🌺Judul sebelumnya Pesona Cleopatra🌺
Cleopatra, wanita yang biasa dipanggil Rara menghipnotis banyak kaum adam termasuk kakak beradik Fahreza dan Zayn.
Tepat di detik-detik pernikahan Rara dan Reza, Zayn merenggut kehormatan Rara.
Rasa cinta Reza yang besar tak menyurutkan langkahnya untuk tetap menikahi gadis cantik bak ratu mesir di zaman dahulu itu. Namun, noda yang ada pada sang istri tetap membekas di hati Reza dan membuat ia lemah untuk memberi nafkah batin selama pernikahan.
Apakah Reza benar-benar tulus mencintai Rara? Atau Zayn, pria yang memang lebih mencintai Rara? bagaimana nasib Rara selanjutnya?
Baca sampe tuntas ya guys.
Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman baru
Rara dan Manda mudah sekali akrab. Kini mereka berjalan di dalam mall itu bersama. Kebetulan Manda juga ke mall ini hanya berdua dengan putranya.
“Kenapa ngga bawa stroler, Nda?”
“Repot, Mbak. Soalnya Manda naik taksi.”
“Ngga dijemput suami?” tanya Rara.
Manda menggeleng. “Dia sibuk, Mbak.”
“Sama, suamiku juga sibuk. Rencananya aku ikut dia ke sini supaya bisa manja-manjaan, jalan-jalan. Eh sampe apartemen langsung ditinggal kerja.” Rara tertawa.
“Iya begitulah punya suami sibuk, Mbak.”
“Iya.” Rara mengangguk, setuju dengan pernyataan Manda.
Sepanjang mereka berjalan bersama. Manda selalu ebrtanya tentang Rara.
“Mbak cantik banget. Si Noah bisa aja, ngebuntutin cewek cantik. Padahal masih kecil.” Manda menoel ujung hidup putranya.
“Masa sih?” tanya Rara tersipu malu.
“Iya, bener. Mbak.” Tiba-tiba Mand amnghelakan nafas. “Untung Noah ketemunya sama orang baik. Huh. Makasih banyak ya, Mbak.”
“Ih, kamu udah bilang makasih berapa kali dari tadi.” Rara merangkul lengan Manda.
Manda merasa memiliki teman. Pasalnya selama dua tahun di kota ini, ia yang cukup tertutup tidak memiliki banyak teman.
“Kamu tinggal dimana, Nda? Saya anter sekalian. Soalnya bawaan kamu banyak banget nih.” Rara membantu beberapa bawaan milik Manda.
“Iya, mbak. Ini belanjaan buat besok. Kebetulan besok Noah ulang tahun.”
“Oh, ya? Wah keebtulan banget dong,” kata Rara senang.
“Aku tinggal di jalan xxx,” jawab Manda.
“Bukannya daerah itu lumayan jauh ya dari sini.”
“Iya sih.” Manda mengangguk. “Habis mall ini paling lengkap. Jadi lebih enak ke sini.”
Rara ikut mengangguk.
Kemudian, Manda mengajak Rara ke rumahnya. Rara dan Manda termasuk orang yang selektif jika bertemu orang baru. Tetapi entah mengapa mereka langsung dekat dan tidak ada ketakutan sama sekali terhadap orang asing. Mungkin karena mereka memiliki kesamaan, yaitu sama-sama sendiri karena memilki suami yang super sibuk. Terkadang mereka menceritakan tentang rumah tangganya masing-masing.
“Suami aku orangnya dingin, Mbak. Dia tuh ngga bakal ngomong kalau ngga di tanya. Tapi kalau udah urusan Noah sih ngga,” kata Manda sembari menata barang belanjaannya setelah sampai di rumah.
Rara pun membantu Manda menata belanjaan itu di dapurnya. Sementara Noah tidur di kamarnya. Anak lelaki yang tampan dan lucu itu langsung tertidur saat mereka masih berada di taksi untuk pulang.
“Kamu masih muda, Nda. Nikah umur berapa?” tanya Rara.
“Mbak Cleo juga masih muda.”
“Aku udah tua Nda. udah umur 28 tahun. Dua tahun lagi masuk kepala tiga.”
“Tapi ngga keliatan. Malah aku kira mbak Cleo baru umur 25.”
“Ah, kamu bisa aja,” sahut Rara.
Akhirnya, semua barang yang Manda beli sudah tertata di dalam tempatnya masing-masing.
“Makan dulu ya, Mbak. Aku pesenin mie ayam enak di depan sana,” kata Manda.
“Ngga, Nda. Tadi kan di mall kita udah makan.”
“Iya, sih.” Manda nyengir.
“Oh iya, kamu ngga buat kue, Nda?” tanya Rara setelah memasukkan kue yang Manda beli tadi ke lemari es.
“Aku ngga bisa buat kue, Mbak. Emangnya mbak mau ngajarin?”
“Boleh, ayo!” kata Rara.
“Mbak ngga pulang? Nanti suami mbak nyariin.”
“Ngga, dia ngabarin mau pulang malem.”
“Oke deh kalau begitu.” Manda terlihat antusias dan tersenyum. Sungguh ia seang sekali bertemu dengan Rara, sifat Rara yang lembut dan ngemong membuat Manda seperti memiliki seorang kakak.
Manda mulai menyiapkan beberapa bahan makanan yang Rara sebutkan untuk membuat kue pelangi.
“Ini sudah, ini sudah.” Rara menunjuk ke arah beberapa bahan makanan yang disiapkan Manda.
“Apalagi, Mbak?” tanya Manda.
“Pewarna makanan,” kata Rara.
“Siap, itu aku ada. Tadinya aku emang pengen bikin kue ini dan lihat di google. Eh ada chefnya langsung, jadi enak.”
Rara tersenyum. Akhirnya hari-harinya di kota ini tidak sepi saat sang suami sedang mengurus urusannya.
Tiba-tiba Manda tertawa.
“Kenapa?” tanya Rara.
“Sebenarnya Manda tuh paling ngga bisa deket sama orang yang baru dikenal loh. Tapi ngga tahu kenapa sama Mba Cleo langsung enak gitu.”
“Iya, sama aku juga,” sahut Rara. “Tadinya aku pikir bakalan bosen disini, soalnya bakal ditingal-tinggal suami kerja. Eh, tapi ketemu kamu sama Noah. Pasti kalau aku balik ke Jakarta. Aku akan kangen kalian.”
Ya, seama di mall Noah memang sudah akrab dengan Rara, padahal biasanya Noah paling tidak bisa digendong orang lain. tapi dengan Rara, anak kecil itu senang.
“Aku ngga punya teman, Mbak. Di komplek ini orang-orangnya juga julid. Mereka sering membicarakan aku. Ya memang sih, aku salah, tapi merekan kan ngga tahu mengapa aku seperti ini,” kata Manda.
“Maksudnya?” tanya Rara tak mengerti ucapan Manda.
“Kalau aku cerita tentang aku. Mba Cleo ilfil ngga?”
“Apa?” Rara balik bertanya.
“Aku tuh istri kedua, Mbak.”
Rara terkejut dan terdiam.
“Mba pasti jadi ilfil ya sama aku? Pasti mba ngga mau lagi berteman dengan pelakor,” ucap Rara santai sembari memasukkan tepung dan mentega ke dalam wadah di depannya.
“Aku ngga berhak menjudge seseorang, Nda. Karena aku meyakini bahwa setiap keputusn itu diambil pasti ada sebabnya dan terkadang sebab itu datangnya bukan karena kita menginginkannya tetapi karena keadaan.”
Manda menatap wajah Rara dan meneteskan airmata. “Makasih, Mbak. Hanya jawaban dari Mba Cleo yang membuatku tenang.”
Rara mendekati Manda dan mengusap bahunya.
“Aku bertemu dia saat dia mabuk, Mbak. Saat itu dia ditinggal oleh teman-temannya dalam keadaan mabuk berat. Kebetulan waktu itu aku bekerja di kasir club malam itu. Aku memang mengenal dia, aku tahu siapa dia karena dulu aku pernah bekerja di perusahaannya walau tidak lama. Bosku di club menyuruh aku untuk membawa dia ke penginapan terdekat karena club kami akan tutup. Lalu, aku mengantarnya ke penginapan terdekat. Aku memapah dia ke tempat tidur dan merebahkannya.”
Rara mendengarkan dengan seksama penuturan Manda denmgan raut wajah sedih. ia ikut mencoba merasakan apa yang dialami Manda.
“Aku ingin menelepon istrinya, karena aku tahu bosku itu sudah memiliki istri. Lalu, aku meraba celana panjang itu dan merogoh bagian sakunya untuk mencari ponsel dia. Tapi di luar ekspektasi ternyata miliknya ikut menegang dan ia pun memaksaku melakukan itu.” Manda menangis.
“Dia mengambil kehormatanku, Mbak. Aku sedih tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa karena aku juga salah.”
Rara kembali mengusap bahu Manda. Keadaan yang semula penuh tawa menjadi dramatis.
“Lalu?” tanya Rara.
“Aku menghilang. Aku tidak pernah bertemu dengannya. Dai pun tidak mencari keberadaanku. Aku kembali ke jakarta dan bekerja sebagai kasir di sebuah restoran. Hingga kami bertemu dan dia pun kaget melihat perutku yang bulat. Dia tahu kalau dia adalah orang pertama yang menyentuhku dan satu bulan kemudian dia menikahi ku untuk bertanggung jawab atas bayi yang sebentar lagi aku lahirkan.”
“Jadi anak itu Noah?” tanya Rara.
Rara tidak terpikir sama sekali bahwa 'dia' yang diceritakan Manda adalah suaminya. Rara pun lupa kalau wanita yang sempat menjadi perhatiannya dulu si sebuah restoran makanan khas Italia adalah Manda. Dan Rara juga tidak tahu bahwa Manda adalah mantan sekretaris suaminya yang pernah mengantarkan dokumen dan terselip dokumen rumah sakit tanpa sengaja hingga kahirnya Rara mengetahui operasi pengangkatan rahim itu.
Manda mengangguk. “Kami bersama hanya karena Noah. Dan, dia hanya romantis ketika berada di luar rumah. Kalau di dalam rumah, kami seperti orang asing.”
Rara memeluk Manda. Ia tak bisa berkata apapun, Rara hanya menenangkan Manda dengan bahasa tubuh.
“Dia tidak pernah mencintaiku, Mbak. Aku juga tidak berani muluk-muluk mendapatkan cintanya, karena aku tahu dia sangat mencintai istrinya. Ingin sekali aku pergi darinya Mbak, tapi dia begitu menyayangi Noah dan Noah juga butuh sosok seorang ayah.” Isak tangis Manda kembali terdengar pilu di pelukan Rara.
Rara terus mengusap punggung rapuh itu. "Ya, aku mengerti posisimu."
Manda pun tidak tahu bahwa ia berkeluh kesah pada istri pertama suaminya. Manda atau Sarasmanda sebelumnya tidak pernah melihat Rara ketika ia masih bekerja pada Reza. Bahkan Foto Rara yang ada di meja Reza pun tidak berani ia lihat, walau pada saat itu ia ingin melihatnya, mengingat Doni selalu memuji kecantikan istri bosnya itu.