NovelToon NovelToon
TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN

TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Penyelamat
Popularitas:949
Nilai: 5
Nama Author:

Alea, seorang wanita muda dan cantik, terpaksa menikahi Rian melalui perjodohan. Namun, kebahagiaan yang diharapkan pupus ketika Rian mengkhianatinya dengan berselingkuh dengan Gina. Patah hati, Alea memutuskan untuk bercerai dan meninggalkan Rian. Takdir berkata lain, bis yang ditumpangi Alea mengalami kecelakaan tragis. Di tengah kekacauan, Alea diselamatkan oleh Ben, seorang pria berkarisma dan berstatus sebagai bos besar yang dikenal dingin dan misterius. Setelah sadar, Alea mendapati dirinya berada di rumah mewah Ben. Ia memutuskan untuk berpura-pura hilang ingatan, sebuah kesempatan untuk memulai hidup baru. Ben, yang ternyata diam-diam mencintai Alea sejak lama, memanfaatkan situasi ini. Ia memanipulasi keadaan, meyakinkan Alea bahwa ia adalah kekasihnya. Alea, yang berpura-pura hilang ingatan tentang masa lalunya, mengikuti alur permainan Ben. Ia berusaha menjadi wanita yang diinginkan Ben, tanpa menyadari bahwa ia sedang terperangkap dalam jaring-jaring cinta dan kebohongan. Lalu, apa yang akan terjadi ketika ingatan Alea kembali? Apakah ia akan menerima cinta Ben, atau justru membenci pria yang telah memanipulasinya? Dan bagaimana dengan Rian, apakah ia akan menyesali perbuatannya dan berusaha merebut Alea kembali?

PELACAKAN

Ben mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, perasaan gelisah makin menjadi-jadi. Sudah tiga kali ia menelepon Alea dalam satu jam terakhir, tapi hasilnya nihil. Nada sambung bahkan tak terdengar, langsung masuk ke pesan suara. "Mungkin batreinya habis," pikir Ben mencoba menenangkan diri, tapi tetap saja ada yang mengganjal.

Ini pertama kalinya ia menelepon Alea, dan langsung susah dihubungi. Beberapa hari terakhir, Alea sangat patuh. Yang biasanya ia selalu memberontak. 

Jemarinya meraih ponsel lagi. Kali ini, ia mencari nomor Bi Ani, asisten rumah tangga di rumah. Setelah beberapa dering, Bi Ani mengangkat telepon.

"Bi," sapa Ben.

"Ia, Tuan. Ada apa ya, Tuan?"

"Bi, maaf ganggu. Bi Ani sedang di rumah?"

"Iya, Tuan. Lagi beres-beres sedikit."

"Begini, Bi. Saya dari tadi telepon Alea tidak bisa-bisa. Apa Alea sudah turun untuk sarapan, Bi?"

"Belum Tuan, sejak pagi saya ketuk tidak ada jawaban." Jawab Bi Ani

“Coba sekarang Bibi masuk ke kamar dan cek keadaan Alea,” perintah Ben

“Baik, Tuan,” jawab Bi Ani

Ben menunggu dengan napas tertahan. Terdengar suara langkah kaki Bi Ani dari seberang sana.

"Tuan, Nyonya tidak ada di kamarnya." jawab Bi Ani panik.

"Ya Tuhan, minta security untuk cek CCTV." Perintah Ben marah

"Baik, Tuan."jawab Bi Ani gugup.

Seketika, rahang Ben mengeras. Tangannya terkepal di atas meja. Wajahnya terasa panas, menahan luapan emosi yang sudah di ubun-ubun. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredam gejolak yang terasa menyesakkan dada.

"David!" bentaknya, suaranya menggema di ruangan kerja yang luas itu.

Tak lama kemudian, pintu terbuka dan seorang pria berjas rapi dengan rambut disisir klimis muncul. "Ya, Tuan Ben?"

"Siapkan pesawat pribadi sekarang juga. Aku harus segera kembali ke tanah air," perintah Ben dengan nada suara yang tak terbantahkan.

David, sang asisten, sedikit terkejut dengan nada bicara Ben yang begitu mendesak. "Tapi Tuan, masih ada satu meeting penting, sebetulnya ada apa Tuan?" tanyanya hati-hati.

"Tidak ada waktu untuk penjelasan. Lakukan saja!" jawab Ben dengan tatapan tajam. Ia bangkit dari kursinya dan berjalan menuju jendela besar yang menghadap ke kota. Pikirannya sudah melayang jauh, kembali pulang. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ia merasa firasatnya begitu buruk?

"Segera, David. Aku tidak mau menunggu lebih lama lagi," desis Ben, masih menatap kosong ke arah luar. Ia harus segera memastikan Alea baik-baik saja. Tidak peduli apapun yang terjadi, ia harus segera kembali.

"Tidak bisa, Tuan," jawab David dengan nada tegas namun tetap hormat. "Kepulangan Anda mendadak akan menimbulkan spekulasi yang bisa berdampak buruk pada harga saham perusahaan. Kita sedang dalam masa krusial, Tuan."

Mendengar penolakan itu, amarah Ben meledak. Tanpa bisa dikendalikan, ia melayangkan tinjunya ke wajah David. Pukulan itu keras dan telak, membuat David tersungkur ke lantai. Ben berdiri mematung, napasnya memburu. Ia menatap tangannya yang baru saja digunakan untuk memukul orang. Rasa bersalah dan penyesalan langsung menghantamnya.

Setelah beberapa saat, emosi Ben mulai mereda. Ia menghela napas panjang dan mencoba menenangkan diri. David bangkit perlahan, memegangi pipinya yang memerah.

"Maafkan aku, David," ucap Ben dengan suara lirih. "Aku... aku tidak bisa berpikir jernih."

David mengangguk pelan, mengerti dengan situasi yang sedang dihadapi atasannya. "Tidak apa-apa, Tuan. Saya mengerti."

Ben mengusap wajahnya kasar. Ia tahu David benar. Keputusan impulsifnya bisa menghancurkan banyak hal. Ia harus berpikir lebih jernih.

"Baiklah," kata Ben akhirnya. "Batalkan perintahku untuk menyiapkan pesawat. Tapi, aku punya perintah lain. Kumpulkan semua orang. Aku ingin kalian mencari Alea. Lacak keberadaannya, cari tahu di mana dia sekarang. Aku ingin semua informasi tentangnya secepat mungkin."

"Siap, Tuan," jawab David sigap. Ia tahu inilah yang terbaik yang bisa mereka lakukan saat ini. "Akan saya laksanakan segera."

David keluar ruangan dengan langkah cepat, meninggalkan Ben yang kembali dilanda kecemasan. Meskipun ia tidak bisa langsung kembali ke tanah air, setidaknya ia bisa melakukan sesuatu untuk mencari tahu keberadaan Alea. Ia berharap, Alea baik-baik saja, di mana pun dia berada.

Ben tertegun, jantungnya berdegup kencang. Ponselnya Ben berdering. Nama "Bi Ani" tertera di layar. Dengan tergesa-gesa ia mengangkatnya panggilan itu.

"Selamat siang, Tuan," sapa Bi Ani dari seberang sana, suaranya terdengar khawatir. "Maaf mengganggu, tapi saya harus melaporkan sesuatu yang penting."

Ben menarik napas dalam-dalam. "Bagaimana?" tanyanya dengan nada cemas.

"Begini, Tuan," Bi Ani memulai dengan hati-hati, "hasil rekaman CCTV menunjukkan Nyonya mengendap-endap keluar rumah dini hari tadi."

Ben mengerti dan menutup teleponnya.

Ben mengepalkan tangannya, amarahnya memuncak. "Berani-beraninya Alea mempermainkanku!" gerutunya. Selama ini, Alea hanya berpura-pura patuh dan penurut. "Sialan! Berani sekali dia!"

Tanpa membuang waktu, Ben meraih ponselnya dan menghubungi David, asistennya. "David, saya ingin kamu memajukan pertemuan dengan para petinggi perusahaan. Usahakan secepat mungkin, sore ini kalau bisa," perintahnya dengan nada tegas. "Setelah itu, siapkan pesawat pribadi. Saya harus segera pulang ke tanah air."

David, yang sudah terbiasa dengan perubahan suasana hati Ben yang cepat, segera mengiyakan. "Baik, Tuan. Akan saya urus sekarang juga."

Ben menutup telepon dengan kasar. Ia merasa dikhianati dan dipermainkan. Selama ini, ia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Alea, namun ternyata, semua itu hanya kebohongan belaka. Ia tidak sabar untuk segera pulang dan menghadapi Alea. Ada perhitungan yang harus diselesaikan.

Dengan langkah lebar dan raut wajah yang tak ramah, Ben menyelesaikan semua urusannya secepat mungkin. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal “Alea”. Setelah semua beres, ia bergegas menuju bandara untuk kembali ke tanah air.

"Pesawat sudah siap, Tuan," lapor David, yang setia mendampingi Ben.

"Bagus," jawab Ben singkat. "David, sebelum kita lepas landas, saya ingin kamu melacak ponsel Alea. Cari tahu di mana dia sekarang."

David mengangguk patuh dan segera menjalankan perintah Ben. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan informasi yang Ben tunggu-tunggu.

"Tuan, ponsel Alea terdeteksi berada di sebuah hotel di pusat kota," lapor David.

Ben menggeram marah. "Hotel? Dengan siapa dia di sana?" tanyanya dengan nada geram.

"Saya belum bisa memastikan, Tuan. Tapi saya sudah menghubungi para pengawal Anda dan memberikan instruksi untuk mengikuti Nyonya. Mereka akan memberikan laporan secepatnya."

Ben mengangguk, meskipun hatinya masih dipenuhi amarah dan kecurigaan. Ia menaiki pesawat dengan perasaan campur aduk. Perjalanan pulang terasa sangat panjang dan penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.

Dengan rahang mengeras, Ben mendesak, "Pastikan pesawat lepas landas secepatnya. Saya tidak punya waktu untuk menunggu."

David, yang memahami betul suasana hati atasannya, segera memberikan instruksi kepada pilot untuk mempercepat persiapan. Ben duduk di kursinya dengan gelisah, pikirannya dipenuhi bayangan tentang Alea dan apa yang mungkin sedang dilakukannya di hotel itu. Setiap detik terasa seperti siksaan.

Tak lama kemudian, pesawat mulai bergerak dan meluncur di landasan pacu, akhirnya mengangkasa membelah awan. Ben menatap keluar jendela, namun pikirannya tetap tertinggal di daratan, bersama Alea dan misteri yang menyelimutinya. Ia menggenggam erat sandaran kursi, berusaha meredam amarah dan kecemasannya.

1
Vash the Stampede
Aku sudah jatuh cinta dengan karakter-karaktermu, thor.
AyaShiyaa: Terimakasih atas dukungannya ❤️❤️
total 1 replies
emi_sunflower_skr
Ceritanya keren, bahasanya juga mudah dimengerti!
AyaShiyaa: Terimakasih atas dukungannya ❤️❤️❤️
total 1 replies
Ichigo Kurosaki
Ceritanya menghibur sekali.
AyaShiyaa: Terimakasih atas dukungannya ❤️❤️❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!