Alya, mahasiswi tingkat akhir yang cerdas dan mandiri, tengah berjuang menyelesaikan skripsinya di tengah tekanan keluarga yang ingin ia segera menikah. Tak disangka, dosen pembimbingnya yang terkenal dingin dan perfeksionis, Dr. Reihan Alfarezi, menawarkan solusi yang mengejutkan: sebuah pernikahan kontrak demi menolong satu sama lain.
Reihan butuh istri untuk menyelamatkan reputasinya dari ancaman perjodohan keluarga, sedangkan Alya butuh waktu agar bisa lulus tanpa terus diburu untuk menikah. Keduanya sepakat menjalani pernikahan semu dengan aturan ketat. Tapi apa jadinya ketika batas-batas profesional mulai terkikis oleh perasaan yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Sekuat tenaga Alya mendorong Reihan agar menjauh dari tubuhnya. Tapi usahanya itu sia-sia Reihan malahan memperdalam ciumannya.
Saat ini Reihan tidak bisa berpikir jernih. Dia benar-benar telah dikuasai oleh hawa nafsunya yang ingin segera ia tuntaskan.
“Mas… jangan—” suara Alya bergetar.
Reihan tidak mengindahkan perkataannya itu malahan semakin memperdalamnya.Alya mencoba menoleh, menghindar, namun tangan Reihan menahan tengkuknya. Ciuman itu semakin dalam, membuat tubuhnya kaku sekaligus melemah. Detak jantung Alya berpacu tak karuan, antara marah, takut, dan sesuatu yang tak bisa ia jelaskan.
“Mas… tolong berhenti…” lirihnya, putus asa
“Kenapa harus sekarang…” batin Alya, air mata menetes tanpa bisa ia cegah.
Reihan bergerak turun ke lehernya, meraba setiap inci dari tubuhnya. tubuhnya merinding tanpa bisa dikendalikan. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak yang semakin menghimpit.
"eughh" lenguhnya saat dia merasakan sesuatu yang menjalar di bawah sana.
Reihan menatap alya yang ada dibawahnya dengan sendu "maaf"
Alya hanya bisa menutup mulutnya dan menangis. Tangannya meremas sprei, air mata tak berhenti jatuh. Ia pasrah, membiarkan suaminya melampiaskan hasrat nya.
Reihan menundukkan wajahnya, keningnya menempel pada kening Alya, napasnya berat dan panas. “Alya…” hanya nama itu yang keluar dari bibirnya, penuh kerinduan, penuh desakan.
Dan malam itu, segala batas yang selama ini ia jaga runtuh begitu saja. Alya hanya bisa menangis dalam diam, menerima, meski hatinya terasa hancur.
Ketika akhirnya semua usai, keheningan menyelimuti ruangan. Reihan masih terengah, menatap wajah Alya yang basah oleh air mata. Tangannya terulur, menyentuh pipinya, namun Alya memalingkan wajah, tak sanggup menatap balik.
*
Alya membuka matanya perlahan, kepalanya masih terasa berat. ia menatap tangan yang melingkar diperutnya. Alya hanya bisa menatap kosong.
Tak lama kemudian, Reihan mulai bergerak. Matanya terbuka, dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah istrinya yang basah oleh air mata. Pelukannya refleks mengendur.
“Alya…” suaranya parau, serak, seolah ia sendiri sulit berkata-kata.
Alya tidak menjawab. Ia memalingkan wajah, menatap ke arah jendela, mencoba mengabaikan tatapan suaminya.
Reihan menegakkan tubuh, duduk di tepi ranjang. Kedua tangannya menutupi wajahnya, napasnya berat. “Aku… aku minta maaf,” katanya lirih. “Semalam… aku benar-benar kehilangan kendali. Aku nggak seharusnya…”
Kata-kata itu menggantung di udara. Reihan tak mampu melanjutkan.
Alya tetap diam, tapi dalam hatinya ia menjerit. "Sekarang minta maaf? Setelah semua yang terjadi? Maaf itu nggak cukup, Mas… nggak cukup untuk mengembalikan semua nya"
Reihan akhirnya menoleh padanya, matanya, menatap Alya dengan penyesalan mendalam. “Aku nyesel, Alya. Aku bener-bener nyesel.”
" udahlah mas, lagian semuanya udah terjadi. Ngga akan bisa kembaliin keadaan semula"
Alya perlahan menyingkirkan tangan Reihan yang masih berada di pinggangnya. Reihan hanya bisa mengikuti gerakannya dengan tatapan penuh sesal, tapi tidak berani menahan.
Dengan langkah pelan, Alya meraih gaun tidur tipis yang semalam terlepas di lantai. Ia kenakan sekadarnya, lalu berjalan menuju kamar mandi tanpa sepatah kata pun.
Begitu pintu tertutup rapat, tubuhnya bersandar lemas di baliknya. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh juga.
" kenapa, kenapa mas harus dengan cara seperti itu"
Ini bukan yang dia inginkan, bagaimana jika nanti mereka setelah bercerai, bagaimana nanti jika dia hamil.
Ia menghela napas, mencoba menahan sesak di dada. Perlahan, ia membuka shower, membiarkan air dingin mengalir membasahi tubuhnya. Rasa perih menjalar dari bawah sana, membuat tubuhnya meringis.
Air mata terus bercampur dengan air shower yang mengguyur wajahnya. Alya menunduk, berusaha tetap tegar meski seluruh tubuhnya berteriak sakit.
Di luar kamar mandi, Reihan duduk di tepian ranjang dengan kepala tertunduk. Hatinya dihantam rasa bersalah yang semakin kuat, tapi ia tahu tidak ada kata yang bisa memperbaiki luka AlyAir mata terus bercampur dengan air shower yang mengguyur wajahnya. Alya menunduk, berusaha tetap tegar meski seluruh tubuhnya berteriak sakit.
Di luar kamar mandi, Reihan duduk di tepian ranjang dengan kepala tertunduk. Hatinya dihantam rasa bersalah yang semakin kuat, baru saja dia ingin memperbaiki hubungannya dengan Alya, malah semakin membuat kesalahan yang fatal.
Tangannya terangkat, mengacak-acak rambutnya sendiri dengan kasar.
" bodoh .......bodoh lu Reihan " gumangnya lirih.
"Kenapa aku nggak bisa nahan diri? Kenapa harus sampai seperti ini?"
Reihan memejamkan mata. Bayangan wajah Alya tadi malam muncul jelas di kepalanya wajah yang pasrah, bukan karena cinta, tapi karena tidak punya pilihan.
Tangannya mengepal erat di atas pahanya. Ia merasa seperti pria paling rendah di dunia. Lelaki yang seharusnya melindungi istrinya, justru melukai dan memperlakukannya dengan cara yang tidak pantas.
“Seharusnya aku bisa lebih kuat. Seharusnya aku nggak biarin obat sialan itu menguasai aku… Alya…” bisiknya dengan suara parau.