NovelToon NovelToon
Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kaya Raya / Fantasi Wanita / Ruang Ajaib
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Aluna, seorang pekerja kantoran, punya satu obsesi: Grand Duke Riven Orkamor, antagonis tampan dari game otome yang seharusnya mati di semua rute. Baginya, menyelamatkan Riven adalah mimpi yang mustahil.

​Hingga sebuah truk membuatnya terbangun sebagai Luna Velmiran — putri bangsawan kaya raya yang manja dan licik, salah satu karakter dalam game tersebut.

​Kini, Riven bukan lagi karakter 2D. Ia nyata, dingin, dan berjalan lurus menuju takdirnya yang tragis. Berbekal pengetahuan sebagai pemain veteran dan sumber daya tak terbatas milik Luna, Aluna memulai misinya. Ia akan menggoda, merayu, dan melakukan apa pun untuk merebut hati sang Grand Duke dan mengubah akhir ceritanya.

​Namun, mencairkan hati seorang antagonis yang waspada tidaklah mudah. Salah langkah bisa berarti akhir bagi mereka berdua. Mampukah seorang fangirl mengubah nasib pria yang ia dambakan, ataukah ia hanya akan menjadi korban tambahan dalam pemberontakannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29 : Artefak Yang Bagus

Pertanyaan itu jatuh begitu saja, sederhana, tapi bagai ledakan bom di hati Luna.

"Jadi… bolehkah aku memilikinya?"

Luna membeku. Wajahnya memanas, pipinya meledak merah sampai terasa ke telinga.

"Apa!? Dia… dia minta cincin itu!? Kalau aku jawab salah, aku bisa mati karena malu. Kalau aku jawab benar, aku juga bisa mati karena malu! Aduh, kenapa begini, sih!"

Dengan tangan gemetar ia menyerahkan cincin hitam itu kembali, menunduk tajam agar tidak perlu menatap wajah sempurna Grand Duke.

“Te-tentu saja, Grand Duke. Artefak ini… akan membantu memulihkan stamina Anda…”

Riven, seperti biasa, menerimanya dengan tenang. Ia menyelipkan cincin hitam polos itu di jari telunjuknya. Seketika, aura vitalitas yang kuat dan hangat menyelimuti tubuhnya.

Ia bisa merasakan kelelahan dari pertarungan sebelumnya menguap, digantikan oleh energi yang meluap-luap. Riven secara refleks sedikit meregangkan bahunya, sebuah gerakan kecil yang membuat otot-otot di punggungnya menegang di balik kemejanya.

"Hm. Kau benar. Artefak yang bagus."

Luna ingin melempar dirinya ke rawa terdekat dan tidak pernah muncul lagi. "Kenapa setiap gerakan kecilnya kelihatan keren!? Kalau dia cuma minum teh saja, aku yakin bisa jadi festival seni internasional. Gila. Kalau aja aku lebih berani dan mengambil fotonya dengam smartphoneku!"

Gerbang lantai enam terbuka, dan dunia berubah total.

Udara lembap dan berat, bau tanah busuk dan daun yang membusuk menusuk hidung.

Kabut tipis melayang-layang rendah, menutupi rawa hitam yang tenang tapi terasa penuh ancaman. Pohon-pohon mati menjulang bengkok, siluetnya seperti tangan mayat yang memanggil dari kegelapan. Suara dengungan serangga tak terlihat dan bunyi delakan aneh dari kejauhan membuat bulu kuduk berdiri.

"Tempat ini…" Luna berbisik, tapi kata-katanya terputus oleh cipratan besar.

Seekor anaconda raksasa melesat keluar dari rawa, rahangnya terbuka lebar tepat ke arahnya.

Luna membeku. "Mati aku, belum sempat jadi istri Grand Duke sudah jadi cemilan ular—"

Namun, sebelum ia sempat menjerit, dinding es tebal muncul di depannya, melindunginya. Tubuh ular itu menghantam es dengan keras, membeku sebagian sebelum jatuh kembali ke air dengan bunyi gedebuk.

"Luna." Suara Riven tenang, tapi bagi Luna, itu seperti suara penyelamat. "Kamu ngapain? Kenapa melamun begitu?"

Luna tersadar dari keterkejutannya. Ia mengibaskan kipas Desera-nya dengan marah. Cahaya biru melintas cepat, memenggal dua ular lain yang mencoba menyerang dari sisi. Kipas itu kembali ke tangannya dengan anggun.

"Jadi, hadiah keberuntunganmu bisa memperkuat artefak?" tanya Riven, seolah semua ini hanya latihan ringan sambil dengan santai membekukan beberapa ular lagi.

"Ah... Iya," jawab Luna cepat, masih berusaha menenangkan detak jantungnya. "Bagaimana dengan Grand Duke sendiri? Apa hadiah Anda?" Dia sangat senang. Riven mengajaknya berbicara terlebih dahulu, itu artinya dia punya ketertarikan padanya, kan?

Riven tidak menjawab. Ia hanya menatap ke tengah rawa yang luas. Matanya menyipit, merasakan energi kehidupan yang jauh lebih besar bersembunyi di kedalaman. Lalu, bibirnya bergerak pelan.

"Biar kutunjukkan."

Seolah mendapat isyarat, air di tengah rawa bergejolak hebat. Dua kepala Titanoboa hitam sepanjang dua puluh meter bangkit dari kedalaman, mata mereka merah menyala penuh kebencian. Ratusan anaconda lain mengekor di belakang mereka, mendesis serentak hingga rawa itu sendiri terasa bergetar.

Luna membelalak. "I-Ini? Ini Raja Monster lainnya!? Ada dua... kita mana bisa—"

Tapi Riven malah melangkah maju. Kakinya menginjak permukaan rawa yang hitam, berdiri di atas air seolah bumi sendiri tunduk padanya.

"Aesthetic."

Energi magis yang absolut meledak darinya. Dalam sekejap, rawa hitam itu membeku. Suara retakan es yang dalam dan membahana menggema di seluruh gua, membungkam desisan para ular selamanya. Semua monster terperangkap dalam posisi menyerang mereka, bahkan kedua Titanoboa raksasa itu tak berdaya.

Tapi Riven tidak berhenti di situ. Pilar-pilar es hitam yang tajam menjulang dari permukaan, mengangkat tubuh ular-ular beku itu ke udara, membentuk monumen-monumen seni pembantaian.

Bunga-bunga kristal es hitam yang rumit Dan berduri bermekaran di sekitar pilar, jembatan-jembatan es melengkung indah di udara, dan menara-menara hitam yang ramping tumbuh menusuk langit-langit gua.

Dalam hitungan detik, rawa yang kotor dan menjijikkan itu lenyap. Berganti dengan sebuah istana es yang begitu agung dan menyeramkan, seindah mimpi buruk yang megah.

[Lantai 6 Menara Alat Tersihir Ditaklukkan!]

Notifikasi biru itu muncul di hadapan Luna, tapi ia bahkan tidak berkedip. Mulutnya sedikit terbuka, matanya gemetar, napasnya tercekat oleh pemandangan di hadapannya.

"Dia… dia benar-benar mengubah seluruh medan perang menjadi sebuah karya seni… kemampuan macam apa itu? Aesthetic? Riven di game hanya ditunjukkan membangun jembatan megah, tapi ini.... ini sudah seperti Dewa Seni. Ya Tuhan, apa aku boleh jatuh cinta lebih dari ini?"

Riven menoleh padanya, wajahnya tenang seakan tidak ada hal luar biasa yang terjadi.

"Ayo lanjut. Waktu kita tidak banyak."

Luna buru-buru menutup mulutnya, tapi wajahnya merah padam. Ia melangkah mengikuti Riven, berjalan di atas jembatan es yang baru saja tercipta. Di bawah kakinya, ia bisa melihat wajah beku Titanoboa yang terperangkap dalam keabadian. Skala kekuatan ini... benar-benar di luar nalar.

"Luna… tolong kendalikan dirimu. Kau seorang putri bangsawan, bukan penggemar histeris… walau... Astaga, dia tadi berdiri di atas air dan… Wush! Istana es muncul! Oh Tuhan, kenapa dia harus sekeren itu, kenapa harus setampan itu!?"

Di tengah istana es yang sunyi, keindahan yang mematikan mengelilingi mereka. Tapi bagi Luna, satu-satunya hal yang lebih berbahaya dari semua itu… adalah pesona Riven Orkamor sendiri.

Saat mereka berjalan melintasi istana es yang sunyi itu, Riven tiba-tiba berhenti. Keheningan yang megah mengelilingi mereka, hanya dipecah oleh suara samar retakan es di kejauhan.

​"Kau tidak akan memeriksa hadiahnya?" tanya Riven, suaranya menggema pelan di antara pilar-pilar es.

​Luna tersentak dari lamunannya. "Ah, benar! Hadiah!"

​Ia segera fokus pada layar notifikasi pribadinya yang masih melayang. Di bawah pemberitahuan penaklukan lantai, ada ikon peti harta karun.

​[Hadiah Penaklukan Lantai 6 Diterima!]

[Memperoleh Artefak Liontin Hati Titanoboa x2]

​"Liontin Hati Titanoboa?" Luna membukanya untuk melihat deskripsi.

​《Liontin Hati Titanoboa》 —Deskripsi: Sebuah liontin yang dibuat dari jantung sihir Titanoboa. Memberikan pemakainya resistensi tinggi terhadap semua jenis racun dan bisa. Juga memberikan peningkatan regenerasi mana dalam jumlah kecil secara terus-menerus.

​"Artefak yang sangat berguna," gumam Riven, seolah bisa membaca pikiran Luna. "Simpan satu. Kita tidak tahu monster macam apa yang ada di lantai atas."

​Luna mengangguk, memasukkan kedua liontin itu ke dalam penyimpanannya. Ia lalu memberanikan diri menatap Riven. "Artefak ini hebat... tapi sihir Anda tadi... itu bukan sekadar atribut es biasa, kan? Itu adalah kemampuan baru yang Anda dapatkan?"

​Riven menatap karyanya sejenak — istana es yang lahir dari kehendaknya. "Bukan kemampuan baru," koreksinya.

"Lebih seperti... pemahaman baru. Jantung Naga Palsu itu tidak memberiku kekuatan baru, tapi memberiku pencerahan tentang bagaimana sihir bekerja."

​Dia menoleh pada Luna, matanya yang biru safir tampak begitu dalam. "Sihir bukan hanya tentang elemen. Es, api, air... itu semua hanyalah medium. Intinya adalah 'konsep' yang kau paksakan pada medium tersebut."

​"Konsep?" ulang Luna, tidak mengerti.

​"Konsepku barusan adalah 'istana'," jelas Riven. "Aku hanya memerintahkan sihir es untuk mewujudkan konsep itu. 'Aesthetic' adalah nama konsepnya."

​Luna terdiam. Penjelasan itu begitu sederhana namun begitu rumit. Itu adalah tingkat pemahaman sihir yang bahkan tidak pernah ia baca di dalam game.

"Jangan dipikirkan. Sihir tidak akan ajaib lagi jika dipikirkan terlalu dalam." Riven kembali melangkah. "Ayo. Lantai tujuh menanti."

1
aku
TIDAK. mak jlebb 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!