NovelToon NovelToon
KEHUDUPAN KEDUA

KEHUDUPAN KEDUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Junot Slengean Scd

Seorang kultivator legendaris berjuluk pendekar suci, penguasa puncak dunia kultivasi, tewas di usia senja karena dikhianati oleh dunia yang dulu ia selamatkan. Di masa lalunya, ia menemukan Kitab Kuno Sembilan Surga, kitab tertinggi yang berisi teknik, jurus, dan sembilan artefak dewa yang mampu mengguncang dunia kultivasi.
Ketika ia dihabisi oleh gabungan para sekte dan klan besar, ia menghancurkan kitab itu agar tak jatuh ke tangan siapapun. Namun kesadarannya tidak lenyap ,ia terlahir kembali di tubuh bocah 16 tahun bernama Xiau Chen, yang cacat karena dantian dan akar rohnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri..
Kini, Xiau Chen bukan hanya membawa seluruh ingatan dan teknik kehidupan sebelumnya, tapi juga rahasia Kitab Kuno Sembilan Surga yang kini terukir di dalam ingatannya..
Dunia telah berubah, sekte-sekte baru bangkit, dan rahasia masa lalunya mulai menguak satu per satu...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Junot Slengean Scd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB.6 LEMBAH SENJA & LONCENG JIWA ABADI

Malam itu, bulan sabit menggantung di langit bagaikan bilah pedang dingin.

Di bawahnya, bayangan seorang lelaki berjubah abu-abu berjalan menyusuri hutan sunyi. Langkahnya ringan, tapi setiap pijakan mengandung tekanan spiritual yang lembut — menandakan bahwa ia bukan orang biasa.

Itu adalah Xiau Chen.

Sejak meninggalkan Gunung Tianluo, ia telah berjalan selama tiga hari tiga malam tanpa henti. Tujuannya jelas: Lembah Senja, tempat yang disebut oleh roh Lian Er — lokasi pusaka ketiga Lonceng Jiwa Abadi.

Namun perjalanan ke lembah itu tidaklah mudah.

Tempat itu terletak di wilayah terlarang, di mana waktu tidak mengalir sebagaimana mestinya. Konon, mereka yang masuk tanpa restu jiwa akan terjebak selamanya, menjadi arwah yang melayang tanpa tubuh.

Xiau Chen berhenti di depan tebing tinggi yang diselimuti kabut ungu.

Kabut itu tampak biasa, tapi mata batinnya bisa melihat—di balik kabut itu terdapat pusaran ruang yang berlapis-lapis.

Setiap lapisan menelan waktu.

“Jadi ini gerbang menuju Lembah Senja…”

Suara Kitab Kuno bergema dari dalam jiwanya.

“Tempat ini bukan bagian dari dunia fana. Ia berdiri di antara waktu dan jiwa, dijaga oleh roh naga putih yang bahkan para dewa enggan menantangnya.”

Xiau Chen tersenyum tipis.

“Dulu aku mengajarkan naga putih itu tentang jalan kedamaian. Aku ingin tahu apakah ia masih mengingatnya.”

Ia melangkah masuk ke kabut.

Begitu melewati lapisan pertama, udara seketika berubah.

Semua suara lenyap — tak ada hembusan angin, tak ada nyanyian burung.

Yang tersisa hanyalah keheningan abadi.

Langit di atasnya tidak biru, melainkan berwarna keperakan seperti cermin raksasa.

Tanah di bawah kakinya memantulkan cahaya lembut, sementara lembah yang membentang di depan tampak seperti lukisan yang hidup.

Namun yang paling mencolok adalah sebuah menara batu di tengah lembah, di puncaknya tergantung sebuah lonceng besar berwarna putih mutiara.

Lonceng itu tidak bergerak, tapi dari kejauhan Xiau Chen bisa merasakan denyut jiwanya bergetar setiap kali menatapnya.

Lonceng Jiwa Abadi…

Xiau Chen melangkah maju. Tapi baru beberapa langkah, tanah di depannya bergetar pelan.

Dari kabut muncul puluhan sosok manusia berwajah kosong, mata mereka abu-abu, tubuh mereka transparan.

“Roh tanpa waktu…” gumamnya.

“Mereka yang gagal menaklukkan lembah ini.”

Para roh itu berputar mengelilinginya, mengeluarkan suara lirih seperti jeritan dari dasar hati.

“Kembalilah…”

“Waktu tak menerima dirimu…”

“Tinggalkan tubuhmu… bergabunglah dengan kami…”

Suara-suara itu menyeruak ke dalam pikirannya, mencoba menggoyahkan jiwanya.

Namun Xiau Chen hanya menutup mata, menarik napas panjang.

Cahaya lembut keluar dari tubuhnya, membentuk simbol Lingkar Jiwa Suci di sekelilingnya.

Dalam sekejap, semua roh itu terhenti, kemudian larut menjadi kabut.

“Masih sama seperti dulu,” gumam Xiau Chen tenang. “Hanya mereka yang tak mengenal jalan sejati yang terjebak di antara waktu.”

Ia melanjutkan langkahnya, menembus kabut lembah.

Setelah berjalan beberapa saat, suara dentingan lembut terdengar dari arah menara batu.

Nada itu seperti suara lonceng, tapi tak berasal dari logam.

Suara itu menggema langsung di dalam jiwanya — lembut, tapi mengandung kekuatan yang mampu membelah dunia.

Xiau Chen berhenti dan menatap ke arah sumber suara.

Kabut terbelah.

Seekor naga putih raksasa muncul dari dalam kabut, tubuhnya berkilau seperti kristal, matanya setenang air danau, namun dalam tatapannya tersimpan kekuatan kuno yang tak terukur.

“Manusia…”

Suara itu bergema di seluruh lembah.

“Seribu tahun telah berlalu, dan kini kau datang kembali. Namun, aku tidak mencium aroma kehidupan. Siapa dirimu?”

Xiau Chen menatap naga itu dengan tenang.

“Apakah kau sudah lupa padaku, Bai Long? Aku yang dulu mengajarkanmu berbicara, dan memberimu nama.”

Tubuh naga itu bergetar pelan.

Matanya yang besar menatap Xiau Chen lama, lalu pupilnya menyempit.

“Tidak mungkin… manusia itu sudah mati ribuan tahun lalu!”

Xiau Chen tersenyum lembut. “Mungkin memang begitu. Tapi jiwa tidak mengenal waktu.”

Hening sejenak. Lalu dari dada naga itu keluar cahaya putih lembut yang berputar seperti kabut perak.

“Jika kau benar Xiau Chen,” katanya pelan, “buktikan dengan kekuatanmu. Karena dunia telah berubah, dan bahkan aku tidak bisa percaya pada kenangan.”

Xiau Chen menunduk sedikit.

“Baik. Maka biarkan cahaya membuktikan jati diri.”

Ia menutup mata. Dari tubuhnya keluar aura lembut yang memancar perlahan — seperti sinar matahari pagi di musim semi.

Lalu dari balik punggungnya muncul bayangan dua makhluk agung: naga keemasan dan burung api merah, keduanya melingkar membentuk lambang Segel Suci Langit dan Jiwa.

Bai Long terdiam.

Matanya membesar, dan dari hidungnya keluar embusan udara kuat hingga lembah bergetar.

“Itu… segel suci milik Pendekar Suci Xiau Chen…”

“Benar-benar… kau…”

Tubuh naga itu menunduk perlahan, kepalanya menyentuh tanah di depan Xiau Chen.

“Maafkan aku, Guru Langit. Aku tidak tahu… kau telah kembali.”

Xiau Chen tersenyum tipis. “Bangkitlah. Tak ada guru dan murid dalam jalan langit. Aku datang bukan untuk penghormatan, tapi untuk meminta izin.”

“Izin?”

“Ya. Aku datang untuk Lonceng Jiwa Abadi.”

Mata Bai Long berubah teduh.

“Lonceng itu tidak bisa kau ambil begitu saja, Xiau Chen. Ia bukan pusaka biasa. Ia adalah inti waktu — sumber dari keseimbangan antara dunia fana dan alam roh. Jika kau membawanya keluar dari lembah ini, seluruh aliran waktu bisa terguncang.”

Xiau Chen menatap naga itu dengan tatapan dalam.

“Dan jika aku tidak membawanya, dunia akan jatuh ke tangan Mo Tian. Ia akan memutar waktu untuk membangkitkan kekuatan lama yang bahkan para dewa pun takut menatapnya.”

Nama itu membuat Bai Long menggeram rendah.

“Mo Tian… Pengkhianat itu masih hidup?”

“Reinkarnasi,” jawab Xiau Chen singkat. “Dan kini ia menanamkan benih kegelapan di sekte-sekte besar. Aku harus mencegahnya sebelum semua pusaka jatuh ke tangannya.”

Bai Long menatapnya lama.

Lalu menghela napas panjang, seperti angin dari langit.

“Baiklah. Tapi kau tahu aturan lembah ini. Setiap pusaka memiliki penjaga, dan penjaga tidak bisa menyerahkan pusakanya tanpa ujian.”

“Ujian seperti apa?”

“Ujian waktu dan hati.”

Tanah bergetar.

Cahaya putih melingkupi tubuh Xiau Chen, dan dalam sekejap pandangannya menjadi kabur.

Ketika ia membuka mata, ia tidak lagi berada di lembah itu.

Ia berada di masa lalu.

Langit berwarna biru jernih, suara tawa murid-murid bergema, dan di bawah pohon sakura berdiri Lian Er, muda dan ceria.

Ia tersenyum sambil melambaikan tangan.

“Guru! Guru lambat sekali! Hari ini kita latihan pedang!”

Xiau Chen terpaku. Dadanya bergetar hebat.

“Ini… masa laluku…”

Suara Bai Long terdengar di kejauhan.

“Inilah ujian hatimu, Xiau Chen. Waktu mengembalikanmu ke titik di mana hatimu terikat. Jika kau terperangkap dalam nostalgia, kau akan lenyap selamanya.”

Lian Er tersenyum, berlari mendekatinya.

Namun Xiau Chen tahu — ini hanyalah ilusi, bayangan masa lalu yang memanggil.

Tapi ketika tangan lembut itu menyentuh pergelangan tangannya, ia merasakan kehangatan yang nyata.

Begitu nyata hingga hatinya bergetar.

“Guru… mengapa wajahmu sedih?”

Suara Lian Er lembut, penuh kehangatan.

Xiau Chen menutup mata.

“Karena aku sudah membiarkan dunia ini hancur. Karena aku gagal menjagamu.”

Air mata jatuh dari matanya.

Namun tiba-tiba, Lian Er menatapnya lembut.

“Kalau begitu, perbaikilah. Bukankah itu tujuanmu hidup kembali?”

Suara itu, senyumnya, tatapannya — semuanya seolah menembus jiwa Xiau Chen.

Cahaya putih menyelimuti tubuhnya, dan perlahan ilusi itu mulai pecah seperti kaca retak.

Ketika ia membuka mata, ia kembali berdiri di hadapan Bai Long.

Di tangannya, sesuatu berkilau lembut — Lonceng Jiwa Abadi, seukuran telapak tangan, berwarna perak putih, berdenyut seperti jantung yang hidup.

Bai Long menatapnya dengan hormat.

“Selamat, Xiau Chen. Kau telah menaklukkan ujian waktu. Kini lonceng itu menjadi bagian dari jiwamu.”

Xiau Chen menatap pusaka itu lama, lalu berkata pelan,

“Waktu tidak bisa disembuhkan, tapi bisa diarahkan. Dengan ini, aku bisa menelusuri jejak Mo Tian.”

“Hati-hati,” kata Bai Long berat.

“Lonceng itu tidak bisa digunakan sembarangan. Setiap dentang akan menukar waktu dengan jiwamu sendiri.”

Xiau Chen tersenyum tipis.

“Dunia ini sudah menukar terlalu banyak jiwa. Satu lagi tak masalah.”

Ia membungkuk dalam-dalam kepada Bai Long.

“Terima kasih. Jika dunia kembali damai, aku akan kembalikan pusaka ini ke tempatnya.”

Bai Long mengangguk perlahan.

“Semoga langit melindungimu, Pendekar Suci.”

Saat Xiau Chen melangkah keluar dari lembah, angin senja menyambutnya.

Cahaya oranye matahari menyorot tubuhnya yang melangkah mantap.

Namun jauh di balik awan, dua mata merah menyala menatap dari kejauhan.

Suara tawa rendah terdengar menggema.

“Jadi… kau sudah mendapatkan pusaka ketiga, Xiau Chen? Hahaha… sempurna. Semua berjalan sesuai rencanaku.”

Kabut hitam menyelimuti cakrawala, membentuk simbol mata yang berputar perlahan.

1
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Bagus... walau dulu sektemu hancurkan saja kalau menyembah Iblis
Nanik S
Xiau Chen... hancurkan Mo Tian si Iblis pemanen Jiwa
Nanik S
Lebih baik berlatih mulai Nol lagi dan tidak usah kembali ke Klan
Nanik S
Hadir 🙏🙏
Girindradana
tingkatan kultivasinya,,,,,,,
Rendy Budiyanto
menarik ceritanya min lnjutin kelanjutanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!