Bayinya tak selamat, suaminya berkhianat, dan ia bahkan diusir serta dikirim ke rumah sakit jiwa oleh Ibu mertuanya.
Namun, takdir membawa Sahira ke jalan yang tak terduga. Ia menjadi ibu susu untuk bayi seorang Mafia berhati dingin. Di sana, ia bertemu Zandereo, bos Mafia beristri, yang mulai tertarik kepadanya.
Di tengah dendam yang membara, mampukah Sahira bangkit dan membalas rasa sakitnya? Atau akankah ia terjebak dalam pesona pria yang seharusnya tak ia cintai?
Ikuti kisahnya...
update tiap hari...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 #Rumah Lama Sahira
Balchia terduduk di atas ranjang, memeluk lututnya, dengan pandangan terpaku pada layar ponsel. Seulas senyum tipis terukir di bibirnya saat sebuah pesan baru muncul, menampilkan sebuah foto yang sudah lama dinantinya.
"Dengan foto ini, aku yakin Mama akan segera memecatnya!" bisik Balchia dalam hati, puas. Ia tahu ini adalah pancingan yang tepat. Ia yakin bahwa kepergian Sahira bersama Rames akan memicu kemarahan Raymond, karena Sahira pergi tanpa izin. Namun, ada satu hal yang mengganjal di benaknya. Mengapa Sahira bisa pergi dengan Rames? Apakah Zander sedang tidak ada di rumah?
Beberapa saat kemudian, pintu kamar Balchia terbuka. Ia mengira itu Neneknya, tetapi sosok yang muncul ternyata sang kakak. Wanita itu berjalan mendekati ranjang, lalu duduk di tepinya.
"Chia..." sapanya pelan.
"Ada apa, Kak?" tanya Balchia. "Nenek memanggilku?"
Sang kakak menggelengkan kepala. "Bukan. Aku hanya ingin memberitahu kalau kakeknya Zander masuk rumah sakit." Ia menarik napas dalam-dalam. "Kakek Ray terkena serangan jantung, tapi untungnya masih bisa tertolong."
Balchia membelalakkan mata, terkejut. "Kenapa bisa?"
"Aku tidak tahu, Chia."
Tanpa ragu, Balchia beranjak dari ranjang. "Kita harus segera ke sana, Kak." Namun, sang kakak menahannya. "Kita tidak bisa, Chia. Tante Mauren melarang kita."
"Lho, kenapa?" dahi Balchia berkerut, bingung.
"Aku sudah bertanya pada Devan. Katanya Tante Mauren sendiri yang akan datang ke sini untuk berbicara dengan kita," jelas sang kakak, wajahnya terlihat cemas.
Balchia kembali duduk. Perasaan tidak enak mulai menjalari hatinya. "Ada apa sebenarnya yang ingin Mama bicarakan sampai melarang kami ke rumah sakit?" pikirnya, cemas. Namun, ia segera menepis semua pikiran itu. Tangan Balchia kembali meraih ponselnya di dekat bantal, lalu mengirimkan foto Sahira yang pulang bersama Rames ke nomor Zander. Berharap Zander marah besar pada Sahira.
_____
Di Rumah Sakit.
Air mata Mauren kembali luruh saat melihat Tuan Raymond akhirnya sadar. "Ayah," ucapnya, mendekati lelaki tua itu. Ia bertanya tentang kondisi sang Ayah, tetapi Tuan Raymond hanya diam dan memalingkan wajah, raut kekecewaan begitu jelas terpancar. Kekecewaan itu ditujukan pada Balchia.
Bagaimana tidak? Tuan Raymond sudah membantu Balchia mendapatkan sper-ma Zander, tetapi benih cucunya itu malah ditanam di rahim wanita lain.
"Ma, biarkan Ayah istirahat dulu," kata Tuan Daren, berdiri di samping istrinya. Sementara itu, Zander, yang berada di ruang tunggu, mendapat telepon dari Joe yang ternyata sudah berada di rumahnya.
"Kenapa kau di sana? Kakek masih di rumah sakit, belum pulang," desis Zander.
"Aku ke sini bukan untuk melihat Kakek," jawab Joe santai. Ia duduk di ruang tamu dan matanya menyisir seisi ruangan.
"Lalu? Kau mau melihat siapa?" tanya Zander, nada suaranya mulai meninggi.
"Wanita yang melahirkan anakmu, Zan. Aku penasaran."
"Kenapa kau penasaran? Apa tujuanmu sebenarnya?" tanya Zander, kesal.
"Jangan marah dulu, Zan. Niatku baik, kok. Aku hanya ingin kenalan saja, siapa tahu dia bisa jadi..."
"Jangan harap!" potong Zander sebelum Joe sempat menyelesaikan kalimatnya.
"Kau serakah sekali, Zan. Kau sudah punya istri, tidak masalah 'kan kalau aku dekat dengan wanita itu? Atau jangan-jangan, kau juga ingin menikahi dia?" tebak Joe asal.
"Betul. Aku akan menikahinya setelah bercerai dengan Balchia. Kalau kau mau, ambil saja Chia. Jangan ganggu calon istri baruku," jawab Zander dengan nada penuh amarah.
Joe tertawa terbahak-bahak. "Kau terlalu percaya diri, Zan. Memangnya Kakek akan merestui kalian? Aku saja yang mau menikah lagi tidak direstui Kakek kalau bukan pilihannya," cerita Joe sambil tertawa.
Zander terdiam. Ini juga yang membuatnya resah. "Mama dan Papa mungkin merestuiku, tetapi Kakek... apa dia akan merestui pernikahanku dengan Sahira yang berstatus janda?" batinnya.
Zander menjambak rambutnya frustasi, karena Tuan Raymond adalah sosok yang sangat setia. Di keluarganya juga, tak ada seorang pun yang memiliki istri lebih dari satu. "Tapi 'kan aku juga akan jadi duda! Duda menikah dengan janda, tidak masalah 'kan?"
"Sial, aku akan pulang. Jangan macam-macam dengannya, Joe!" geram Zander, lalu memutus sambungan telepon. "Ma, Pa, aku pulang sebentar," izinnya, beranjak pergi bersama Hansel yang baru saja masuk tapi langsung ditarik Zander. Padahal baru juga menyerahkan sampel DNA baby Z, Zander dan Sahira, asisten itu harus bekerja lagi, tak ada waktu istirahat.
"Bos, kita mau ke mana?" tanya Hansel yang kini duduk di kursi kemudi. Zander yang berada di jok belakang menjawab, "Ke rumah!"
"Rumah keluarga Moretti?"
"Bukan, ke rumah Kakek! Cepat!"
Hansel mengangguk dan segera melaju. Namun tiba-tiba, Zander memerintahkannya untuk berhenti.
"Tunggu, Hans!"
"Ada apa, Bos?" tanya Hansel, menoleh ke belakang dan terkejut melihat wajah Zander yang merah padam.
"Sial, Hans, segera ke rumah lama Sahira!"
"Rumah lama Mbak Sahira? Di mana, Bos?" tanya Hansel bingung.
"Kenapa kita juga harus ke sana?"
"Cepat ke jalan XXXX! Buruan!" perintah Zander dengan tegas. Hansel segera memutar kemudi menuju jalan yang dimaksud.
Di dalam mobil, Zander menggenggam erat ponselnya. "Sialan, kenapa kau pergi bersama pria itu, Sahira?!" geramnya dalam hati. Zander marah setelah melihat foto Sahira dan Rames dari Balchia. Ia juga kesal pada Balchia. "Wanita ini benar-benar tidak tahu malu. Kau pikir aku tidak tahu maksudmu mengirimkan foto ini?"
_
Di Rumah Tuan Raymond.
Joe masih berada di rumah itu, berjalan-jalan berkeliling. Di kamar bayi, Tiara sedang mengurus baby Zee dan baby Zaena yang tiba-tiba menangis. Sudah disodorkan botol susu yang disimpan Sahira, tetapi dua bayi itu menolak. Mereka menginginkan Ibunya langsung.
"Duh, kenapa Mbak Sahira harus pergi dengan pria itu?" gumam Tiara. Ia sudah mencoba menahan Sahira, tetapi wanita itu bersikeras pergi bersama Rames untuk mengambil bayinya sebentar. Tiba-tiba, Tiara terkejut oleh suara anak-anak di sebelahnya.
"Wah... bayina ucul kali. Milip cama Om cendel," ucap seorang gadis kecil berusia empat tahun di samping kakak laki-lakinya. Wajah dua anak kembar itu sangat menggemaskan dan mirip dengan Joe.
"Bibi, meleka bayina Bibi ya?"
"Eh, bukan, meleka bukan anak saya. Yang ini anaknya Tuan Zander, yang ini anaknya Mbak Sahira, pengasuh Tuan Zee."
"Eh... meleka nda codala macam kita?" tanya kedua anak kembar yang cadel itu, heran.
"Milip gini maca nda codala? Aneh...." Ucap bocah laki-laki itu kemudian mencolek pipi baby Zee dan baby Zeana. “Oaaa!!” sahut baby Zee menggeliat, sementara baby Zaena masih menangis manja.
Tiara menatap baby Z dan baby Zaena, dan dalam hati, ia mengakui ucapan anak kembar itu ada benarnya.
“Nama dia capa, Bi?” tanya anak kembar itu menunjuk baby Zaena.
“Namanya Zaena.”
“Jena? Jina? Jejena? Capa tadi, Bi?”
“Namanya Za-e-na. Pakai huruf Z bukan J.”
“Culit kali namana. Capa cih kacih nama gitu?”
“Ayahna nda pintal kacih nama.”
Tiara menahan tawa melihat dua anak itu yang kesulitan mengucapkan nama baby Zaena. Karena Tiara pembantu baru, ia kemudian bertanya siapa mereka, lalu dua anak kembar itu menunjuk Joe yang kini berdiri di ambang pintu.
“Itu Papana kita, Bi. Apina Bibi haluc ati-ati, coalna Papa olangna cikit celem, teluc cuka layu-layuin olang lain,” bisik mereka.
Tetapi bukannya takut, Tiara justru terpana melihat mafia tampan itu yang juga menatapnya.
“Hm, kenapa kau yang ada di sini? Mana wanita itu?” tanya Joe mencari Sahira lalu mendekati dua anak kembarnya. Alis kiri Joe seketika terangkat melihat dua bayi kembar di depan Tiara cukup mirip.
“Papa, bayina ini milip Om Cendel, kan?” Tunjuk dua anak kembar itu ke arah baby Zaena. Joe langsung mengangguk, ia mencoba menghubungi Zander tapi Zander malah menolak panggilannya karena saat ini Bos mafia itu sedang mencari rumah lama Sahira. Ia tak bisa berhenti mengkhawatirkan wanitanya.
Di sisi lain, kini Sahira tiba di rumah lamanya. Ia cukup terkejut saat Rames membawanya masuk. Ia hendak bertanya sejak kapan Rames membeli rumah Ayahnya itu, namun tiba-tiba Ibunya Rames datang menyambut Sahira dengan pelukan hangat.
“Sahira… syukurlah kau akhirnya pulang, Nak.”
Sahira hanya diam, namun hatinya berkecamuk. Keadaan wanita paruh baya itu terlihat semakin kurus saja dan sikapnya sudah berubah dratis. Tapi apakah mereka benar-benar telah berubah?
“Sahira… mana cucu Ibu?” Wanita paruh baya itu mencari dan sangat merindukan baby Zaena.
____
Apakah baby Zaena anak Zander atau Rames? Kalau baby Zee udah jelas anak Zander. Bagaimana dengan baby Zaena? Apakah DNA Baby Zaena akan cocok dengan Zander atau sebaliknya Rames?
percays sama jalang, yg akhir hiduo ny tragis, itu karma. ngejahati sahira, tapi di jahati teman sendiri. 😀😀😀