“Aku tahu para penatuaku menakutimu,” ujarnya lembut. “Tapi… kau tidak perlu tegang. Aku tidak akan melakukan apa pun yang membuatmu tidak nyaman.”

Shen Hao hanya bisa menelan ludah dan mundur setengah langkah.

“B-baik. Tapi, uh… kalau boleh jujur, suasananya ini agak terlalu ‘megah’ untuk orang seperti aku. Aku bahkan belum terbiasa tidur di tempat yang kasurnya empuk, apalagi di kamar penguasa sekte.”

Mei Xian’er tersenyum halus dan duduk kembali, kali ini dengan tatapan lebih lembut dari sebelumnya.

“Kau masih saja berbicara seperti itu, seolah dunia ini mainan bagimu,” katanya pelan. “Tapi mungkin… justru itu yang membuatku memilihmu.”

Shen Hao terpaku sejenak, lalu mengalihkan pandangan.

Ia tidak tahu bagaimana harus merespons kalimat seperti itu dari seorang Heavenly Demon.

Hening meliputi ruangan sesaat — hanya suara lentera dan angin lembut yang berhembus dari jendela.

Mei Xian’er memandangnya lagi, kali ini dengan ekspresi lembut, tidak seanggun dan dingin seperti biasanya.

“Kau boleh istirahat. Besok kita akan membicarakan banyak hal… termasuk peran barumu di sekte ini.”

Shen Hao mengangguk cepat.

“B-baik, aku akan… tidur di sudut sana saja, boleh? Aku tidak ingin… eh, mengganggu.”

Mei Xian’er menatapnya sebentar — lalu menahan tawa yang nyaris pecah.

“Terserah kau, Shen Hao.”

Dan malam pun berakhir begitu saja — satu sisi penuh tawa kecil dan gugup, satu sisi lagi penuh keheningan lembut yang jarang dimiliki seorang wanita sekuat Mei Xian’er.

Namun di balik keheningan itu, baik Shen Hao maupun Mei Xian’er tahu… sesuatu di antara mereka mulai perlahan berubah.

Malam telah benar-benar larut.

Di luar, langit Luoyan diselimuti awan tipis, sementara lentera merah di halaman bergoyang pelan tertiup angin.

Cahaya lembut dari lilin spiritual di dalam kamar besar itu menari di dinding, memantulkan siluet dua sosok yang sama-sama terjaga.

Di sudut kamar, Shen Hao berbaring di atas tikar yang sudah ia gulung seadanya, matanya menatap langit-langit dengan pandangan kosong.

Kasur empuk megah di sisi lain ruangan terlihat lebih seperti jebakan baginya daripada tempat tidur.

Ia menghela napas panjang.

“Dunia macam apa ini…? Baru 2 tahun lalu aku masih di hutan, berburu kelinci spiritual… sekarang aku malah ‘menikah’ dengan dewi cantik yang bisa menghancurkan gunung dengan jentikan jari. Apa hidupku ini permainan lelucon para dewa?”

Ia menutup mata, mencoba tidur.

Tapi sekeras apa pun ia berusaha, napas lembut dari arah kasur besar itu — napas yang berirama tenang, halus, dan menenangkan — justru membuat jantungnya berdetak makin cepat.

Dan ketika ia membuka mata lagi, Mei Xian’er ternyata juga belum tidur.

Ia masih duduk di tepi ranjang, rambut panjangnya terurai lembut di bahu, menatap bulan yang temaram di balik jendela.

“Tidak bisa tidur?” suaranya pelan, nyaris seperti bisikan.

Shen Hao terdiam sebentar sebelum menjawab dengan jujur,

“Sulit tidur kalau ruangan ini terasa seperti kuil, dan di dalamnya ada iblis surgawi yang bisa membunuhku kapan saja.”

Nada suaranya santai, tapi Mei Xian’er tahu — itu setengah bercanda, setengah benar.

Ia menoleh pelan, menatap wajah pria itu yang terlihat gusar, namun jujur.

“Aku tidak akan membunuhmu,” katanya datar. “Kalau aku ingin melakukannya, aku sudah melakukannya sejak hari pertama aku melihatmu.”

Shen Hao menatapnya, lalu tertawa pelan.

“Lalu kenapa tidak? Aku bahkan tidak punya kekuatan untuk menahan diri kalau kau benar-benar menyerang.”

“Karena… aku ingin tahu kenapa seseorang sepertimu bisa membuatku berdiri dari singgasanaku waktu itu.”

Kata-kata itu menggantung di udara.

Shen Hao terdiam, tidak tahu harus menjawab apa.

Mei Xian’er sendiri menatapnya lama, dengan ekspresi yang sulit ditebak — campuran rasa ingin tahu, kagum, dan entah sedikit kehangatan.

“Kau aneh, Shen Hao. Aku tidak bisa membaca jiwamu. Bahkan kekuatan ilahiku pun menolak menembusnya.”

Shen Hao hanya mengangkat bahu.

“Kalau begitu mungkin aku cuma pria biasa yang beruntung bisa duduk di hadapan wanita paling kuat di dunia ini tanpa meledak jadi debu.”

Mei Xian’er menahan tawa kecil, lalu menunduk.

Untuk pertama kalinya malam itu, senyum tulus menghiasi wajah yang biasanya dingin dan berwibawa.

“Kau tidak seperti pria lain. Mereka menatapku dengan hasrat atau rasa takut. Tapi kau menatapku seperti… aku manusia.”

Shen Hao menatapnya balik, kali ini tanpa gugup.

“Karena menurutku, dewi atau iblis, pada akhirnya tetap manusia… yang juga bisa kesepian.”

Hening.

Udara di antara mereka perlahan menghangat.

Cahaya lilin memantul di mata Mei Xian’er yang tampak lembut dan sendu.

“Kau benar,” katanya akhirnya. “Kesepian itu… terlalu lama tinggal di sisiku.”

Mereka berdua terdiam cukup lama setelah itu.

Shen Hao menatap jendela, sementara Mei Xian’er masih menatapnya.

Dalam diam, mereka berbagi sesuatu yang bahkan kata-kata tidak bisa jelaskan — kehadiran yang anehnya terasa nyaman.

Menjelang dini hari, saat cahaya bulan mulai memudar, Shen Hao akhirnya menutup mata, dan untuk pertama kalinya sejak berada di dunia ini, ia bisa tertidur dengan tenang.

Mei Xian’er masih terjaga, menatapnya dari kejauhan.

Dan dalam hati kecilnya, ia berbisik,

“Mungkin… untuk pertama kalinya, aku tidak merasa sendirian.”

1
mu bai
sebaiknya menggunakan bahasa indo formal lebih cocok thor
ZhoRaX: ok.. nanti diubah
👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!