💔 Dikhianati & Dibangkitkan: Balas Dendam Sang Ibu
Natalie Ainsworth selalu percaya pada cinta. Keyakinan itu membuatnya buta, sampai suaminya, Aaron Whitmore, menusuknya dari belakang.
Bukan hanya selingkuh. Aaron dan seluruh keluarganya bersekongkol menghancurkannya, merampas rumah, nama baik, dan harga dirinya. Dalam semalam, Natalie kehilangan segalanya.
Dan tak seorang pun tahu... ia sedang mengandung.
Hancur, sendirian, dan nyaris mati — Natalie membawa rahasia terbesar itu pergi. Luka yang mereka torehkan menjadi bara api yang menumbuhkan kekuatan.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali.
Bukan sebagai perempuan lemah yang mereka kenal, melainkan sebagai sosok yang kuat, berani, dan siap menuntut keadilan.
Mampukah ia melindungi buah hatinya dari bayangan masa lalu?
Apakah cinta yang baru bisa menyembuhkan hati yang remuk?
Atau... akankah Natalie memilih untuk menghancurkan mereka, satu per satu, seperti mereka menghancurkannya dulu?
Ini kisah tentang kebangkitan wanit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Cacat di Balik Permukaan
Pagi hari di Whitmore Group terasa seperti pagi setelah revolusi. Udara dingin dari AC tidak mampu meredam panasnya suasana kantor. Kemenangan Natalie atas Aaron sudah pasti, tetapi ia kini berjalan di antara karyawan yang menatapnya dengan campuran rasa hormat yang baru ditemukan dan rasa ingin tahu yang tak tertahankan.
Ruang kerjanya terasa seperti kubikel kaca raksasa. Tuan Hadiningrat sudah menunggu, tumpukan berkas hukum dan kliping berita terhampar di meja.
"Perkembangan hukum berjalan baik, Nyonya," lapor Hadiningrat. "Jaksa Penuntut Umum menunjukkan minat serius pada berkas Aaron. Dia akan segera menghadapi penuntutan. Tetapi di luar sana, media telah menciptakan masalah baru."
Hadiningrat mendorong sebuah tablet ke hadapan Natalie. Headline berita gosip tampil mencolok dengan foto Natalie yang elegan di samping foto Arif yang berlumuran serbuk gergaji.
"Kisah Cinta CEO Jutawan & Tukang Kayu: Dari Bengkel ke Penthouse, Konflik Kepentingan atau Kisah Cinderella Modern?"
"Mereka mencampurkan pujian atas keberanian Anda dengan kritik tajam atas 'gaya hidup yang tidak sesuai'," jelas Hadiningrat, terlihat tidak nyaman. "Beberapa kolom menyarankan Tuan Arif hanya tertarik pada uang Anda, menggunakan kata-kata seperti 'aset baru' atau 'proyek amal CEO'. Mereka menciptakan narasi bahwa ini adalah hubungan trophy bagi Anda, dan penipuan bagi Tuan Arif."
"Tidak ada yang akan percaya bahwa orang yang menolak jaminan bernilai ratusan juta rupiah adalah seorang penipu, Tuan Hadiningrat," jawab Natalie, nadanya tegas, tetapi hatinya terasa perih.
"Masyarakat selalu percaya pada apa yang mereka ingin percayai, Nyonya. Dan mereka ingin percaya pada dongeng yang salah, atau skandal yang menguntungkan. Kita harus berhati-hati. Reputasi Tuan Arif kini menjadi perpanjangan dari reputasi perusahaan."
Pukulan terberat datang dari pihak yang seharusnya mendukungnya. Sore itu, Jonathan Hart, Ketua Dewan Direksi, memanggil Natalie ke ruang pribadinya. Hart, yang merupakan teman lama mendiang ayah Natalie dan kini berfungsi sebagai figur semi-paternalistik yang menjaga nama baik keluarga Ainsworth, menatap Natalie dengan kekecewaan murni.
"Natalie, apa yang kamu lakukan?" tanya Hart dingin, mengabaikan sapaannya. "Aku mengagumi cara kamu menghancurkan Aaron—itu langkah bisnis yang brilian. Tetapi kamu menukar kemenangan itu dengan martabat yang diperjuangkan mendiang ayahmu."
Hart berdiri, berjalan ke jendela. "Ayahmu percaya pada class dan garis keturunan. Bagaimana seorang Tukang Kayu bisa mendampingimu di acara-acara penting? Komunitas ini akan mencibir, Natalie. Mereka akan melihatnya sebagai reckless choice (pilihan sembrono) dan mengatakan kamu terlalu emosional untuk memimpin. Cinta yang jujur ini membuatmu terlihat lemah dan tidak profesional di mata para elit yang baru saja kamu menangkan."
Natalie meneguk ludah, menahan emosi yang bergejolak. "Tuan Hart, Arif adalah pria yang jujur. Kejujurannya menyelamatkan perusahaan. Integritasnya jauh lebih berharga daripada status sosial apa pun."
"Integritas tidak membayar dividen, Natalie! Dia tidak bisa menjadi pasanganmu di hadapan para stakeholder sejati," desis Hart. "Dia bukan salah satu dari kita. Kamu telah membiarkan pria ini menyerang posisimu di masyarakat. Aaron menyerang bisnismu; pria ini menyerang martabat terakhir nama Ainsworth!"
Natalie menatap Hart dengan tatapan datar. "Jika martabat saya runtuh karena saya mencintai pria jujur, maka biarlah. Saya telah lelah dengan kepura-puraan yang Anda sebut 'martabat'."
Hart menggelengkan kepala, kekecewaan mendalam terpancar di matanya. "Kamu membuat pilihan bodoh, Natalie. Pilihan yang akan kamu sesali ketika kebahagiaan sederhana itu hilang. Kita akan lihat apakah dia bisa bertahan di duniamu."
Sementara Natalie bergulat dengan elitisme korporat, Arif menghadapi agresi media di bengkelnya.
Siang itu, saat Arif sedang mengukur kayu ek untuk pesanan baru, dua reporter gosip nekad melompati pagar bambu bengkelnya. Lampu flash menyala tanpa ampun.
"Tuan Arif! Bagaimana rasanya menjadi kekasih CEO paling kuat di negara ini?" tanya salah satu reporter, menodongkan mikrofon. "Apakah Anda merasa terintimidasi oleh kekayaan Nyonya Ainsworth? Apakah benar dia membelikan Anda bengkel ini? Apa Anda akan berhenti menjadi tukang kayu sekarang?"
Arif merasa darahnya mendidih. Dia adalah pria yang tangannya terbiasa dengan palu, bukan mikrofon. Ia mendorong mereka menjauh dengan tegas.
"Pergi! Ini properti pribadi!" bentaknya, suaranya dipenuhi amarah. "Saya memenangkan tender ini dengan keringat saya sendiri! Saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari Nyonya Natalie Ainsworth!"
Foto bengkelnya yang sederhana, tumpukan serbuk gergaji di lantai, dan kaos lusuhnya yang berlumuran cat, kontras total dengan setelan biru tua Natalie yang menghiasi headline. Media hanya butuh narasi, dan narasi mereka adalah: "Orang kaya dan mainannya yang miskin."
Malam itu, Arif mengunjungi Natalie. Ia memeluknya dengan erat, tetapi tubuhnya tegang. Ia tidak lagi tampak bersinar seperti setelah konferensi pers; ia terlihat hancur.
"Aku tidak bisa, Nat," katanya, suaranya parau. "Aku tidak tahu bagaimana melakukan ini."
"Melakukan apa, Rif?"
"Menjadi 'pacarmu' di mata mereka! Aku merasa seperti penipu. Aku merasa seperti proyek yang kamu beli. Mereka membuatku terlihat lemah dan kamu terlihat seperti patron yang baik hati. Aku benci perdebatan tentang uangmu dan uangku!" Arif bangkit, mondar-mandir di ruang tamu Natalie. "Aku bangga pada pekerjaanku! Tapi di mata Hart, di mata media, di mata dewan—aku hanyalah 'Tukang Kayu Jujur', yang berarti aku tidak setara denganmu."
Ia berhenti, menatap Natalie dengan mata penuh keraguan. Keraguan yang bukan berasal dari cinta, melainkan dari harga diri.
"Aku bisa menghadapi Aaron. Aku bisa menghadapi dewan. Tapi bagaimana aku menghadapi dunia yang selalu ingin memisahkan kita berdasarkan uang?" tanya Arif, frustrasi. "Nat, apakah cinta kita cukup kuat untuk mengatasi perbedaan dua dunia yang mereka ciptakan ini? Aku tidak ingin kejujuranku menjadi beban bagimu. Aku tidak ingin menjadi alasan kamu dicibir."
Natalie merasakan serangan itu menembus pertahanannya. Ia baru saja dicabik-cabik oleh kritik Hart, dan kini kekasihnya sendiri meragukan fondasi hubungan mereka. Untuk pertama kalinya, ia melihat cacat di permukaan kemenangan mereka. Kemenangan atas Aaron hanya menyelamatkan Whitmore Group; cinta mereka harus berjuang keras untuk menyelamatkan diri mereka sendiri.
Natalie berjalan mendekat, memegang wajah Arif dengan kedua tangannya.
"Dengar aku, Rif. Aku telah memenangkan perusahaan, dan itu mudah karena aku tahu aturan mainnya. Sekarang, aku harus memenangkan kepercayaanmu. Kepercayaan bahwa perbedaan ini tidak penting bagiku," bisik Natalie, matanya berkaca-kaca.
"Tapi aku tidak bisa melakukannya sendiri. Aku butuh kamu untuk membuktikan kepada dirimu sendiri bahwa kamu pantas berada di sini. Aku butuh kamu untuk berjanji: kamu tidak akan lari. Kamu harus mengajariku bagaimana menjadi 'Natali' di duniamu—dunia yang jujur, tanpa kepalsuan. Dan aku akan membantumu menavigasi duniaku. Kita tidak akan pernah berbohong lagi. Kita harus jujur pada diri kita sendiri, bukan pada narasi media."
Arif menarik napas panjang. Ia melihat ketulusan di mata Natalie, keputusasaan yang sama yang ia rasakan. Ini bukan lagi tentang Aaron; ini tentang mereka melawan dunia.
"Aku berjanji, Nat. Aku tidak akan lari. Tapi aku butuh waktu untuk menemukan cara membuktikan kepada mereka bahwa aku layak berdiri di sisimu," balas Arif, menahan tangan Natalie. "Aku harus membuktikan bahwa Tukang Kayu Jujur adalah aset, bukan aib."