Vanya sengaja menyamar menjadi sekretaris yang culun di perusahaan milik pria yang dijodohkan dengannya, Ethan. Dia berniat membuat Ethan tidak menyukainya karena dia tidak ingin menikah dan juga banyaknya rumor buruk yang beredar, termasuk bahwa Ethan Impoten. Tapi ....
"Wah, ternyata bisa berdiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Ethan duduk sendirian di depan bar, di sudut remang-remang Levels Bar, ditemani sebotol penuh whisky yang kini tinggal setengah.
Malam itu, pikirannya dikuasai oleh kekhawatiran mamanya tentang masa depannya.
Setelah aku mencobanya, apa Mama sudah tidak memaksaku menikah lagi? Apa aku bisa membuktikan pada diriku sendiri bahwa aku 'normal'?
Ethan yang sudah terpengaruh minuman keras tidak bisa berpikir jernih lagi. Dia mengedarkan pandangannya dengan samar. Pandangannya menangkap seorang wanita bergaun hitam yang berdiri sempoyongan di dekat lorong kamar VIP.
"Sepertinya dia menarik juga. Berikan aku kartu akses kamar VIP," perintah Ethan kepada Manajer pub yang berdiri tak jauh darinya.
Manajer itu tersenyum lebar, menyodorkan kartu akses kamar VIP paling eksklusif. "Akhirnya, Tuan Ethan mencoba layanan khusus tempat kami. Kami jamin, Anda tidak akan kecewa. Semoga berhasil."
Ethan, mengabaikan perkataan manajer. Dia berdiri dan berjalan menuju wanita itu. Pengaruh al kohol membuatnya bertindak brutal. Dia meraih pinggang wanita itu begitu saja, menariknya mendekat, dan membawanya masuk ke dalam kamar VIP di ujung lorong tanpa basa-basi.
Begitu pintu tertutup, Ethan mendorong wanita itu hingga punggungnya menempel di belakang pintu. Dia menatapnya.
Pandangannya kabur beberapa kali, tetapi dia menyadari kecantikan wanita di hadapannya.
Rambut hitam terurai, mata yang tajam, dan bibir merah menyala. Wanita ini berbeda, dia memiliki aura liar yang menggoda.
Vanya yang sudah tidak bisa berpikir jernih karena campuran minuman dan obat bius samar yang dicampurkan di gelasnya, tidak mengenali siapa pria di hadapannya. Pikirannya melayang, dan ada dorongan gai rah yang belum pernah dia rasakan.
"Wah, kamu tampan sekali. Mirip oppa kesayangan. Mau bermain denganku malam ini? Atau kita buat kontrak saja sekalian, daripada aku dijodohkan sama pria impoten dan dijadikan kelinci percobaan?"
Kata-kata 'impoten' itu kembali menusuk telinga Ethan. Amarahnya meluap. Dia sama sekali tidak mengenali Vanya dengan penampilan ini. Dia hanya mengira wanita yang ada di depannya adalah wanita bayaran kelas atas.
"Tidak!" desis Ethan. "Jangan pernah menyebut kata itu! Karena aku akan membuatmu puas malam ini. Kamu tenang saja, aku akan membayarmu lebih."
Tanpa menunggu jawaban, Ethan mengangkat Vanya, memutar tubuhnya, dan menjatuhkannya ke atas ranjang besar. Dia mendekat dan mencium bibirnya dengan paksa, ciuman yang brutal dan menuntut.
Aroma manis dari bibir Vanya, bercampur dengan al kohol dan parfum mahal, membuat Ethan semakin lepas kendali.
"Sesak sekali... dia sangat brutal," gumam Vanya dalam hati, napasnya tercekat. Dia mencoba mendorong pria itu, tetapi kedua tangannya kini ditekan kuat di atas kepalanya. Ciuman itu tidak memberi ampun, indra pengecap Ethan menelusup dan menuntut segalanya.
Perlahan ciuman itu turun dan menelusuri leher putih Vanya.
"Rasa apa ini? Enak sekali?" Vanya, yang tidak pernah merasakan sentuhan seintim ini, merasakan otaknya dipenuhi kabut ke nik ma.tan. "Apa malam ini aku akan benar-benar khilaf?"
Vanya semakin mendongak pasrah. Bibirnya berdesis nikmat saat merasakan bibir dan li dah Ethan menyapu tubuhnya, menemukan titik-titik sensitif di dirinya.
Vanya semakin menggeliat, gai rah yang terpendam kini meledak. "Ternyata sangat enak dihisap begini," de sah Vanya saat Ethan bermain di dadanya.
"Kamu sangat manis," bisik Ethan. Dia menegakkan tubuhnya sesaat, melepaskan kemejanya, memperlihatkan otot-otot yang keras dan terbentuk sempurna.
Vanya membuka bibirnya, menatap tu buh menggoda itu. "Wah, tubuhnya bagus sekali." Dia menatap lebih dekat. "Tapi semakin dilihat kenapa semakin mirip Ethan ..."
Perlahan, Vanya menyentuh otot-otot keras di perut Ethan.
Tapi mana mungkin Ethan di sini! Tidak! Dia bukan Ethan kan? Pertanyaan itu terlalu kabur untuk dijawab.
Vanya mencoba duduk, semakin mendekati wajah Ethan, ingin memastikan siapa pria itu. Namun, Ethan mendorongnya lagi hingga dia kembali terbaring.
Ethan tidak menunggu lagi. Dia melepas gaun pendek Vanya dan membuangnya ke lantai. Dia juga membuka celananya sendiri, dan tanpa pemanasan lagi, dia langsung menindih Vanya.
"Tunggu dulu! Aku tidak ingin sampai sejauh ini!" Vanya berteriak, panik saat merasakan sesuatu yang keras itu akan menusuknya.
Ethan tak mendengar perkataan Vanya. Dia sudah menyerang Vanya tanpa ampun, didorong oleh amarahnya yang bercampur al kohol dan kebutuhan untuk membuktikan kejantanannya.
"Ah, sakit!" Vanya menjerit. Dia merasakan organ vitalnya robek oleh benda keras dan besar yang masuk tiba-tiba. "Besar dan keras sekali," de sah nya dengan air mata yang mengembun di ujung mata.
"Jangan berisik," bisik Ethan di dekat telinga Vanya, napasnya semakin memburu. "Kamu nikmati saja. Meskipun baru pertama, kamu tidak akan menyesal. Sangat sempit. Kamu masih pe ra wan?"
Vanya hanya memejamkan kedua matanya, rasa sakit itu perlahan berganti menjadi ledakan kenik matan yang baru pertama dia rasakan.
"Sakit, tapi enak. Terusin aja deh. Nanggung banget. Buat aku melayang seperti di film-film itu," rintih Vanya, kini menikmati setiap gerakan brutal Ethan.
Mereka semakin menggila. Suara mereka beradu dengan keras, memenuhi kamar VIP. Naf su yang tak terkendali itu berlangsung hingga beberapa jam, membawa keduanya ke puncak gai rah yang tak terhingga.
"Ini sudah ketiga kalinya." Ethan akhirnya melepas dirinya dari Vanya. "Aku, pria normal. Kamu harus tahu itu." Ethan membelai pipi Vanya yang kini telah memejamkan matanya.
Beberapa saat kemudian, Ethan juga tertidur. Namun, saat tengah malam telah lewat, ponsel Vanya terus berbunyi.
Tubuh Vanya yang terasa sangat lelah dan kepalanya yang pusing, meraih ponsel itu tanpa membuka kedua matanya. Dia merogoh tasnya dan mengambil ponsel lalu mengangkatnya tanpa melihat siapa. "Hallo ..."
"Vanya! Papa sudah menghubungi kamu puluhan kali! Kamu dimana?"
"Aku? Tadi sama teman-teman di levels bar, tapi sekarang ...." Vanya berkata tanpa sadar.
"Kamu di bar? Kenapa suara kamu seperti sangat mengantuk? Apa yang kamu lakukan?"
"Aku?" Vanya membuka kedua matanya. Dia menyentuh da da Ethan yang terbuka. Dia terkejut melihat Ethan yang tidur di sampingnya.
Seketika dia duduk dan melihat kondisi tubuhnya yang mengenaskan. "Jadi pria ini benar-benar Ethan?"
Seketika ponselnya terlepas dari tangan. Dia menutup mulutnya. Susah payah dia menolak perjodohan tapi dia justru menyerahkan tubuhnya begitu saja pada Ethan.
"Sebelum dia bangun, aku harus pergi dari sini." Vanya memutuskan panggilan begitu saja dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Dia segera memakai bajunya sebelum Ethan sadar dan melihatnya. Tapi setiap gerakannya terganggu dengan rasa sakit yang seperti menusuk.
"Aih, sakit sekali buat jalan. Ternyata dia tidak impoten tapi hyper!'
***
komen dong. 🤭