NovelToon NovelToon
Siapa Aku Di Sisimu?

Siapa Aku Di Sisimu?

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Selingkuh / Nikah Kontrak / Cinta pada Pandangan Pertama / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:26k
Nilai: 5
Nama Author: Shalema

Sepuluh tahun ingatan Kirana terhapus. Saat membuka mata, Kirana mendapati dirinya sudah menikah dengan pria asing yang menyebutnya istri.

Namun, berbeda dengan kisah cinta yang diharapkan, pria itu tampak dingin. Tatapannya kosong, sikapnya kaku, seolah ia hanya beban yang harus dipikul.

Jika benar, Kirana istrinya, mengapa pria itu terlihat begitu jauh? Apakah ada cinta yang hilang bersama ingatannya, atau sejak awal cintanya memang tidak pernah ada.

Di antara kepingan kenangan yang terhapus, Kirana berusaha menemukan kebenaran--- tentang dirinya, tentang pernikahan itu, dan tentang cinta yang mungkin hanya semu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shalema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

POV Barra: Aku tidak bisa pergi

*Masih enam bulan lalu*

"Aaah... Hhh... Hhhh... "

Barra mendengar suara teriakan dan tarikan nafas seperti orang yang baru tenggelam. Kirana.

"Kira... Kira... Bangun!" Barra mengguncang bahu Kirana.

Kenapa Kirana berteriak? Apakah dia merasakan sakit? batin Barra khawatir.

"Mas... Kepalaku berdarah, sakit sekali. Mas... dadaku sesak. Tolong aku! Tolong!" tubuh Barra dipeluk Kirana dengan erat.

"Mas, Tolong aku! Mobilnya... "

Mobil? Jangan-jangan... Ingatan tentang kecelakaan...

"Tenang, Kira! Kamu selamat sekarang, sudah tidak apa-apa," Barra menepuk-nepuk punggung istrinya.

Kirana mulai tenang.

"Kamu sudah tidak apa-apa," Barra menatap wajah Kirana.

"Itu tadi? Mobilnya, mobilku?" tanya Kirana.

Apakah ingatannya kembali lewat mimpi?

"Kepalamu masih sakit?" tanya Barra lembut tidak mau menjawab. Tidak sebelum ia tahu apa yang sebetulnya sedng terjadi.

Kirana mengangguk kecil.

"Sakit sekali?" Barra menyentuh kepala Kirana.

"Enggak...," jawab Kirana pelan.

"Tidurlah lagi. Aku di sini. Aku akan menemanimu." Barra merebahkan tubuh Kirana. Menggenggam tangannya. Ia ingin memberikan perlindungan dan ketenangan pada Kirana. Memberikan keyakinan jika semuanya baik-baik saja.

Kirana tertidur kembali.

**********

"Dok, apakah ingatan istri saya bisa kembali lewat mimpi?"

Barra berada di ruangan dr. Nurman. Ia ingin mengkonsultasikan mimpi Kirana semalam. Barra menduga Kirana bermimpi tentang kecelakaan itu.

"Bisa saja, Pak," dr. Nurman menyadarkan punggungnya ke kursi.

"Dalam kasus amnesia parsial, otak tidak benar-benar menghapus memori. Ia hanya memutus jalan akses. Dan, kadang saat tidur, ketika kontrol kesadaran melemah, jalur-jalur itu terbuka kembali, meski untuk beberapa saat. Itu adalah tanda bahwa memori sedang mencari jalan pulang," jelasnya.

"Apalagi, kecelakaan itu merupakan peristiwa traumatik, yang tentu saja tidak akan mudah terhapus," tambahnya lagi.

"Lalu, apa yang harus saya lakukan, Dok?"

"Saya rasa Ibu Kirana sengaja memblokir peristiwa itu. Pasti sungguh mengerikan untuknya. Saran saya, jika memorinya memang mencari jalan pulang, biarkan terjadi dengan alami. Jika dalam keadaan sadar, ibu Kirana dipaksa untuk mengingat, seperti penjelasan saya sebelumnya, itu akan menyakitinya secara psikis dan fisik."

Perkataan dr. Nurman meresap dalam diri Barra.

Barra tengah membantu Kirana meminum obatnya. "Mas, mimpiku. Waktu itu di mo---?"

"Kita tidak perlu membicarakannya Kira. Itu peristiwa buruk, aku tidak mau kamu mengingatnya!" potong Barra dengan tegas. Ia tidak mau Kirana memaksakan diri.

**********

Barra baru saja menyelesaikan rapat dengan investor dari London. Badannya terasa pegal. Mungkin karena seminggu ini, ia tidur di sofa rumah sakit.

Barra masih menjaga jarak dengan Kirana. Sebetulnya, Barra bahagia melihat perkembangan Kirana yang terus membaik. Hari demi hari, Barra merasa Kirana kembali menjadi dirinya yang dulu. Kirana yang membuatnya jatuh cinta.

Tapi, justru itu yang membuatnya semakin takut. Takut kedekatannya dengan Kirana akan membawa cinta itu kembali. Cinta yang telah siap dilepaskan. Barra tahu dirinya akan hancur seandainya ingatan Kirana kembali. Ia tidak akan bisa melepas Kirana untuk yang kedua kalinya.

Lebih baik begini. Aku harus siap untuk melepasnya kalau sewaktu-waktu dia bisa ingat lagi, tekad Barra.

"Capek Mas?" Kirana bertanya.

"Hmmm...," Barra hanya membalas dengan gumaman. Ia memejamkan matanya. Barra sedang membuang kehangatan yang menyergap hatinya.

Setiap kali Kirana memperlihatkan perhatian, sekecil apapun itu, Barra dengan tegas menolaknya. Ia tidak mau terjebak dalam cinta yang semu.

Barra berjalan mendekati Kirana.

"Lagi apa?"

"Lagi gambar suasana di luar. Bagus tidak?"

Barra tidak menjawab. Pandangannya tertuju pada gambar senja di hadapannya.

"Menurutku kurang bagus. Sekarang ini, tidak tahu kenapa jariku terasa kaku kalau narik garis. Hmmn... Apa gara-gara kecelakaan itu ya? Apa berpengaruh?" tanya Kirana lagi.

Lukisanmu masih terlihat indah meskipun kamu sudah lama tidak memegang pensil dan kuas.

"Rapikan! Waktunya makan!" perintah Barra.

"Albarraka Hutomo!!"

Barra terlonjak. Suara mama. Bagaimana dia bisa tahu...

Barra melihat mamanya berjalan dengan cepat. Matanya penuh dengan kemarahan.

"Sedang apa kau bersama wanita ini?! Untuk apa kau mengurusi dia?!" teriak bu Tanti

"Mama pikir kamu masih di London. Ternyata di sini. Kamu berjanji sama mama... Katanya hanya hingga dia sadar. Lalu, kenapa kamu masih di sini?!" Suaranya makin meninggi.

"Ma... Sabar Ma!" Barra mencoba menenangkan.

"Gak Mau! Mama sudah cukup sabar sama wanita itu!" Bu Tanti menunjuk Kirana.

"Mas... Maaaf saya...Bu Tanti...," Bu Wulan masuk dengan setengah berlari.

Tentu saja, bu Wulan. Mama pasti menemui bu Wulan.

"Bu Wulan, jaga Kirana sebentar!" Barra menarik tangan mamanya keluar.

"Ih, apa sih?! Lepas Barra! Barra! Mama gak mau kamu di sini sama dia," protes bu Tanti.

Brak. Barra menutup pintu.

"Ma, tenang Ma. Ini rumah sakit. Banyak orang sakit di sini. Kita bicara di kantin," Barra mendorong bu Tanti masuk ke dalam lift.

"Jadi, ini yang kamu lakukan selama seminggu. Kamu coba bohong sama mama?" ucap bu Tanti tajam setelah mereka duduk di kursi kantin.

"Kalau aku tidak bohong, mama pasti akan marah," kilah Barra pelan.

"Tentu saja mama marah. Untuk apa kamu di sini. Ingat janjimu saat kecelakaan itu? Saat dia koma? Kamu janji akan pergi setelah dia sadar."

Barra memandang ke luar jendela.

"Barra?!" panggil Bu Tanti dengan suara tinggi.

Barra mengusap wajahnya. "Iya Ma, aku ingat!"

"Lalu? Sekarang dia sudah sadar. Kenapa kamu masih membuang-buang waktumu di sini."

"Keadaannya berbeda Ma. Kirana... Dia mengalami amnesia parsial. Tubuhnya juga belum bisa berfungsi seperti sebelumnya."

Dahi Bu Tanti berkerut.

"Kirana kehilangan ingatan sebagian. Dia gak ingat hidupnya 10 tahun ke belakang. Dia gak ingat sama kita."

"Yang benar?" Bu Tanti memastikan dengan nada penuh penekanan.

"Dia lupa sama kamu.... Apa kamu yakin, ini bukan akal-akalan dia?"

Barra melihat ke arah mamanya. Pandangannya tajam langsung menusuk ke jantung.

"Bisa aja kan? Supaya biaya rumah sakit masih ditanggung kamu?" Bu Tanti membela diri.

"Aku gak bisa tinggalkan Kirana dalam keadaan seperti ini. Aku tidak bisa pergi. Hanya sampai dia lebih baik. Tolong Ma,"

"Tapi, Barra. Perbuatannya sama kamu, sama kita. Jangan lupa juga sama AN---"

Suara panggilan masuk.

"Iya, Bu Wulan? Apa? Iya, aku ke sana..."

Barra berlari menuju lantai di mana kamar Kirana berada.

"Barra! Ada apa?!" Bu Tanti mengikuti di belakang.

"Kenapa Bu Wulan?" tanya Barra sesampainya di kamar.

Kirana menangis kesakitan. Barra baru melihatnya kali ini. "Kira... Kenapa?"

"Sakit Mas... Kepalaku sakit sekali," Kirana terisak sambil terus memegangi kepalanya..

Tidak tega, ia menarik Kirana dalam pelukannya. "Sus, ini gimana?"

"Kami sudah memanggil dokter jaga. Tunggu sebentar... " jelasnya.

"Sabar Kira... Tahan sebentar!" Barra berbisik di telinganya. Ia mengeratkan pelukannya, memberikan Kirana kekuatan.

"Permisi, Pak! Bu!"

Dokter jaga akhirnya datang. Barra mengurai pelukannya lalu melangkah mundur.

Dokter jaga langsung memeriksa Kirana. Memeriksa bekas jahitan di kepala istrinya. Hati Barra terpukul melihat garis kemerahan seperti ristleting panjang.

"Apakah ini juga terasa sakit Bu?"

"Iya dok, rasanya berdenyut," ujar Kirana. Air mata masih turun di pipinya.

Barra hanya diam memperhatikan hingga dokter selesai. Ia lalu bertanya kenapa Kirana bisa kesakitan.

Dokter memberikan penjelasan panjang. Tapi, yang Barra dengar hanya bagian Kirana sedang mencoba menggali ingatannya.

Barra mendekati Kirana. Menggenggam tangannya. Maafkan aku Kira, seharusnya di hari itu aku tidak memberitahumu kebenarannya. Jika saja aku bisa menahan diriku, kamu tidak akan mengalami kecelakaan itu.

Barra tidak menyadari saat dokter menyutikkan obat kemudian keluar bersama perawat. Ia berfokus pada Kirana.

Terus mengelus lembut rambut Kirana, hingga akhirnya tertidur. Barra menghapus sisa air mata di sudut mata Kirana.

"Tidur dia?" tanya Bu Tanti.

Barra melepaskan tangan Kirana lantas duduk dihadapan mamanya.

"Mama tidak setuju kamu di sini merawatnya! Kamu meninggalkan tanggung jawabmu pada perusahaan," tutur Bu Tanti menatap tajam anaknya.

"Kirana juga tanggung jawabku Ma. Aku masih suaminya," ucap Barra pelan namun ada ketegasan dalam nada bicaranya.

"Baiklah... Mama setuju dengan usulmu tadi. Hanya sampai dia lebih baik. Setelah itu, kamu harus kembali melanjutkan rencana kita. Tinggalkan Kirana!"

Barra membisu. Ia tidak mau berjanji.

"Kamu jangan lupa perbuatannya padamu. Pada keluarga kita!!" Bu Tanti kembali menegaskan agar anaknya sadar.

Barra menatap jarinya.

"Mama sangat membencinya. Mau sakit atau tidak, mama tidak suka dengan Kirana!"

Bu Tanti menoleh pada bu Wulan.

"Bu Wulan! Mulai besok jaga Kirana kembali. Barra akan kembali ke kantor."

"Barra?" Kamu dengar?! Dan segera hubungi Raisa, dia menunggu kabar darimu!"

Bu Tanti keluar.

Raisa... Barra lupa dengan Raisa. Wanita yang akan dinikahinya setelah berpisah dengan Kirana.

1
mama Al
bisa jadi Kirana akan lebih baik dari sebelumnya. doakan saja yang di takutkan tidak terjadi.
mama Al
ini masih flashback ya kak.
TokoFebri
tiap hari ga pernah bosen baca cerita karya author satu ini. tulisannya nggak berat. jadi untuk aku yang bacanya ga mau ribet itu cocok. alurnya juga bikin emosional. thank you Thor.
Dewi Ink
bayu ini tempat curhat yg tahu segala ya
TokoFebri
secara tidak langsung, Kirana yang baru udah mulai nyaman sama bara 🤣
TokoFebri
tidak ada batasan? ini adalah impian seorang istri. wkwwkw. tapi realitanya meskipun udah Di bebaskan, tetap saja mendahulukan yang lain wkwkw.
Dewi Ink
wah bakal ya kira dulu 😬
Ameee
Apa Kirana punya dendam pribadi sama keluarga Barra, terus balas dendam, tapi endingnya dia juga celaka makanya amnesia? soalnya semua orang benci dia 🤔
Ameee
Haishhh, Bu Wulan ngehalangin aja. Padahal readers udah penasaran ini 🤣
Ameee
Sedih tuh pasti 🥺
Saila Alka
tersepona...... 🤭
Saila Alka
bara sibuk terus!! dan selalu fokus
Rezqhi Amalia
galak aslinya baik🥹
Rezqhi Amalia
cuek banget
Cut syifa
selamat ya kira, ingatanmu sebagian mulai sembuh
Cut syifa
🤭🤭🤭 bahagianya aku💃💃💃
kim elly
kalo cocok gimana beli nya jauh 🤣
kim elly
kenapa sayang 😍😍
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
iya sih bener kmunya selalu ada, gak menghindar, tapi reaksimu justru nunjukin, kalau ada rahasia yg kmu simpan sambil marah² sendiri 😌
Cut syifa
thor, rajin rajin updatenya ya, ceritamu nyaman sekali🥰🥰🤩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!